Dia Ghani

17.1K 1K 33
                                    

Jalan-jalan ke luar negeri, bermain, belanja sesuka hati, punya segalanya, dan secara fisik cantik. Lengkap sudah apa yang Zi miliki. Ia bahagia dengan semuanya. Karirnya sebagai sutradara dan penulis naskah ternama juga sedang menanjak. Undangan acara talk show dimana-mana. Bahkan ia dinobatkan sebagai salah satu wanita menginspirasi. Zi sangat bahagia. Walau semua pencapaiannya belum membuat gadis itu puas. Ia ingin lebih dan lebih baik dalam karirnya. Isi kepala gadis yang usianya sudah di penghujung dua puluh tahunan itu hanya kesenangan diri dan karir.

"Jadi, apa rahasia Mbak Zi bisa sampai sukses seperti ini?" Tanya Sita, presenter sebuah acara talk show di salah satu stasiun televisi nasional.

"Kunci rahasianya adalah fokus dan tekun untuk mengejar impian. Jangan sampai hal-hal di luar target jadi mengganggu," jawab Zi dengan lugas.

"Adakah seseorang yang memotivasi hingga sampai jadi seperti ini?" 

"Tentu saja, keluarga yang memotivasi. Terima kasih untuk orang tua dan saudara-saudara."

"Satu pertanyaan lagi untuk Mbak Zi. Apa ada seseorang istimewa yang dekat sekarang?"

Zi tertawa renyah, "tidak. Saya rasa, urusan seperti itu menjadi bagian dari penghambat. Saya masih punya banyak target ke depan dan tidak punya waktu memikirkan seseorang istimewa."

Ibu mematikan televisi. Baru saja wanita paruh baya itu menonton talk show, tempat putrinya tampil. Sampai saat ini, Ibu masih kesal. Acara kencan buta yang sudah diatur sedemikian rupa menjadi berantakan. 

"Assalamualaikum." Suara Zi terdengar. Gadis itu mencium tangan ibunya yang masih duduk di sofa.

"Waalaikumsalam." Jawab Ibu dengan wajah masam.

"Kecut banget mukanya, Ibu." Zi duduk di sebelah ibunya dan memakan kue kering dalam toples yang terletak di meja depan sofa.

"Kamu itu ada target apalagi? Ibu sudah capek mengingatkan kamu untuk cepat menikah." 

Zi menghela napas, "banyaklah. Zi tahun depan ada proyek kolaborasi tiga negara Asia Tenggara. Naskahnya sudah mulai dibuat. Terus impian semua sutradara, bekerjasama dengan Hollywood. Paling nggak tiga tahun kedepan bisa terlaksana. Gitu sih targetnya."

Ibu mengusap tangan putrinya, "ibu cuma mau lihat kamu bahagia. Berkeluarga seperti abangmu dan kembaranmu." 

"Bahagianya Zi sama mereka itu beda. Ibu tau sendiri, Zi nggak suka diatur. Lihat Za, semua perkataan suaminya tunduk-tunduk saja." Gadis itu memutar bola matanya.

"Itu memang kewajiban istri mematuhi suami. Kalau dilawan dosa." Ibu geleng-geleng kepala.

"Makanya, daripada Zi dosa. Ginilah dulu. Nanti kalau sudah saatnya, Zi juga nikah," ucap gadis itu santai.

"Kapan?" Tanya Ibu.

Zi mengedikkan bahu. Gadis itu bangun dari posisinya dan berjalan menuju kamar. Meninggalkan Ibu yang pusing memikirkan putrinya. Memang sejak dulu putri kembarnya punya sifat berbeda. Zi si kakak lebih bandel, tomboy, lebih suka melanggar aturan. Saat masih sekolah dulu ia bahkan sering ikut tawuran dan terlibat dalam balapan motor liar. Berbeda dengan Za, sang adik yang lembut, pintar, feminin, dan penurut.

.
.
.

Zi menoleh ke sekelilingnya. Keadaan mall cukup ramai sehingga gadis itu harus menutup wajahnya dengan topi dan kacamata hitam. Akhir-akhir ini dirinya terkenal dan banyak orang mengerubungi untuk foto bersama atau minta tanda tangan. Zi sudah seperti selebriti.

"Bu sutradara lebay banget." Seorang wanita seumurannya menepuk pundak Zi. Lalu ikut bergabung di meja food court tempatnya sekarang. 

"Dira! Kebiasaan banget ngagetin orang." Tutur gadis itu kesal. "Ngapain bawa-bawa anak ke pertemuan The Genks?" Zi melihat Dira yang sekarang sibuk melepas sabuk di kereta dorong putranya.

Jodoh Buat Zi (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang