Brak! Brak!
Aku menghantam jeruji berulang-ulang."Hei, diam!" teriak seorang penjaga sel.
"Ah, temani aku ya? Aku hanya kesepian," ucapku dengan nada memelas.
Penjaga sel itu berjalan ke arahku dengan tatapan sinis. Ia lalu berhenti di depan pintu sel, tepat di depanku.
"Apa yang kau mau?" tanyanya sambil mengernyitkan dahi.Aku menarik dasi biru tuanya dan menggigit bibir bawahku,
"Kamu."Satu, dua, tiga.
Buk!
Pukulanku lalu mendarat di wajahnya."Brengsek!" jeritnya kesakitan.
"Hahaha, bodoh!"
Aku masih sempat tertawa sebelum pengaruh obat biusnya membuatku tidak sadarkan diri.
--Dua tahun lalu--
Hari ini ada kasus baru di kota Vargald, tepatnya di sebuah kasino bergengsi yang dipenuhi kaum berdasi yang gemar korupsi. Sudah menjadi keputusanku untuk tampil aduhai hari ini. Siapa tahu ada hati kosong yang bisa kuisi. Aku mengeluarkan gaun berwarna merah dan sekotak riasan wajah dari koperku.
"Auri! Gila, cantik abis!"
"Lama banget sih. Sampe tua nungguinnya."
Perkenalkan Vance dan Leina, dua sahabatku sejak SMA. Kami bekerja di tim yang sama. Leina menangani kasus hukum dan Vance dalam bidang autopsi.
Kurang enak apa lagi kehidupanku? Pekerjaan keren, gaji tinggi, apalagi bisa bekerja dengan teman-teman dekatku. Mungkin ini yang orang-orang sebut rezeki anak berbakti.Aku melangkah keluar dari Bugatti berwarna putih yang kubeli minggu lalu.
Kala sepatu hakku menyentuh karpet merah bertabur berlian yang dipasang di pintu masuk, aku melihat seorang pria yang sepertinya seusia denganku. Wajah aristokrat dengan rahang tegas, lengkap dengan postur menawan membuatnya terlihat seperti pangeran dari negeri dongeng. Ia meneguk minuman berakohol di tangannya lalu masuk ke dalam.
Vance menepuk pundakku,
"Serius sekali tatapanmu. Ada apa? Aku juga kepingin lihat.""Aduh, seharusnya kau lihat tadi. Aku barusan cuci mata," desisku sembari menyenggol lengannya.
"Tenang, nanti pasti akan ada ratusan pencuci mata di dalam," sahut Leina.
"Ya sudah, kita mulai sekarang, ya? Agar kita cepat pulang. Bulu mata palsuku berat sekali," oceh Vance.
"Baiklah, kita ke posisi sekarang. Good luck."
***
Aku berjalan menyusuri bar yang berada tepat di atas meja kasino tempat para petinggi negara bermain. Sesekali aku berdansa dengan orang asing layaknya remaja yang baru patah hati. Aku tergoda untuk minum, apalagi bartendernya memiliki paras yang sukses membuat sel-sel di dalam tubuhku tersenyum.
"Aku ingin minuman yang paling unik," ujarku kepada pria berambut merah itu.
"Kami punya banyak minuman unik, yang seperti apa yang kau suka?"
"Aku tidak tahu. Surprise me," bisikku ke telinganya.
Ia tersenyum, lalu mencium punggung tanganku. Ia lalu mulai menuangkan cairanーyang entah apa namanyaーke dalam segelas martini. Belum sempat kuteguk hasil karyanya, alat komunikasi yang tertanam di telingaku berbunyi. Aduh, sepertinya semesta memang melarangku minum malam ini.
"Auri, meja kasino," ujar Leina.
Tanpa basa-basi, lensa digital yang melekat di bola mataku mulai melacak setiap mahluk yang berada di meja kasino. Aku tertegun ketika sistemnya menampilkan potret laki-laki heterokromia dengan tatapan dingin yang kulihat di pintu masuk tadi.
Aku mengamatinya dari balik pilar. Ia menyeka anak rambut yang menghalangi pandangannya. Pandangannya tertuju kepada tumpukan kartu yang ia sematkan di antara jemarinya, namun kontras warna kedua matanya masih terlihat jelas olehku. Mata kanannya biru kehijauan, seperti permata zamrud yang menyatu dengan safir. Sebelahnya mirip perunggu, namun sedikit jingga. Seperti senja pukul enam tepatnya. Dipikir-pikir, berapa hari Tuhan lembur saat menciptakannya?
Perlahan kulirik catatan kriminalnya.
Buronan terbesar Vargald
Tindakan kriminal: 138 kaliMatilah, ini sama sekali bukan tandinganku.
Jantungku berdebar kencang saat aku melirik identitas lengkapnya yang terpampang di kanan bawah layar. Terlintas di benakku ratusan peringatan yang dilontarkan untukku sebelum aku menginjakkan kaki di Vargald,
bahwa dalam situasi apapun,
jangan sampai batang hidungmu terlihat olehーBip. Bip. Bip.
Karlone Grynx, 22.
Alumni termuda Massachusetts Institute of Technology.
6' / 182cm...
"Auri? Kau sudah menemukan target? Aku dan Leina menunggu signal darimu."
"Iya. Vance, Leina, kita beraksi sekarang."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Karlone Grynx
Action"...lensa digital yang melekat di bola mataku mulai melacak setiap mahluk yang berada di meja kasino. Aku tertegun ketika sistemnya menampilkan potret laki-laki heterokromia dengan tatapan dingin yang kulihat di pintu masuk tadi." Salahkan cinta, ob...