[4] Evidence

601 93 8
                                    

Author POV

"Ayo lanjut lagi, Seokjin. Kita harus nemuin pelaku itu secepatnya."

Saat hendak bergegas, langkah Jisoo terhenti karena Seokjin menahan tangannya.

"Gak perlu lagi. Gue udah tau pelakunya." Ucap Seokjin.
"Dia Kim Namjoon."

Jisoo terlonjak kaget. Matanya membulat sempurna saat mendengar ucapan Seokjin.
"Apa? Lo serius, Seokjin? Bukti apa yang lo punya?"

Seokjin mengambil sesuatu dari balik jaket yang ia kenakan. Sebuah buku diary.

"Itu punya Namjoon. Lo baca aja semuanya ntar bakal tau apa isinya."

Jisoo membuka buku kecil itu dan membaca isinya. Gadis itu bahkan menutup mulutnya dengan telapak tangan karena menemukan hal yang tidak terduga.

"Gimana bisa kalau Namjoon itu---"

"Itulah teman." Sahut Seokjin memotong perkataan Jisoo. "Teman bisa membuat lo menjadi lebih baik atau justru menghancurkan hidup lo."

"Dan juga ini." Lelaki itu mengambil paper bag yang ada di samping tempat sampah.

"Itu punya Namjoon juga. Isinya pakaian doang tapi cukup kuat dijadikan bukti. Di bajunya ada bercak darah dan celananya juga sama. Gue tau kalo itu pakaiannya Namjoon karena gue tau style dia itu gimana.

Dan saat gue mau jalan ke lantai satu, gue ketemu sama Namjoon yang buru-buru mau pergi. Ada yang aneh di wajah Namjoon. Gue ngeliat lebam kayak abis ditampar orang. Terus gue lihat sendiri kalo dia yang nyerang gue dan ngambil handphone Hoseok yang awalnya ada di dalam paper bag." Jelas Seokjin sedangkan Jisoo mengangguk paham.

"Terus Namjoon ngebiarin pakaiannya?"

"Iya. Dia cuman ngambil handphone."

Jisoo mengambil pakaian itu untuk memastikan ucapan Seokjin dan ternyata benar ada banyak bercak darah disana.

"Darimana lo dapat ini semua?"

"Di tempat sampah. Waktu itu gue mau buang bungkus permen dan gak taunya liat itu benda. Awalnya sih gue gak tertarik. Terus gue lihat ada handphone disana yang ternyata punya Hoseok."

"Gue punya rencana." Seokjin mengisyaratkan Jisoo agar mendekat ke arahnya.

.

.

.

Entah kenapa sedari tadi Rose merasa gelisah. Sejak Jisoo pergi, ia jadi cemas dan khawatir pada sahabatnya itu. Akhirnya Rose memutuskan pergi ke perpustakaan untuk menemui Jisoo. Tetapi saat disana ia tidak menemukan gadis itu. Lalu ia teringat mungkin Jisoo sedang di lantai dua melakukan konsul dengan Bapak Kyuhyun.

Saat berjalan menyusuri koridor, ia hampir saja berteriak ketika melewati laboratorium Kimia kalau saja dia tidak ingat jika di lantai dua ini ada ruangan wakil rektor. Rose bergidik ngeri dan berlari meninggalkan tempat itu.

Pikirannya langsung teringat pada Jisoo. Rose yakin kalau Jisoo pasti sudah mengetahui hal itu dan pergi untuk menemukan pelakunya dan mempraktekkan ilmu detektifnya yang ia pelajari dari novel-novel bergenre detektif ataupun misteri karangan penulis terkenal karena akhir-akhir ini Jisoo sering bercerita pada Rose kalau dia sedang suka membaca buku seperti itu. Rose mencari keberadaan Jisoo, memastikan apakah sahabatnya itu baik-baik saja atau mungkin tidak.

.

.

.

Saat ini Namjoon tengah berada di taman belakang kampus. Ia dikirimi chat oleh seseorang yang Namjoon tidak kenal. Orang itu mengajaknya bertemu dan ia menyetujuinya.

"Hai, Namjoon." Sapa Jisoo sambil tersenyum.

"Eh, lo anak Fakultas Psikologi, kan? Ada apa?"

"Iya, Namjoon. Gue mau nanya sesuatu sama lo."

Tanpa menaruh rasa curiga, Namjoon mengiyakannya.
"Apa?"

"Kenapa Hoseok tewas? Lo tau sesuatu tentang dia, kan?"

Wajah Namjoon yang semula biasa saja mulai berubah.
"Gue gak tau! Kenapa lo nanya sama gue?"

"Ngga usah bohong. Dari reaksi lo aja gue udah tau kalo lo itu yang bunuh Hoseok. Ditambah dengan buku diary dan pakaian kotor punya lo sendiri terus lo yang nyerang Seokjin buat ngambil handphone Hoseok itu sudah jadi bukti kuat kalo emang lo pelakunya." Ujar Jisoo.

Namjoon tersenyum.
"Lo ga bisa nuduh orang semudah itu dan lo juga gak punya bukti yang kuat."

"Terus haruskah gue jelasin gimana kronologi lo bunuh Hoseok, hm?"

"Okay, silahkan."

"Selama tiga hari ini lo gak ke kampus karena sakit tapi nyatanya hari ini lo kampus dengan beralibi buat konsul ke dosen padahal lo mau bunuh Hoseok. Pastinya lo juga udah ngehubungin Hoseok sebelumnya buat ketemuan yang kebetulan Hoseok lagi di lab ngerjain proposal bareng Seokjin. Dan saat Seokjin keluar, lo gunain kesempatan itu buat membunuh Hoseok dengan cara menikamnya dari belakang pakai pisau."

"Terus?" Namjoon masih mendengarkan dengan raut wajah tenang.

"Terus lo gak bodoh buat nampakin wajah gitu aja pas membunuh, kan? Emang bener kalo pakaian lo kotor karena keciprat darah terus lo bawa baju ganti dan membuang pakaian kotor itu ke tempat sampah."

Jisoo melirik lebam dan luka di sudut bibir Namjoon.
"Luka dan lebam diwajah lo itu bekas tamparan Hoseok karena dia sempat melakukan perlawanan saat lo mau bekap dia. Lo nyerang Seokjin karena dia udah tau kalo Hoseok nyimpan video aib yang paling lo jaga dan ada di handphone nya Hoseok."

Bukannya merasa tersudutkan atau panik, Namjoon justru bertepuk tangan.
"Wah, hebat juga ya lo. Emang gue yang bunuh Jung Hoseok. Dia itu udah gak pantas ada di dunia ini."

"Kalo gitu gue bisa nelpon polisi sekarang." Ucap Jisoo.

"Haha. Mereka gak percaya sama semua omongan lo. Di pisau itu cuman ada bekas sidik jari Seokjin. Lo bisa apa, hah?"

"Oh, gitu ya? Tapi kalo lo sendiri yang ngomong mereka pasti percaya." Jisoo menunjukkan alat perekam suara yang sedari tadi digenggamnya membuat Namjoon menatap tak percaya. Jisoo menekan tombol putar pada alat itu dan terdengarlah semua percakapan mereka.

"Gimana, Namjoon? Mereka bakalan percaya kalo aku tunjukkin ini, kan?"

Sementara Namjoon diam membisu saat suaranya terdengar jelas dari alat itu. Kedua tangannya terkepal kuat. Ia benar-benar emosi sekarang dan tidak bisa menahan amarahnya.

"Brengsek! Kasih alat perekam itu sama gue." Lelaki itu berjalan maju dan Jisoo yang otomatis melangkah mundur.

"Gak! Gue ngga mau."

"Cepat kasih ke gue selama gue masih minta baik-baik sama lo." Tatapan intimidasi dari Namjoon tak menggoyahkan Jisoo sedikitpun.

"Ngga bakalan. Lo pembunuh! Ngapain gue harus ngasih benda ini ke pembunuh."

"Anggap aja ini gak pernah terjadi dan kita lupain semuanya, oke?"

"Mustahil. Gimana kalo orang lain yang kena gara-gara lo?"

"Ya gue gak peduli. Bukan gue yang dituduh!"

"Gue juga ngga peduli kalo lo itu yang ditangkap. Lo itu salah, Namjoon. Lo ngga bisa bunuh orang cuman karena balas dendam."

Langkah Jisoo terhenti karena tembok dibelakangnya. Ia bingung harus lari kemana saat ini. Sedangkan tangan Namjoon sudah ada di sisi kepala Jisoo, mengunci agar gadis itu tidak bisa kabur.
"Serahin itu ke gue kalau lo masih pengen hidup atau lo juga akan berakhir sama seperti Hoseok." Ancam Namjoon.

Jisoo menggeleng.
"Pokoknya ngga mau!"

"Sialan! Gue bilang serahin!" Ucap Namjoon dengan nada tinggi membuat badan Jisoo gemetaran. Ia sangat takut sekarang karena bisa saja Namjoon membawa pisau atau alat tajam lainnya untuk membunuh dirinya juga.

TO BE CONTINUED....

YongHoon11
20/01/2019

The Veiled Purpose ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang