Chapter 08 : Menulis Ulang Rekaan Lama

220 39 9
                                    

"Selamat datang, sang penglihat masa depan."

Murid lain mulai saling berbisik ketika Tuan Jersey mengatakan kemampuanku. Ini bukanlah situasi yang nyaman. Sejak dulu aku selalu menyembunyikan kemampuanku. Namun disebar di depan umum seperti ini ... rasanya membuatku ingin berlari sejauh mungkin dan bersembunyi.

"Baiklah, mari kita mulai. Ayo berbaris seperti biasa." Tuan Jersey bertepuk tangan sebanyak tiga kali guna mengambil alih atensi. Semua murid mulai berbaris, termasuk aku. Orang yang berdiri di barisan paling depan segera menunjukkan kebolehannya.

Orang tersebut sepertinya memiliki kemampuan untuk mengendalikan elemen tanah, karena saat dia menyentuh tanah, tanah yang ia pijak mulai meninggi.

Tuan Jersey mengangguk-anggukan kepalanya. "Perkembangan yang cukup bagus, Andre. Pertemuan selanjutnya, cobalah untuk meninggikan tanah yang ada di depanmu."

Lelaki bernama Andre itu tampak senang karena dipuji. Dia menurunkan kembali tanah ke posisi semula, kemudian menganggukkan kepala dan keluar dari barisan.

Murid selanjutnya, dia maju beberapa langkah, kemudian duduk di atas tanah. Begitu tangannya menyentuh tempat ia menapak itu, beberapa kuntum bunga tumbuh dengan kecepatan luar biasa, mekar seakan ini sedang musim semi.

"Kerja bagus, Anna. Mungkin pertemuan selanjutnya kamu dapat mencoba untuk menumbuhkan pohon."

Gadis itu mengangguk senang, sebelum akhirnya keluar dari barisan.

Saat sedang asyik memperhatikan, aku merasa ada seseorang yang menepuk bahuku. Aku menoleh, mendapati seorang gadis berambut pendek keriting dengan kulit gelap tersenyum padaku. "Hai, boleh berkenalan denganmu?"

Aku mengangguk. "Namaku Anise."

"Aku Charlotte, kamu boleh memanggilku Charl agar lebih mudah. Oh iya, kemampuanmu dapat melihat masa depan, ya? Kalau begitu, apakah kamu bisa melihat siapa yang akan menikahiku di masa depan nanti?" Charl berbicara sepanjang itu dengan satu tarikan napas.

Aku mengelus tengkukku, lalu menggeleng pelan.

"Kamu membuatnya takut, Charl." Seseorang yang berbaris di belakang Charl menjitak pelan kepalanya. Orang tersebut memiringkan kepala, tersenyum melihatku. "Tolong maklumi kelakuan temanku ini. Dia memang sedikit gila."

"Apa maksudmu, Emma? Bukankah kalau aku gila, itu berarti kamu juga gila karena berteman dengan orang gila?"

Gadis bernama Emma itu bersedekap. "Justru karena aku waras, aku rela berteman denganmu dengan harapan kamu akan menjadi waras."

"Dusta macam apa ini?" Charl memutar-mutarkan jari telunjuknya di samping kepala.

Emma memutar bola matanya. "Terserahmu saja. Ah, sebelum itu, alangkah baiknya kita berkenalan. Namaku Emma, pawang kegilaan Charl."

"Aku Anise," balasku.

Charl dan Emma kembali berdebat, entah apa yang mereka debatkan, aku kurang paham. Aku lebih memilih untuk menyaksikan pertunjukan kemampuan anak lain. Mereka sepertinya rajin berlatih meningkatkan kemampuannya.

Sekitar setengah jam menunggu, tibalah giliranku. Aku sebenarnya sedikit bingung, apa yang harus kutunjukkan kepada Tuan Jersey.

"Coba lihat masa depan, apapun itu," perintah Tuan Jersey.

Aku menegup air liur, menggeleng pelan. "Aku tidak bisa melihat masa depan sesuka hatiku."

"Tidak bisa?"

"Iya ... potongan kejadian dari masa depan dapat kulihat secara spontan, datang dengan sendirinya. Aku tidak bisa memilih kapan penglihatan itu datang," jelasku.

"Hmm ... kalau begitu, cobalah untuk mulai melihatnya." Perkataan yang terlontar dari mulut Tuan Jersey sukses membuat keningku berkerut. "Duduklah di bawah pohon itu. Kamu tidak boleh pergi ke kelas selanjutnya ataupun pulang sebelum bisa melihat masa depan."

Aku terpaku di tempat. Tadi ... apa yang baru saja dia katakan?

Aku tidak boleh ke manapun sebelum dapat melihat masa depan?

***TBC***

SyndromesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang