Bagian 2 dari Bab 1

35 5 3
                                    

Tanganku ditariknya entah kemana, dan anehnya lagi, gua NGIKUT AJA! Eh, tapi tunggu dulu, entah kenapa tanganku mulai terasa panas. Ini bukan panas karena sentuhan tubuh manusia, ya. Ini panas seperti panas API!

"Waaaaa!!!!" kuhempaskan tanganku dari dirinya. Gila, panas bat. Apa-apaan itu??

~~~

"Ah! Wah, sorry...... Apiku suka keluar begitu saja kalau aku sedang senang. Hehehe..." ucapnya dengan penuh penyesalan. Aku masih memegang tanganku yang kini telah berbekas. Ternyata dia adalah pengguna sihir elemen. Menarik.

"Namaku Alceo, siapa namamu?" dia pun mengulurkan tangannya, dengan takut-takut aku jabat tangannya.

"Aku Devian,"

"Wah, nama yang bagus. Kalau begitu ayo kita segera menuju asrama! Teman-teman yang lain pasti sudah menunggu." tanpa basa-basi lagi dia langsung mengajakku ke asrama.

Ternyata tempat ini kalau kau masuk semakin ke dalam, keseramannya mulai menghilang tergantikan pemandangan yang indah. Di sepanjang jalannya tumbuh pohon-pohon hijau yang indah. Udara begitu segar. Aku tak bisa berhenti menatap sekitar, ini sungguh indah.

Tanpa kusadari kini aku telah sampai di depan asrama yang akan ku tempati. Cukup megah menurutku. Nampak seperti sebuah istana dengan cat merah darah yang begitu khas. Dihiasi ornamen-ornamen tradisional yang membuatnya semakin megah. Sulit dipercaya aku bisa tinggal di tempat ini.

~~~

Kini ku sedang berbaring di tempat tidurku. Bahkan, ini melebihi ekspektasiku tentang kamar yang akan ku tempati. Ini sungguh luas, lebih tepatnya karena aku tidak membawa barang apapun selain sebuah tas berisi pakaianku.

Kamar berukuran 10×10 m di lantai 3 ini benar-benar membuatku terkagum-kagum. Fasilitas didalamnya benar-benar lengkap. Apalagi dengan pemandangan yang kudapatkan. Tak ku sangka di kota yang telah mati ini, masih ada pemandangan sebagus ini. Nampak, pohon-pohonnya begitu terawat dan udaranya yang sejuk. Aku rasa aku akan betah berada di sini.

Tok.. tok..

Aku segera mengalihkan pandanganku ke arah pintu. Aku ingin tahu siapa yang mengunjungiku, seingatku Alceo berkata padaku akan menjemputku 1 jam lagi.

Begitu aku buka pintu, nampak seorang pemuda tinggi, berambut putih dan kulit yang sangat putih. Dia nampak begitu suci. Matanya yang teduh seolah menghipnotisku untuk masuk ke dalam dunianya. Dia nampak begitu lemah, namun memiliki aura yang kuat. Seolah seluruh dunia berputar mengitarinya.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?" seketika aku tersadar. Suara begitu dingin, rasanya seperti menusuk hingga ke tulang-tulangku. Suara bariton itu sungguh terasa seperti membawa kesedihan bagi yang mendengarnya.

"Kau diminta untuk segera menemui kepala sekolah sekarang juga," tanpa berkata apa-apa lagi dia meninggalkanku yang masih mematung di depan pintu kamarku. Aku semakin mengkhawatirkannya. Aku ingin tahu apa yang sudah menimpanya hingga ia memiliki aura yang dapat membunuh seseorang sepertiku.

LINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang