Part 2 : Aku Menyukaimu, Tya (1)

8 1 2
                                    

Semua serba terbuka sekarang ini. Di era media sosial dengan segala serba-serbinya. Tentu kita paham, apa yang dikatakan privasi, tidak benar-benar privasi pada dasarnya. Ketika kita sudah mengunggah foto di Facebook, Instagram, atau yang sejenisnya. Kita sudah sepakat foto kita akan bisa disebarluaskan ke banyak orang. Dari hal inilah, aku menemukan Tya.

@tyarsnh
Nama akun Instagramnya. Panjangannya Tya Restuningsih. 19 tahun. Mahasiswi salah satu kampus di Bandung. Kenapa aku tertarik dengannya ? Dia putih, dan cantik. Memiliki jumlah follower 2123 dan following tidak sampai 200. Kelihatannya menarik. Foto profilnya hanya foto siluetnya saat ia sedang di pantai. Sementara, tidak ada satupun foto siluet di akunnya selain foto profilnya sendiri. Semua serba dirinya. Fotonya sedang memangku tangan, sedang berlagak menoleh memerhatikan pemandangan, sedang merengut, dan banyak lagi. Segala bentuk yang bisa bulat wajahnya itu lakukan, dia tunjukkan. Aku mulai tahap pendekatan. Membiasakan diri memberi like pada foto-fotonya. Dalam rentang tertentu yang sudah aku atur sendiri. Foto-foto lama aku beri like, tidak semuanya. Tapi dalam satu urutan, tanpa putus. Foto terakhirnya aku berikan komentar. Komentar bukan tentang wajahnya, lebih ke latar belakang tempat dia swafoto.

"Itu di mana? Dago ya?"

Komentarku berdiri di tengah puluhan komentar lainnya. Yang mayoritas laki-laki.

"Iya, bagus tempatnya."

Aku meminta alamat lengkap lokasi itu. Seolah peduli.
Untuk beberapa kali kemudian aku melakukan hal yang sama. Menjadikan diriku tampak jadi orang yang peduli pada tempat-tempat menarik di fotonya. Seiring waktu, kami tidak saling berbalas di komentar. Berpindah ke Direct Message (DM).

Kami mulai banyak obrolan. Aku selalu membuat topik tentang tempat-tempat yang bagus untuk foto. Hampir selalu dia sepakat. Ketika dia tidak sepakat. Kami akan saling memperjuangkan pendapat kami. Meski di akhir aku akan selalu memutuskan untuk mengalah.

...

Bandung.
Tidak jauh sebetulnya buatku memutuskan untuk ketemuan dengannya. Tapi tidak! Aku belum tertarik untuk bertemu dengan 'perempuanku'. Ini masih bisa dikondisikan. Kami bisa jadian tanpa perlu bertemu. Seperti sebelum-sebelumnya. Tya juga terlihat mulai tertarik denganku. Aturan frekuensi untuk mengirim pesan mulai berjalan baik.

Beberapa waktu, dia akan menunjukkan rindunya lewat bait kata yang disamarkan. Sampai di sini. Aku mulai mengarah ke ranah pribadinya. Masalah-masalahnya. Soal status. Serta soal-soal lainnya. Aku cukup jadi pembalas pesan. Tidak perlu jadi pembalas pesan yang baik. Cukup balas pesannya. Itu sudah menunjukkan bahwa aku seolah mendengarkan ceritanya. Beberapa orang hanya butuh didengar, tidak minta diberi solusi. Dan Tya adalah satu dari beberapa orang tersebut.

Oke. Sudah diputuskan. Ini akan segera berakhir.

...

Tinta Merah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang