Tujuh

24 2 0
                                    

-Author's POV-


Bel pertanda waktu pulang sekolah telah berbunyi. Mike mempercepat langkah kakinya menuju papan pengumuman. Hasil try out sudah keluar dan dipajang pada papan pengumuman tersebut. Banyak murid yang sudah berdiri di depan papan itu untuk melihat nilai yang mereka raih. Tiba giliran Mike untuk melihat nilai yang ia dapatkan. Ia mendapat nilai di atas kriteria minimal, bahkan ia meraih nilai bahasa inggris tertinggi sejurusannya. Mike merasa bahagia karena kerja kerasnya dalam belajar sudah mulai membuahkan hasil.

Sorot mata Mike berpindah dari baris yang memuat namanya lalu menuju baris pertama, baris yang selalu diisi oleh nama Nadine Michella. Mata Mike melebar. Nama Nadine tidak berada pada baris pertama. Matanya terus mencari. Hingga ia menemukan nama Nadine pada baris ke lima belas. Nilainya kurang memuaskan. Ini seperti bukan hasil dari seorang Nadine.

Mike akhirnya melangkah pergi dan mencari keberadaan Nadine. Tadi Nadine keluar dari kelas terlebih dahulu namun Mike tidak melihat sosok Nadine di sekitar sini. Tanpa berpikir pun Mike sudah tahu Nadine berada di mana. Nadine berada di depan ruang laboratorium. Ia duduk sambil membaca sebuah buku novel.

"Nadine!" Mike menghampirinya. Nadine menoleh dan menghentikan kegiatannya.

Melihat Mike duduk di sebelahnya, Nadine lalu menutup buku novelnya.

"Nadine, aku tidak mengganggumu, 'kan?" tanya Mike mengawali perbincangan.

"Tidak. Mau pulang? Ayo," jawab Nadine lalu bangkit dari duduknya.

"Tunggu! Aku hanya ingin bertanya. Kenapa nilaimu tidak seperti biasanya? Kamu tidak apa-apa, kan?" tanya Mike hati-hati.

"Tidak apa-apa, Mike," jawab Nadine singkat.

"Aku juga ingin mengucapkan selamat kepadamu karena kamu berhasil meraih nilai Bahasa Inggris tertinggi di jurusan kita. 98 itu hampir sempurna. Selamat, ya!" tutur Nadine. Mike tidak menjawabnya, melainkan terus memperhatikan Nadine.

"Urutan ke lima belas itu cukup jauh bagimu, Nadine. Ada sesuatu yang tidak baik di sini. Bicaralah padaku, Nadine. Ada apa denganmu?" tanya Mike kembali.

"Aku sungguh baik-baik saja, Michael Ardan. Jangan khawatir." Nadine lalu menarik tangan Mike agar ia turut berdiri.

"Ayo kita pulang," ajak Nadine.

"Nadine, jujurlah kepadaku. Bahkan sikapmu selama dua minggu ini berbeda. Kamu juga belum menjawab pertanyaanku yang lalu," gerutu Mike.

"Aku tidak merasa memiliki tanggungan untuk menjawab pertanyaanmu, Mike," jawab Nadine dengan ekspresi wajah yang datar.

"Saat kita berbincang melalui telepon, apa maksud perkataan terakhirmu?" Mike sengaja bertanya kembali karena ia masih belum mengerti apa yang dimaksud oleh Nadine saat itu.

"Ayolah, Mike. Memang benar bahagiaku adalah kamu, bukan? Itu hal yang biasa kukatakan. Ayo, pulang!" Nadine menarik tangan Mike agar mereka segera keluar dari area sekolah ini.

"Itu tidak biasa, Nadine Michella," ucap Mike saat mereka sedang berjalan ke arah area parkir.

"Berhentilah mengkhawatirkanku, Michael Ardan." Kini mereka berhenti di depan motor Mike yang tengah terparkir.

"Lihat aku!" Nadine tersenyum. "Aku Nadine, Michael. Aku Nadine yang kamu kenal dan aku baik-baik saja," lanjutnya.

"Nadine yang kukenal?" Mike mengulangi ucapan Nadine.

"Nadine yang kamu kenal." Nadine tersenyum lalu mendorong Mike agar segera menaiki motornya.

"Kamu benar, Nadine. Kamu adalah Nadine yang kukenal. Nadine yang selalu menyimpan segala permasalahan yang ia punya. Entah sampai kapan," ucap Mike dalam hati.






—a.a.d

#12LettresAA

#Nichael12Lettres

Nadine dan Michael (Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang