1

8 1 0
                                    


Ada yang bilang, kalau sampai sekarang kamu belum memiliki pasangan, itu adalah doa dari belahan jiwamu agar kamu tidak menjadi milik siapapun hingga bertemu dengannya. Kalau itu benar, maka ada sesuatu yang ingin kusampaikan untuk belahan jiwaku, TERKUTUKLAH KAMU! Terkutuklah kamu yang membuat aku berdiri sendirian di tengah-tengah keramaian pesta pernikahan sepupuku. Di tengah om-om dan tante-tante usil dan sepupu remajaku yang meski baru SMA tapi sudah menggandeng pacarnya ke pesta ini, di antara Papi dan Mami yang terus-terusan menyindirku. TERKUTUKLAH KAMUUU!!!

"Baiklah saudara-saudara, sekarang waktunya pelemparan buket bunga. Bagi yang masih single, ayo berkumpul di dekat panggung", dengan ajakan dari MC, semua lajang segera menyemut di dekat panggung. "Nah, ayo lebih dekat lagi. Hayo! Bapak yang di sana jangan ikut-ikutan! Cuma buat yang belum menikah!". Aku tidak ingin ikut dalam kegiatan itu. Katanya kalau kita bisa mendapatkan buket pengantin, kita juga akan segera menyusul. Kalau perkara menikah bisa selesai hanya dengan lempar tangkap, tidak bakal ada jomblo di dunia ini. Pihak penyelenggara acara pernikahan juga sepertinya sadar kalau itu adalah mitos yang nggak masuk akal. Makanya sekarang ini disediakan hadiah untuk yang berhasil menangkap buket pengantin, supaya orang masih tertarik ikut.

Aku nggak percaya mitos itu dan nggak tertarik mendapatkan hadiah. Mendingan aku makan kue-kue manis yang disediakan sebagai dessert untuk menghilangkan kesal. Aku setengah berharap kalau kue-kue ini bisa berganti jadi alkohol. Aku belum pernah merasakan mabuk, tapi di film dan drama yang kutonton sering sekali kulihat orang menenggak alkohol untuk melupakan masalahnya dan besoknya mereka bangun tanpa ingat kejadian hari sebelumnya. Rasanya aku butuh itu.

"Nanti gendut lho", terdengar suara usil yang akrab di telinga. Aku menoleh pada Vina, salah satu sepupu yang dekat denganku.

"Peduli amat", sahutku sambil meneruskan makan.

"Nggak ikutan?".

"Lo sendiri?".

"Malas ah desak-desakan brutal begitu. Hadiahnya ga asik-asik banget kok".

"Lo tahu isinya apa?", tanyaku dengan ekspresi tak tertarik.

"Tempat handphone, barang dagangan si Monik sendiri". Monika si pengantin wanita memang punya online shop yang menjual aksesoris handphone.

"Eh, kalian berdua ini kok malah asyik sendiri? Ayo sana ikutan tangkap bunga!", Tante Tia menegur.

"Nggak ah. Percuma Tante, nggak bakal dapat. Lihat saja itu kerumunan pada nafsu begitu", jawab Vina sambil mengambil kue yang hendak masuk ke mulutku dan memakannya sendiri.

"Jangan gitu, ikut sana biar tambah ramai. Kalau dapat 'kan lumayan". Aku dan Vina menggeleng dengan mulut penuh. "Kalian ini gimana sih? Masa nggak mau ikut meramaikan acara. Padahal ada hadiahnya lho dan syukur-syukur sekalian ketemu jodoh. Kalian ini sudah kepala dua tapi mana pacarnya? Kok nggak pernah dibawa. Perempuan jangan kebanyakan ngurus kerjaan, nanti susah laku...".

"Vin, ikutan yuk. Udah mau dilempar tuh", aku menarik Vina yang segera mengiyakan ajakanku sebelum petuah Tante Tia makin panjang.

"Yuk, Tante. Kita mau ikut rebutan", Vina pamit. Tante Tia tampak tersenyum puas.

"Mendingan gue digilas high heels daripada diceramahin", bisikku pada Vina yang membalasku dengan tawa pelan.

Aku dan Vina turut berjejal dengan lajang lainnya yang terlihat bersemangat untuk mendapat buket pengantin. Ketika aba-aba untuk melempar bunga diberikan, semua orang heboh menggapai-gapai bahkan sampai sikut-sikutan. Tapi entah apakah ini termasuk keberuntungan atau kesialan, buket itu justru sampai ke tanganku yang berdiri paling belakang dan tidak berusaha sama sekali. Aku tidak menginginkan buket itu, maka aku buru-buru menyerahkannya pada seorang wanita yang berdiri di dekatku, wajahnya langsung sumringah begitu menerimanya.

Benang MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang