3

1 0 0
                                    

Allah SWT berfirman:

وَاِنِّيْ عُذْتُ بِرَبِّيْ وَرَبِّكُمْ اَنْ تَرْجُمُوْنِ  ۖ     

"Dan sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhanmu, dari ancamanmu untuk merajamku,"

(QS. Ad-Dukhan: Ayat 20)

.
.
.

Malam kian larut. Tepat pukul satu malam, dua orang pengungsi menghampiri mereka dengan posisi saling berpelukan.

"Astaghfirullah! Aku tak kuat melihatnya!"

"Maaf, Mas, cuaca diluar sangat tidak baik, kasihan istrimu. Lebih baik di tenda pengungsian saja. Mari saya antar!" suara seorang warga membuat gadis dipelukan laki-laki sesama reporter itu terbangun. Sedikit demi sedikit penglihatannya mulai jelas. Ternyata ini bukan surga atau neraka, dia masih hidup dan menghirup oksigen malam itu.

"Istri?" tanya Yasmin refleks.

"Apa maksudmu?" tanya seorang warga lainnya penasaran.

"Aku bukan istrinya. Bahkan kami tidak saling kenal." Pandangan Yasmin terjaga. Ia segera melepaskan tangan yang melingkar di tubuhnya dan berusaha bangkit dari tidur yang tidak nyaman.

"APA?!!" sahut kedua warga menatap tajam kearah mereka.

"Em, apakah ini surga?" tanya laki-laki yang tengah tertidur pulas. Tanpa pikir panjang, warga juga menyeretnya pada keamanan terdekat.

Mereka berdua dibawa paksa pada bangunan sederhana berwarna biru neon yang sebagian sudah rubuh tertimbun tanah. Suasana ruangan itu menjadi ramai dipenuhi sekumpulan warga, karena berita terkait mereka telah sampai kepada telinga warga lainnya.

"Sungguh perbuatan hina telah terjadi di desa ini!" geram seorang wanita usia setengah abad berhijab modern.

"Ada apa?" tanya Arka polos, nampaknya laki-laki itu masih tidak mengerti, pasalnya warga tidak menceritakan alasan apa yang menariknya ke sebuah ruangan interogasi.

Seorang pria merupakan suami dari wanita yang menyelak tadi berusaha menjelaskan apa yang terjadi.

"Zaman telah membuta, betapa hinanya apa yang mereka kerjakan. lebih hina dari hewan. Bunuh saja mereka!" perintah pemuda bermata bulat bak ksatria yang muncul di arah belakang.

Dug! Jantung yang memompa darah berhenti sejenak. Mengapa berakhir dengan kematian? Apakah nyawa disini sangatlah murah hingga kesalahan dibayar nyawa. Setetes air mata meluncur di daerah pipi kanan Yasmin. Hatinya bergetar hebat menuju ajal yang segera mendatangi nya.

"Apa maksud mu? Seenaknya saja kau bicara! Kami disini sedang bertugas. Jika kami harus mati karena kejadian yang tidak dilakukan, aku tidak ikhlas!" jelas Arka.

"Jangan mengelak! Kami juga tidak akan menjatuhkan hukuman bagi manusia yang berakal. Bukan seperti kalian, berpendidikan tinggi, namun tidak memiliki akal sepersen pun. Dasar, anak kota!"

"Jaga bicaramu sebelum tanganku yang menguncinya!"

"Kau pikir aku takut? Sudah salah, masih angkuh? Hah, bodoh!"

Kepalan tangan Arka menembus area pelipis sang ksatria itu. Sontak dia berhenti berdalih. Memar-memar menghiasi wajah tegasnya.

Atas pukulan yang keras itu, hukuman mereka bertambah. Warga menyeret paksa keluar dan mengikat tubuh keduanya pada pohon besar.

"CAMBUK!!" terdengar riuhan warga, sepertinya mereka mendukung pemuda berani tadi yang sedang kesakitan.

"Tapi Pak, Bu, beri kami kesempatan untuk berbicara." Yasmin mendongak keras. Ia menyesal atas perbuatannya semalam.

FEUILLETON Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang