2

7 1 0
                                    

"...Lalala, aku sayang sekali...", aku mematikan alarm sebelum lagu dari kartun kesukaanku yang menjadi deringnya selesai dimainkan. Aku meregangkan badan sejenak lalu bangkit dengan malas. Aku menguap lebar sambil menggaruk-garuk kepalaku yang berambut acak-acakan. Aku berjalan ke arah pintu, kusempatkan diri melongok pada wajah suram di cermin.

"Pagi...", gumamku pada bayanganku di cermin. "Another Monday finally came...". Kuhela nafas berat, rasanya energiku tidak terisi sedikitpun dengan tidur. Dengan langkah gontai, aku keluar dari kamar menuju meja makan. Terdengar suara air dari dalam kamar mandi, sambil menunggu giliranku, kulahap sepotong roti yang tergeletak di atas meja.

"Sudah bangun? Selamat ulang tahun ya", sapa Mami sambil mencium pipiku. "Semoga sukses dan cepat dapat jodoh".

"Mmm...", balasku dengan mulut penuh roti. Katanya doa ibu itu manjur, tapi aku nggak merasakan kemanjuran dari doa Mami yang selalu sama sejak lima tahun lalu. Tahun ini aku masih sendiri dan akhirnya resmi menyandang status jomblo perak. Aku menjejalkan potongan roti terakhir ke mulut dan mendorongnya dengan air. Tepat sekali waktunya karena setelah itu keluar Papi dari kamar mandi dengan hanya handuk melilit pinggangnya, memamerkan perut buncit khas om-om.

"Kamu ulang tahun ya hari ini? Selamat ya", kata Papi datar. Papi memang tipikal bapak-bapak kaku yang jarang bicara.

"Makasih, Pi", jawabku sambil melengos masuk ke kamar mandi.

Setelah mandi aku bersiap-siap berangkat kerja, sebelum berangkat kusempatkan mengecek handphone. Ada beberapa pesan masuk yang semuanya berisi ucapan selamat ulang tahun dari teman-temanku. Entah aku harus berterima kasih atau kesal dengan mereka yang semuanya tidak lupa mengingatkan kalau tahun ini aku telah mencapai usia seperempat abad dengan status sendiri. Aku melempar handphone ke dalam tas, nanti saja kubalas kalau sudah sampai di kantor. Mengingat kantor semangatku kembali terkikis. Malas-malasan aku pamit pada Mami dan masuk ke mobil dengan Papi yang sama-sama akan berangkat kerja. Papi menurunkanku di halte Transjakarta paling dekat dari rumah lalu melanjutkan perjalanan ke kantornya yang berbeda arah denganku. Aku menunggu sambil berjejalan dengan manusia-manusia lain yang sama-sama hendak mengais rezeki di ibukota yang katanya lebih kejam dari ibu tiri ini.

Setelah mengarungi lautan kendaraan, akhirnya aku sampai di kantor. Suasana kantor adem ayem, aku memang tidak pernah mengatakan kapan hari ulang tahunku pada teman-teman kantor, dengan itu aku berharap kalau hari ini akan kulewati dalam damai. Tetapi harapan itu sirna ketika siang harinya aku mendapat kiriman kue ulang tahun tanpa nama pengirim.

"Ada kiriman untuk Mbak Miki", office boy kantor menyampaikan.

"Widiihhh, Miki hari ini ulang tahun ya? Kok nggak bilang-bilang? Selamat ya", kata Mbak Risa salah satu seniorku setelah melihat kotak kue yang diserahkan office boy untukku.

"Siapa? Miki ulang tahun? Jadi hari ini kita makan siang gratis ya?", Veri, teman kantorku yang lain memang memiliki pendengaran yang ekstra tajam, terutama bila menyangkut makan gratis.

"Kamu mah pikirannya gratisan melulu. Kasih selamat dulu dong!", tegur Mbak Risa.

"Oh iya. Selamat ultah ya!", Veri menyalamiku.

Berawal dari percakapan itu, akhirnya satu kantor tahu kalau aku berulang tahun dan langsung menagih makan siang gratis. Aku menangis dalam hati memikirkan isi dompetku yang harus terkuras jauh sebelum gajian tiba. Sebagai bayaran di muka, mereka memintaku membuka kotak kue dan membagi-bagikannya. Mereka berkumpul di dekatku dan menyanyikan lagu ulang tahun sambil bertepuk tangan seraya aku membuka kotak kue. Tapi ketika aku melihat kue itu, aku mendelik lebar. Di atas kue bulat berukuran 20 cm itu tergeletak sekeping coklat dengan tulisan '25 th, Jomblo Perak'. Rasanya aku ingin menggali lubang dan masuk dalam-dalam hingga ke inti bumi. Teman-teman kantor yang sedang mengelilingiku serta-merta berubah ekspresinya. Beberapa cukup tega untuk tertawa, ada yang memandang tak percaya dan sisanya tampak prihatin. Aku langsung mengambil coklat sialan itu dan melahapnya. Aku tersenyum miris dengan mulut belepotan coklat dan mulai membagi-bagikan kue. Aku langsung tahu siapa pengirim kue terkutuk ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 14, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Benang MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang