Seulgi yang baru saja tiba di kedai terlihat berjalan agak cepat. Gadis itu tidak berjalan menuju station miliknya melainkan menuju ruang kerjanya yang bisa dibilang sering terbengkalai. Tanpa basa-basi, Seulgi menyalakan komputer yang ada di sana dan mulai mengetikkan beberapa huruf dalam kolom pencarian. Kedua matanya terlihat begitu serius membaca kata demi kata yang tertera di layar bercahaya tersebut dan tidak berapa lama mulutnya terbuka membentuk huruf 'o'.
"Daebak!" serunya setelah berhasil menemukan apa yang dia cari.
"Apanya yang daebak?" mendengar sebuah suara yang tiba-tiba hadir, Seulgi yang kaget hampir saja melempar buku yang berada di sekitarnya.
"Kkamjagiya! God damn it, Amber Liu!" Amber hanya tertawa melihat Seulgi yang terkejut.
"I was calling you many times duh," Jelas Amber sambil duduk di salah satu sofa yang ada di sana. "Something happened?"
"No, aku cuma lagi cari tau tentang sesuatu." Seulgi kembali membaca serangkaian kalimat yang ada di sana, berusaha menelaah kalimat-kalimat itu agar dapat di mengertinya.
"Sesuatu? Mwoji?"
"Am, you know what?"
"No."
"Ya!" kali ini Seulgi benar-benar melempar buku itu kepada Amber.
"Okay-okay, what is it?"
"Irene," Seulgi menata duduknya, mengalihkan pandangan dari layar komputernya sejenak dan menatap Amber dengan raut wajah yang serius. "She's Synesthesia."
"Anestesia?"
"Pabo! Kamu pikir Irene sejenis obat bius?"
"Then? Sin-what?"
"SI-nestesia, yang tipenya grapheme-to-colour. Contohnya nih ada yang bisa melihat warna di musik atau bau-bauan, tapi Irene, dia di angka sama huruf."
Amber bengong, tatapan matanya terlihat kosong. "I ... don't get it, Seul."
"Dari yang aku baca, misalnya nih kopi. Kopi kan punya aroma citrus, buat sinestesia yang menerjemahkan bau menjadi warna, dia bakal bilang bukan citrus tapi pink atau ungu. Lalu, ada sedikit aftertaste winey-nya yang menurut mereka bisa jadi itu hijau bagi sinestesia perasa, paham?"
"Sedikit," jawabnya. "Terus kalau Irene yang kaya gimana?"
"Kalau dia, A itu merah, E itu kuning, dan angka delapan itu abu-abu." Seulgi menyandarkan tubuhnya lalu menatap Amber yang masih terdiam. "Get it?"
"Aniya."
"Same." Katanya menyerah untuk memahami seperti apa sinestesia itu sebenarnya. "Dan dari yang aku cari di internet, you know what? Jinjja daebak! Aku merinding bacanya. Ternyata Irene genius, Am! Billy Joel, Patrick Stump, Marilyn Monroe juga sama kaya Irene, keren, kan?"
"Okay, so, what the problem is?"
Seulgi kembali menyandarkan punggungnya, jari-jari tangannya terlihat bermain-main di atas meja. "Dia bilang mau tukar bakat dia sama semangatku."
"What?"
Flashback On.
"Aku ... sinestesia, Seul." Irene mencoba menjelaskan kondisi yang sebenarnya pada Seulgi setelah kejadian bersama Joy dan Wendy tadi.
"You-what?" tanyanya bingung dengan perkataan Irene.
Irene justru tertawa, dia tau Seulgi akan bingung dengan hal yang dia maksud. Dengan sabar, Irene berusaha sebisa mungkin menjelaskan sejelas-jelasnya seperti apa sinestesia yang dia alami. Bagi sebagian orang yang mengalami hal tersebut ada yang menganggap bahwa hal ini positive, sebagiannya lagi biasa saja karena sudah mulai terbiasa. Irene juga menjelaskan bahwa sinestesia yang dia alami adalah turunan dari ibu kandungnya. Gadis itu juga menjelaskan bagaimana setiap huruf di dalam otaknya mempunyai warna meskipun tulisan tersebut berwarna hitam. Bagi Irene, hal tersebut terjadi secara alami ketika warna itu terlihat begitu saja baginya, dan kalau ada satu huruf saja yang hilang atau berbeda, maka satu kata tersebut bisa berbeda warna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rendezvous Coffee Bar
Fanfictionseulrene (seulgixirene) kryber (krystalxamber) jiseul (jisooxseulgi) gxg