Julian menarik napas dalam-dalam dan melihat sekeliling lobi. Ada rasa deg-degan menghimpit dadanya. Terasa ragu untuk melanjutkan rencana “gilanya”. Dia berhasil melalui perguruan tinggi seiring suksesnya ia menjaga keperjakaannya, dan dia sudah sangat muak menunggu untuk mendapatkan pria yang sempurna, yaitu prince charming, untuk menyerahkan dirinya seakan-akan hal itu sebuah kado. Kini tiba waktunya untuk bercengkrama dengan seks yang katanya sangat menggairahkan itu. Jantungnya seolah berdegup ingin melompat dari dadanya, ia meremas jari-jemarinya dan merasakan telapak tangannya berkeringat. Huffh. Saatnya menuju meja pendaftaran.
Menemukan KencanButa.com secara online bagaikan jalan pencerahan bagi Julian. Membayangkan menghabiskan satu malam dengan orang yang benar-benar asing, memenuhi dirinya yang belum pernah terjamah lalu bergabung kembali dengan orang ‘normal’ lainnya. Dia siap untuk berkencan dengan para pria dan melompat dari tempat tidur satu ke tempat tidur lainnya seperti semua teman-temannya lakukan. Lantas berbagi pengalaman seks satu sama lain.
Keputusan telah dibuat, dia menghubungi Ses Anna dan memberikan informasi yang diperlukan. Semua tetek-bengeknya telah dibuat. Julian Atlindo, bersiap menyerahkan keperjakaannya dan resmi menyandang predikat—bottom.***
Di kamar hotel, Mike berjalan mondar-mandir berkali-kali selama lima belas menit terakhir sehingga ia sampai hafal pola karpet di bawah kakinya. Dia masih belum mempercayai bahwa saat ini ia ada di sini, dan akan menghabiskan malam dengan pria yang belum pernah ia temui. Bukankah ini sama halnya dengan membeli kucing dalam karung? Bagaimana jika si pussy itu berkaki buntung? Oke, mungkin ia terlalu berlebihan, tapi tetap saja…
Teman-temannya sudah mendesaknya untuk mencoba KencanButa. Ini karena ulahnya sendiri, selalu membuat iri teman-temannya tentang kencan dengan wanita yang berbeda setiap minggu sehingga melampaui batas. Ketika ia menolak untuk mendaftar, teman-temannya menantangnya. Dia tidak pernah bisa menolak tantangan, dan mereka semua tahu itu, sialan mereka. Tadinya ia pikir mereka hanya bergurau, dan setelah mentari yang baru muncul, mereka akan melihat betapa konyolnya ide tersebut dan mereka akan membiarkannya lolos dari jebakan tantangan tersebut, tetapi hal itu tidak terjadi.Tidak.
Sebaliknya, mereka lebih gigih dari sebelumnya, lebih bersemangat, dan malah merencanakan semuanya. Dia bahkan hampir tidak bisa menghentikan mereka untuk pergi ke hotel beramai-ramai.
Akhirnya, ancamannya untuk membatalkan tantangan tersebut berhasil membuat mereka mundur dan berjanji untuk menunggu kedatangannya kembali dari kencan dan menunggu laporan adegan satu malam itu.Setelah bujukan demi bujukan dari teman-temannya, akhirnya ia memutuskan untuk melanjutkan dan bersedia bertemu bottom itu. Jika si bottom tampak seperti The Beast, yang ia harus lakukan hanyalah melakukan yang terbaik. Toh, ia bisa menyuruh si bottom membelakanginya dan memasukinya dengan ganas. Bahkan bila perlu sambil menutup mata. Akh, begitu banyak tekanan menjadi seorang playboy dalam groupnya, pria single yang berkencan hanya dengan para pria seksi. Teman-temannya terpesona pada cerita-ceritanya, dan dia menikmati melihat kecemburuan di mata mereka. Itu bukan salahnya kalau mereka semua menjadi iri, karena mereka yang membiarkan diri mereka sendiri terikat dalam hubungan. Hanya berkencan dengan orang itu saja setiap minggu? Apa tidak jenuh???
Jadi, di sinilah Mike sekarang. Berakhir di sebuah kamar hotel mewah. Mondar-mandir sambil sesekali menatap pintu. Sebentar lagi, pria bottom itu akan berada di sini. Ya Tuhan, apa yang ia pikirkan?
***
Julian mendekati meja dan menunggu, sementara petugas resepsionis menyelesaikan check in sepasangan suami-istri (mungkin) yang nampak mesra. Atau barangkali mereka juga pelakon kencan buta?
“Ada yang bisa saya bantu, Mas?”
Dia mengamati raut wajah pemuda itu—resepsionis—apakah pemuda itu menyadari maksud kedatangannya?“Ya, saya perlu nomor kamar Lingga Rahardian,” suara Julian pecah, kembali nervous.
“Oh, Anda pastinya Billy Davidson?” Dia melihat ke bawah pada monitornya, dan kemudian kembali menatapnya, dengan eskpresi yang menyenangkan, tidak menghakimi, dia memutuskan. “Mas Lingga sudah menunggu anda di kamar 69.”
Julian tersenyum kecil. Nama samaran yang terdengar cukup “muscle”. Pipinya dibanjiri rasa panas. Terdengar cukup familiar? Yeah, itu memang nama seorang aktor sinetron muda pendatang baru. Nama itu tak sengaja terbaca di teve saat ia membuat reservasi semalam. Menggunakan nama pemain sinetron bertampang “bening” dan membuat lapar mata…dan ia berharap teman kencannya juga merasakan hal yang sama saat bertemu dengannya nanti.
Oh, iya, Apa yang sudah Ses Anna katakan tentang nama asli pria tersebut? Oh, benar. Mike.“Terima kasih.” Dia menerima kartu kunci yang diserahkan petugas lalu berbalik untuk mencari lift. Dia melihat ada dua lift. Yang mana?
Seorang pria tegap lewat berhenti di sampingnya, tersenyum. “Butuh bantuan, Mas?”
“Uhm, ya, sepertinya begitu,” jawab Julian, pipinya memerah dibawah tatapan bermata gelap itu.
Apakah ini pria tampan kencannya? Ini akan terlalu bagus untuk menjadi kenyataan.
“Apa yang bisa saya bantu?” tanyanya dengan ekspresi menyenangkan.
“Tolong tunjukan lift mana yang menuju ke kamar nomer 69?”
Pria itu memegang pundak Julian dan berbalik menunjukan arah lift terdekat. “Yang itu, Mas.”
“Terima kasih,” kata Julian mengakhiri percakapan, pria itu menjawabnya dengan menepuk lembut pundaknya dan menjauh. Wow, jika semua orang di hotel tampak seperti dia, dia mungkin akan sering-sering pergi ke sini, hanya untuk melihatnya lagi.
Julian mengawasinya berjalan pergi, berhenti sesaat untuk ngobrol ringan dengan beberapa tamu lain lalu ia pergi. Baju yang pria itu kenakan bukan seragam hotel. Julian terus menatapnya sampai ia menghilang dari pandangan. Setelah itu berjalan sedikit tergesa menuju lift yang hanya beberapa meter jauhnya. Akh, hatinya kembali deg-degan lagi.
Julian menekan tombol, pintu pun terbuka dan ia hendak masuk ke dalam lift, tapi ia melihat sepasang kekasih yang saling berpelukan. Si wanita semlohay tampak bernafsu sepertinya dia akan merobek baju pasangannya dan mata Julian melebar. Julian bergeser dan menjauh dari pintu lift. Apakah hotel ini dirancang untuk menyalurkan birahi?Di dalam lift, ia menggunakan waktu untuk menarik napas dalam-dalam dan mencoba untuk menenangkan hatinya. Pasangan bergairah yang baru saja keluar telah mengingatkannya pada apa yang akan ia temui malam ini.
Angka-angka di atas pintu menyala pada gilirannya, lalu bunyi ping terdengar—apakah dia harus turun? Atau mungkin tinggal di lift, dan kembali ke lobi. Pintu mulai menutup lagi, dan ia mengulurkan tangan dan menahan pintu lift terbuka. Pikirannya ragu. Tapi kalau tidak sekarang, kapan lagi?Julian menghela nafas dan kembali meremas jemarinya. Dia melangkah melewati lorong dan meneliti setiap nomer kamar yang ia lewati. Nah, ini dia. Jadi ia lagi-lagi mengambil napas dalam-dalam, menegakkan bahunya, dan bersiap untuk memenuhi nasibnya.
***
To be Continue…
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Perjaka & Si Playboy (TAMAT)
RomanceKencanButa.com Julian mengklaim bahwa dirinya seorang bottom, meskipun ia belum pernah sama sekali melakukan hubungan seks. Tapi ia yakin akan hal itu dan telah lama berencana untuk melepas keperjakaannya, lalu bergabung dengan orang lain yang ia ke...