[3] His Name

636 89 5
                                    


Author POV

Di sisi lain Jisoo terdiam mematung ditempatnya sekarang karena melihat sekumpulan laki-laki diseberang sana yang tengah asyik mengobrol. Jisoo berusaha meyakinkan dirinya dan kembali berjalan ke arah kantin.

"Eumm permisi."

Seorang lelaki menoleh pada Jisoo. "Iya?"

"Jimin, gue mau ngomong sama lo. Boleh, ngga?"

Lelaki bernama lengkap Park Jimin itu mengangguk.
"Mau ngomong apa?"

Jisoo menarik napas sejenak.
"Gue mau nanya tentang Hoseok. Dia itu gimana orangnya? Eumm, ada temen gue yang suka sama Hoseok terus temen gue itu malu nanya langsung." Bohong gadis itu. Ia terpaksa melakukannya agar Jimin tidak mencurigainya.

"Oh, gitu. Hoseok itu orangnya baik dan humoris. Dia juga care. Tapi lo tau kan kalo dia udah punya pacar?"

"I-iya, gue tau. Tapi temen gue udah tergila-gila sama Hoseok. Gue ngga tega liat dia memperjuangkan cintanya meski gak pernah di notice sama Hoseok."

"Hoseok itu ikut klub dance, kan?" Tanya Jisoo.

"Yup. Dia juga jadi ketua klub dance. Tadi kita sempat ketemu di lantai dua. Dia lagi di lab kimia sama Seokjin. Kali aja lo mau nanya langsung ke Hoseoknya."

Deg.

Kenapa Jisoo jadi gelisah? Perasaan nya juga tidak nyaman.

Tapi apa mungkin Jimin adalah----

























































"Jimin, waktu lo ketemu sama Hoseok tadi lo masuk gak ke dalam lab?"

Lelaki itu mengelengkan kepala.
"Kita cuman saling sapa doang."

"Gitu, ya. Terus apa Hoseok pernah punya masalah sama temen satu klubnya?"

Jimin sejenak terdiam setelah mendengar pertanyaan Jisoo. Ia menatap gadis dihadapannya cukup lama.
"Iya dan itu karena gue sendiri. Sempat ada salah paham diantara kami karena dia terus nyalahin gue setiap ada masalah didalam klub. Tapi itu udah lama. Kita juga udah baikan sekarang."

Kali ini Jisoo yang terdiam.
"Berarti bukan Jimin, dong?" Batinnya dalam hati.

"Syukurlah kalo gitu. Semoga pertemanan kalian selalu baik dan ngga ada salah paham lagi. Thanks infonya, Jimin. Gue pergi dulu, ya."

"Oke, bye."

Ini adalah hal aneh dan janggal bagi Jisoo. Sepanjang perjalanan menuju gedung fakultas Psikologi ia sibuk dengan pikirannya hingga sebuah tepukan pelan di pundak membuat Jisoo terkesiap.

"Jisoo, lo kemana aja? Gue daritadi nunggu lo di kantin terus manggil lo teriak teriak ga lo dengerin dan main pergi aja. Emang mikirin apa sih sampai temen sendiri lo abaikan?"

Itu adalah Rose. Sahabat Jisoo sejak sekolah dasar hingga sekarang.

"Woy! Kenapa diam aja? Lo sakit, ya?" Rose menyentuh dahi gadis Kim itu dengan tangannya dan langsung ditepis oleh Jisoo.

"Ga." Jawab Jisoo singkat.
 
"Terus apa? Lo ada masalah?" Ucap Rose khawatir.
"Denger ya Jis, kalo lo itu punya banyak masalah, cerita sama gue. Mungkin gue bisa bantu lo. Tapi ya kalo emang lo ga mau cerita ya ga masalah. Gue ga maksa, kok."

Jisoo menghela napas.
"Gue nggak punya masalah. Cuman mikirin flashdisk yang ada file tugas praktikum dan ketinggalan di rumah." Bohong Jisoo. Lagi.

"Itu juga namanya masalah, beb. Gini aja deh, gue temenin lo ke rumah buat ngambil flashdisk itu."

"Eh, ngga usah. Ngga papa, Rose. File salinannya udah ada sama temen gue." Jisoo terkekeh.
"Oh iya Rose, gue mau ke perpus. Ada yang harus gue kerjain."

"Gue ikut, ya. Boleh, kan?" Kata Rose dengan nada manja sambil bertingkah imut membuat Jisoo merotasikan matanya malas. Kalau sudah begini, Jisoo jadi makin bingung dengan tingkahnya Rose yang kadang dewasa dan kadang jadi seperti anak-anak.

"Maaf, Rose. Kali ini gue ngga bisa ngajak lo karena dosen gue sendiri yang ngasih tugas susah banget. Ngga papa kan kalo gue tinggal dulu?"

Wajah Rose yang awalnya ceria berubah murung lalu ia mengangguk pelan.
"Iya, tapi ntar pulang bareng. Awas lo ninggalin gue lagi!"

"Oke, Nona Park Rose yang cantik dan baik hati. Gue ngga bakal ninggalin lo lagi."

"Ya udah, pergi sana."

"Iya. Bye bye, Rose." Jisoo melambaikan tangan pada Rose sambil berlari kecil ke arah perpustakaan.

Ia menghentikan langkah saat handphone yang sedari tadi digenggamnya bergetar. Jisoo menggeser layar kunci dan ada notifikasi chat yang masuk.





Jisoo, buruan ke belakang kampus sekarang! Gue nemu sesuatu yang penting.

Oke, gue otw kesana.







Gadis itu semakin mempercepat langkah dan berbalik arah menuju belakang kampus.

Namun baru saja sampai, ia mendapati Seokjin yang pingsan disana.

"Astaga, Seokjin!"

.

.

.

Jisoo bernapas lega ketika Seokjin membuka mata saat sadar. Lelaki itu meringis memegangi kepalanya yang masih terasa sangat pening.

"Lo ngga papa, kan?" Jisoo menyodorkan minyak kayu putih pada lelaki itu.
"Pakai ini biar pusingnya reda."

"Gak papa, Jisoo. Sakit dikit aja."

Seokjin berpikir mungkin ia akan mati tadinya karena diserang oleh si pelaku yang memukulnya dengan balok kayu.

Jisoo melirik jam tangannya.
"Waktu kita cuman sepuluh menit lagi."

Mendengar ucapan gadis itu membuat Seokjin mengembuskan napas, ia jadi merasa bersalah pada Jisoo. Kalau saja ia tidak lengah dan lebih waspada, ia pasti tidak ketahuan oleh si pelaku dan berakhir seperti tadi. Beruntung saja, dirinya masih hidup.

"Sorry, harusnya tadi gue lebih hati-hati. Padahal gue udah dapat handphone Hoseok tapi gue tiba-tiba diserang dan bodohnya gue gak bisa ngehindar."

"Iya, yang penting lo udah ngga papa sekarang." Senyum terulas di wajah cantik Jisoo lalu ia menjauh dari Seokjin.

"Ayo lanjut lagi, Seokjin. Kita harus nemuin pelaku itu secepatnya."

Saat hendak bergegas, langkah Jisoo terhenti karena Seokjin menahan tangannya.

"Gak perlu lagi. Gue udah tau pelakunya." Ucap Seokjin.
"Dia Kim Namjoon."

TO BE CONTINUED....



YongHoon11
20/01/2019

The Veiled Purpose ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang