Enam

34 2 0
                                    

-Author's POV-


Semalam Mike memutuskan untuk menghubungi Nadine. Nadine sempat menolak untuk menjawab panggilan Mike dengan alasan merasa lelah setelah mengerjakan tugas. Namun Mike tetap ingin menghubunginya.

Mereka pun akhirnya berbincang. Mike menanyakan kabar Nadine, apa yang sedang dilakukannya, hingga bertanya bagaimana harinya berlalu. Semua pertanyaan itu dijawab oleh Nadine meskipun terlalu banyak keheningan yang tercipta di sela-sela perbincangan mereka.

"Nadine, kamu masih mendengarkan aku, 'kan?" tanya Mike dari seberang sana. Sudah hampir satu jam mereka berbincang melalui panggilan suara.

"Masih," jawab Nadine singkat. Mike menghela napas. Ia pun lalu memutar kembali otaknya agar menemukan cara untuk membuat Nadine merasa lebih baik.

Sudah dua hari Nadine terlihat berbeda. Ia tidak terlihat ceria seperti biasanya. Ia tidak terlihat bersemangat menjalani segala kegiatannya. Ia juga tidak banyak bicara.

Ketika ditanya oleh Mike, Nadine selalu mengelak jika sesuatu telah terjadi padanya. Nadine tidak ingin berterus terang. Hal itu yang sebenarnya membuat Mike merasa sedikit kesal.

"Kamu tahu bahwa menyimpan seluruh beban seorang diri itu tidak baik, Nadine," ucap Mike. Nadine hanya tertawa pelan dari seberang sana.

"Aku tidak menyimpan apapun, Michael. Berhentilah mengira bahwa aku menyembunyikan sesuatu darimu," ucap Nadine. Dari nada bicaranya ia terdengar sedikit kesal.

"Ada apa ini, Nadine? Sikapmu saja berbeda." Pertanyaan Mike tidak dijawab oleh Nadine.

"Baiklah," Mike menghela napas.

"Satu tahun yang lalu, aku mengenal seorang gadis di sekolah. Gadis yang kurasa cukup berbeda di antara para gadis yang pernah singgah di hidupku," Mike berbicara kembali.

"Pada waktu itu, aku terjatuh ke dalam dua situasi secara bersamaan. Pertama, aku jatuh karena hidupku hancur berkeping-keping. Kedua, aku jatuh hati pada gadis itu. Gadis itu namanya Nadine," lanjut Mike. Nadine masih saja bungkam. Namun ia tetap mendengarkan.

"Tuhan memang adil. Hidupku boleh saja hancur karena retaknya keluargaku. Namun Tuhan tetap menyayangiku. Tuhan telah mengirimkan sosok Nadine ke dalam hidupku," ucap Mike.

"Nadine telah menjadi pelita saat duniaku diliputi oleh duka. Aku harap aku bisa menjadi sepertinya. Aku ingin menjadi sosok yang ada di tengah gelap dunianya. Aku ingin menjadi sosok yang menopang dirinya di kala jatuh. Aku ingin menjadi sosok yang berada di sampingnya agar jika ia takut terhadap sesuatu, ia tahu bahwa ia memiliki diriku dan ia tidak sendirian," jelas Mike.

"Aku bukan pelita yang kamu maksud, Mike." Nadine angkat bicara. Kini suaranya terdengar tenang.

"Mungkin lebih tepatnya, jika kamu menganggap aku sebagai pelita di hidupmu, aku tidak bisa menjadi pelita itu lagi," sambung Nadine.

"Aku tidak mengerti," jawab Mike.

"Maafkan aku atas segala sikapku, ya? Selamat malam, Michael Ardan," ucap Nadine.

"Tunggu. Apa maksudmu? Kamu tidak memiliki salah apapun, Nadine," jawab Mike.

"Mike, maukah kamu melakukan satu hal untukku?" tanya Nadine.

"Apa itu, Nadine?" Tanpa pikir panjang, Mike segera menjawab pertanyannya.

"Tetap bahagia, ya? Lakukan untukku. Karena sumber bahagiaku yang tersisa hanyalah kamu. Selamat malam," ucap Nadine lalu memutus panggilannya.





—a.a.d

#12LettresAA

#Nichael12Lettres

Nadine dan Michael (Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang