Chapter 4

523 19 0
                                    

Untuk apa menunggu pelangi datang? Bukankah pelangi tak pernah datang saat malam petang?

🌚

Laren kembali ke rumah saat petang menyambut, benar-benar mood yang dia miliki hari ini sangat hancur tak bersisa. Setelah sekolah selesai, Laren mencoba mengembalikan mood yang berantakan dari tadi. Laren berjalan-jalan ke mall, bermain time zone, mendengarkan live music di taman dan mencari makan untuk mengisi perut yang belum terisi dari pagi.

Rumah Laren seperti bukan rumah, tidak ada kehidupan di dalamnya. Kehidupan layaknya keluarga orang lain. Hanya ada kedinginan dan kebisuan yang mengisi satu sama lain. Laren membuka pintu dan melangkah untuk memasuki rumah. Benar tidak ada orang di dalam rumahnya hanya ada asisten rumah tangga.

Laren melangkah menuju kamarnya di lantai dua. Laren menoleh ke arah kiri dan menemukan pintu kamar yang disebelah kamar Laren terbuka. Bertanda bahwa ada orang di dalamnya. Laren tau betul siapa pemilik kamar itu, dan Laren hanya meliriknya dengan sudut mata. Dan tersenyum getir.

Laren merebahkan diri di atas kasur, terlalu lelah hari ini. Hari pertama sekolah dan semuanya benar-benar membuat mood Laren berantakan. Dimulai dengan pertemuannya dengan Akmal, lalu kenangan kejam itu. Laren mencoba menutup matanya perlahan, hingga ada yang mengetuk pintunya dari luar.

Tok Tok Tok

"Masuk" Gumam Laren.

Laren tau betul siapa yang mengetuk pintunya, pasti dia datang hanya untuk berbasa-basi dengan Laren. Dan Laren tidak menyukai itu.

"Laren sudah pulang, nak?" Tanya seorang pria paruh baya, Setiawan Ayah Laren.

"Hem" Laren hanya bergumam dan tetap menutup mata. Tidak beranjak sedikitpun dari posisi tidurnya.

"Gimana tadi di sekolah? Bertemu teman baru engga? Seru engga? Betah?" Tanya Setiawan tak sabar

"Iya"

"Yasudah istirahat ya nak, Ayah keluar dulu" Pamit Setiawan

Laren tetap bergeming, tidak menjawab sama sekali atau mengangguk saja untuk jawabannya. Setelah Ayahnya benar-benar pergi dari kamar, Laren membuka matanya dan merubah posisinya menjadi duduk.

"Halah so perhatian banget, bullshit banget. Mana panggil Ayah-ayah. Dih padahal anaknya disebelah, bukan disini" Gerutu Laren.

Mata Laren berpindah pada salah satu foto yang dipajang di atas meja sebelah tempat tidur. Laren membawanya dalam pelukan.

"Bunda, hari ini Laren sekolah lagi Bunda. Laren ingin hidup normal lagi, Laren tidak ingin Bunda sedih disana liat Laren engga sekolah. Bunda, dunia masih jahat sama Laren. Semua orangpun sama, masih jahat. Tidak ada yang berbaik hati sama Laren, Bunda" Ucap Laren, dengan mata yang telah meneteskan air mata.

Laren mencoba memejamkan matanya, berharap dalam mimpinya bisa bertemu dengan Bunda yang amat sangat dia rindukan.

Laren sungguh rapuh, tak ada yang membantunya berdiri. Laren masih menunggu pelangi itu datang. Entah sampai kapan, pastinya pelangi tidak akan datang pada saat malam petang bukan? Laren berusaha mencari setitik cahayanya lagi, agar pelangi itu dapat datang dengan penuh keajaiban.

🌚

Setiawan keluar dari kamar Laren, dan tetap diam disana, dibalik pintu bercat biru muda itu. Setiawan menahan sesak sekaligus panas di pelupuk mata. Ketidak acuhan Laren terhadapnya, sudah memperjelas semuanya. Benteng tinggi yang dibangun Laren susah untuk dia lewati. Saat Setiawan akan beranjak pergi, terdengar suara dari dalam. Karena pintu yang tidak tertutup rapat.

"Bunda, hari ini Laren sekolah lagi Bunda. Laren ingin hidup normal lagi, Laren tidak ingin Bunda sedih disana liat Laren engga sekolah. Bunda, dunia masih jahat sama Laren. Semua orangpun sama, masih jahat. Tidak ada yang berbaik hati sama Laren, Bunda"

Setiawan tercengang mendengarkannya, dia kira Laren memang benar tidak bisa berbicara panjang seperti itu. Karena setiap kali Setiawan mencoba berbicara dengan Laren, Laren hanya menjawab tiga kata tidak lebih dan jika lebih mungkin hanya sampai lima kata. Setiawan merasa hatinya teriris, mendengar kata demi kata yang Laren ucapkan.

"Laren, maafkan Ayah sayang" Ucap Setiawan dalam hati. Dan melangkahkan kaki untuk pergi dari kamar itu, karena merasa tidak sanggup jika tetap berada disana.


T

ernyata, bukan hanya Laren yang mendengar perkataan Laren tadi. Namun ada satu orang lagi yang mendengarnya, dia hanya tersenyum getir mendengar ucapan adiknya itu.

🌚




Maaf yaaa, ceritanya sempet ngilang dulu dari permukaan wkwk karena sibuk dengan jadwal dunia nyata. Selamat membacaaa💙

-Author-

INTROVERTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang