Aku bertemu dengannya lagi

589 50 34
                                    

Didalam hati, Fajar tidak henti-hentinya menyumpahi dirinya sendiri. Tergambar jelas pada raut wajahnya yang sedikit tampak gelisah , dan gesturenya yang sedang menyetir tampak tak nyaman, kedua matanya memang melihat kedepan jalanan tetapi tidak dengan pikirannya. Ia mencoba untuk fokus, hanya saja ia gusar mendengar celotehan Kevin yang tidak masuk akal. Mulut Kevin benar-benar minta dijepit pake jepitan jemuran agar bisa mingkem.

"Jar jawab guee"

"Apaan sih? jangan berisik. Gue lagi fokus nyetir. Kalau kecelakaan dan gue mati ntar lo dihabisi pacar gue mampus."

Kevin mencebikkan bibirnya sedikit kesal, apa salahnya bertanya sih? Fajar kaku Alfian memang.

"Lo gak berniat jual ginjal atau organ gue lainnya kan? Gue jadi takut, masalahnya seratus juta itu buaanyaak dan gak sembarang orang bisa langsung bayar diawal"

"Itu lo tau" batin Fajar menjawab tapi mulutnya terkunci rapat. Ia tahu Kevin tidak sebodoh itu walaupun memang butuh duit dengan waktu singkat, dan Fajar tidak yakin dia akan mau ketika Fajar menjelaskan sekarang.

Oke Fajar hanya ingin membantu Kevin, tidak berniat menjualnya ke...

"Wah tumben sedikit macet jalanannya" serunya, tapi raut wajahnya sedikit lebih tenang dari sebelumnya. Tidak seputus asa seperti tadi, bahkan pria bermata bulat itu sedikit tersenyum. Fajar menggertakkan giginya dan menyesal telah sedikit melirik sahabatnya itu, perasaan bersalahpun menggerogoti hatinya sejak tadi. Mungkin memang jual ginjal lebih baik daripada jual....badan.

Apa iya?

Setelah beberapa menit dengan ketidaknyamanan hati itu akhirnya tibalah mereka di bar kepunyaan Fajar. Mobil pajero milik Fajar behenti setelah terparkir dengan apik ditampat parkir bawah bangunan bar, iapun mematikan mesinnya dan menghembuskan nafasnya sedikit keras. Kevin yang melihat sobatnya keringat dingin dengan pandangan gelisah itupun mengernyitkan keningnya bingung, mencoba memukul pelan lengan Fajar yang menghasilkan sentakkan kaget yang cukup keras dari sang pemilik lengan.

"Ngagetin aja!" sinisnya sembari melepas sabuk pengaman.

"Yaelah gue mukulnya pelan kali, santai. Lagian tumben kagetan, lagi banyak pikiran?" tanya Kevin dengan nada suara sedikit khawatir, netranya menelisik sobatnya yang masih tampak gelisah sedaritadi. Ditatap seperti itu oleh Kevin, membuat Fajar sedikit salah tingkah, takut sikap anehnya membuat Kevin curiga, bahkan kabur.

Lah, kenapa jadi Fajar takut Kevin kabur? Jahanam sekali memang dirinya.

"Lo sakit, Jar?" tidak kunjung mendapat jawaban Fajar, membuat Kevin semakin cemas, terlihat dari raut wajahnya yang sedikit berubah khawatir sembari terus melihat sobatnya, bukanlagi hanya nada suaranya.

"Nggak kok, gapapa Vin. Udah ayo, turun"

Ah, masa bodo lah, sudah telanjur sampai sini juga. Batin Fajar yang tidak mau disalahkan, bejat sekali memang.

Meski masih merasa sedikit khawatir, tetapi pria bermata bulat itu akhirnya menurutinya untuk turun dari mobil dan menutup kembali pintu mobil. Setelah bunyi mobil terkunci, mereka berdua akhirnya berjalan dan memasuki bar yang sangat dan super berisik itu walaupun masih disiang hari.

"Jar, jual ginjal sekarang dapet berapa sih?"

"APA ? GAK DENGER GUEE"

"Jual ginjal gak terlalu buruk sepertinya, asal itu bisa membuat Karen terus bertahan hidup..."

Bohong jika Fajar bilang ia tidak mendengar apa yang dikatakan Kevin, nyatanya walaupun dentuman musik sangat keras dan memekakkan telinga, suara Kevin masih samar-samar bisa ia dengar, karena jarak mereka kini tidak terlalu jauh. Fajar hanya tidak ingin melanjutkan obrolan ini.

Semuanya Untukmu | MarVin FajRiWhere stories live. Discover now