PROLOG : ARDAFFONE

5.2K 571 45
                                    

"apa yang menghancurkanmu, hanssen?"

"keberadaanmu,"

cintanya terus tumbuh

terlampau besar

namun selalu bersembunyi

biasa seperti itu

dan akan selalu begitu

.

.

StadtparkBerlin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Stadtpark
Berlin. Germany ㅡ 2OO8

ia takut mama marah. ia takut papa marah.

permainan taman kota berdecit memekakkan telinga, menggarap tingkah lugu, mengayun tempat persinggahan. sepeda hitam baru yang didapatnya satu minggu lalu digeletakkan di tanah, dibiarkan kotor. tungkainya mengusak gelisah, ada sesuatu yang dikhawatirkan. mengapa wajahnya begitu murung? sorot matanya pun sepadam jalanan kota malam, pikirannya memang sedang begitu runyam. ia menatap kertas lecek di genggaman tangan, sedang bibirnya sesuka hati melontarkan sebuah kalimat rutukan.

memandang tinta merah delima, nilai empat puluh lima, pembagian hasil dari ulangan matematika. sudah dipelototinya kertas tersebut berpuluh-puluh kali, mengharap nilainya melonjak ke angka tertinggi, tapi tetap saja tidak ada gunanya menanti.

bocah laki-laki delapan tahun, tidak berani berjalan pulang ke rumah, sedari tadi hanya termenung di ayunan sendirian dengan tas power rangers yang masih digendongnya. padahal hari sudah mulai gelap, lampu jalanan kota sebentar lagi menyala, tetapi yang ditakuti hanya omelan mama. nanti tidak akan ada susu, tidak akan ada sepeda, buku mewarnai baru, dan segala hal kesukaannya.

kenapa begitu, sih? ujarnya merajuk.

tidak tahu kata-kata apa yang cukup untuk dikatakan kepada mama sepulang nanti. mengingat tegurannya kala lalu, dirinya yang bermain tak mengenal waktu, kesibukannya cuma mengayuh sepeda. anak nakal satu ini kalau disuruh belajar susahnya memang minta ampun, bukannya berhenti dan menaruh sepedanya masuk ke dalam rumah, malah ia bawa kabur sepedanya menjauh untuk berkeliling kota. sampai wanita pirang itu cuma geleng-geleng kepala karena sudah terbiasa. berpatroli katanya. segala peringatan kecil dari mama sudah sering ditanggapinya dengan masa bodoh, tiada kapoknya. penyesalan yang ia miliki biasanya hanya sehari, hari dimana hasil ulangannya dibagi.

sehabis pulang sekolah mengangsu kawruh, hari ini tanpa henti bocah badung itu menggerutu hebat masih sembari lungguh, kakinya gusar berayun-ayun dengan mata yang teduh, rautnya lusuh.

under the moonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang