2. Kami bagian dari SEMPAK

6 2 0
                                    

PKKMB adalah sebutan baru dari OSPEK.

Di mana kami para maba diuji kedisiplinan, kerajinan, keuletan, kekreatifan, bahkan kesabaran.

Bah! Macam apa pula.

Selain lima hal tadi, saya juga diuji dengan yang namanya kengantuk-an. Benar-benar ngantuk.

Coba kalian bayangkan, ah jangan, nanti kalian tidur. Saya kasih informasi aja.

PKKMB kampus saya dilaksanakan selama tujuh hari. Yang artinya tujuh hari itu saya selalu pulang malam dan bangun malam. Berangkat pagi buta.

Hari pertama, fine-fine aja. Berangkat jam 4 pagi, karena jadwal masuk adalah jam 5.

Nggak seberapa ngantuk, karena Minggu malam saya tidur mulai sore. Barang-barangpun dengan rajin saya siapkan mulai Minggu pagi.

Hari pertama diisi dengan perkenalan, pembagian kelompok, nyanyi-nyanyi, tepuk-tepuk, terus materi. Begitu teruuss sampai sore. Pas menjelang pulang, Mbak Cindy, yang merupakan Sie Acara maju sambil bawa kertas yang kami nggak tahu apa.

"Ehem," Mbak Cindy berdehem sebentar dengan muka jutek, "harap didengarkan ya adek-adek. Untuk barang bawaan dan tugas besok. Nggak ada pengulangan, jadi kondusif ya," ujarnya panjang lebar.

Kami semua gelagapan, mengambil note yang sudah kami buat sebelumnya. Dan bersiap mencatat.

"Satu, membuat kipas berukuran 10x25 cm dengan bahan kardus dan dilapisi kertas warna emas. Dua, membuat tulisan mengenai mahasiswa, minimal 1000 kata, dan dikumpulkan maksimal jam 24.00 WIB nanti. Tiga, membuat vlog tentang anti narkoba, durasi minimal 1 menit, diposting di Instagram disertai hastag Yang nanti akan saya sampaikan terakhir. Untuk video, terakhir dikumpulkan nanti jam 24.00 WIB. Link diberikan pada pendamping," Mbak Cindy membalikkan kertas di tangannya. "Itu tadi tugas individu ya, sekarang tugas kelompok,"

Kami melongo tak percaya, semua tugas itu ternyata masih belum cukup.

Eh buset! Tugas individu kok kayak tugas borongan. Batin saya.

"Anjir, mbaknya kalo ngomong tugas santai kali ya. Nggak tau kita di sini udah sesak napas," omel cewek di sebelah saya. Siapa lagi kalau bukan Ica si anak Kalimantan.

Selanjutnya, Mbak Cindy dengan wajah jutek membacakan rentetan tugas kelompok yang sebanyak gunung. Daan, jadilah saya, Ica, dan teman kelompok saya ada di halaman depan gedung fakultas.

Saya mengambil masker kain yang ada di tas, lalu mengelap wajah yang sudah becek-becek keringetan. Tapi saya tahu, kalau itu percuma.

Eitss, bukan cuma muka saya yang becek-becek keringetan, muka Ica, bahkan semua maba di sini sama. Dari yang bening, putih, mulus, dan manis macam saya, hehe.

Asal kalian tahu, meskipun ada di luar ruangan, saya tetap merasakan bau-bau kecut para maba. Semuanya bercampur menjadi satu. Nggak papalah ya, bau ini menjadi bukti perjuangan kami saat PKKMB pertama. Horas!

Kembali lagi, saya dan Ica kini berbaris di belakang teman kelompok kami. Tapi secara tiba-tiba, orang di depan saya si maba gemes--ituloh, yang bilang 'aku gemes sama kakak'--menoleh dan menatap kami dengan bingung.

"Kalian, kelompok Sempak?" tanyanya.

Hah? Sempak? Kok kasar?

Saya sama Ica cuma kedip-kedip nggak paham.

"Kamu kok kasar?" ceplos mulut saya.

"Hah? Apanya?" Si gemes makin bingung mukanya. "Oh Sempak?"

Kami mengangguk.

"Sempak tuh, Sembilan komPak. Bukan kasar."

Kami ber'oh' panjang dengan kepala mengangguk-angguk paham.

Tapi satu hal yang membuat saya dan Ica jengkel setengah mampus. Si gemes bertanya lagi kebenaran bahwa kami masuk kelompok Sempak. Dan, itulah mengapa selama PKKMB saya dan Ica selalu bersama.

Karena kami anggota invisible.

Antara ada dan nggak ada.

Trasparan.

Tertinggal.

Terasingkan.

Terpencil.

Terlupakan.

--------

20 Januari 2019

Kuliah Itu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang