1. Kakak Gemes

17 3 8
                                    

"Aku gemes sama kakak,"

Semua yang ada di tengah lapangan kaget dan terpelatuk. Termasuk juga saya.

Aduh, urat malunya putus kali ya, batin saya.

Nggak tau kenapa, badan saya bilang kalau saya ikutan malu. Padahal bukan saya yang bilang itu. Terbesit di pikiran, mungkin ini karena kami memiliki hormon yang sama. Wanita.

"Uuhh, kau liat nih Ai. Merinding aku," ucap Ica, teman yang baru kemarin saya kenal.

Mantap di jiwa, sadess tak terkira.

Akan saya kenalkan teman saya, Anisa atau yang katanya bisa dipanggil Ica. Badannya kuntet kayak saya, cuma harus saya akui dia jauuuuhhhh lebih cantik. Sengaja 'jauh'nya dipanjangin biar kalian tahu kalau saya itu nggak cantik.

Tapi manis. Heak.

Ica ini orang luar pulau, makannya nggak heran kalau bahasanya beda sama saya. Yang pasti Ica bukan orang Medan, horas. Bukan juga orang Papua, Beta.

Ica ini orang Kalimantan. Nggak tau tepatnya mana, yang penting dia bilang orang Kalimantan dan rumahnya paling ujuuung.

Sekilas saya natap dia antara prihatin dan kasihan. Membayangkan rumahnya di ujung pulau, tak ada mall tak ada Indomarket, Alfamarket, yang pastinya menambah penderitaan kalau-kalau saya ada di sana.

"Tapi ada mall kok di sana," ucap Ica, mungkin sadar dengan tatapan saya.

Saya tersenyum lega...

"Tapi harus ke kota dulu. Perjalanan 3 jam, hehe."

Alamak!

Bela-belain tiga jam di atas motor cuma buat ke mall. Kalau saya mah gak akan jabanin! Serius!

Tiga jam di sini, bisa saya buat beol dulu sejam, makan setengah jam, mandi sejam, selfie seperempat jam. Terus cus ke mall. Nyampe deh limabelas menit jalan.

Tapi nih, yang buat saya gak berani buat natap dia kasihan lagi, itu pas kami ngerjain tugas OSPEK di kampus. Beuh, gaya busananya jaman jigeum sekali. Kata kerennya, fashionable.

Saya akui lagi. Kalau saya jaauuuuuuuuh dari dia.

Saya kan apa adanya.

--------------

18 Januari 2019

Kuliah Itu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang