Anxiety

296 45 10
                                    


"Wah, aku menjadi merasa istimewa hingga kau repot-repot membuatkanku sup."

Aku tersenyum girang ketika mendapati wanita yang kutelpon sekitar sejam yang lalu sudah berdiri di ambang pintu sambil membawa sebuah termos di tangan kirinya.

"Wah, aku menjadi merasa menyesal telah mebawakanmu sup ini, sungguh," jawabnya dengan intonasi yang ia buat-buat mengikuti kalimatku tadi –mengejek.

Aku tergelak mendengar jawabannya.

Ia berjalan mendekatiku dan duduk di atas sofa yang berada di ujung kamar. Meletakkan tasnya lalu membawa termos tadi ke hadapanku.

"Aku sungguh berharap kau belum makan," ucapnya sambil menuangkan sup hangat tersebut ke dalam dua mangkuk.

"Tapi sayangnya aku sudah makan," jawabku yang dibalas dengan hentakan keras mangkuk di depan mataku.

"Yah, mau kau sudah makan atau belum, kau harus menghabiskan ini. Aku tidak ingin perjuanganku sia-sia menunggu lama di restoran hanya untuk sup ini." Ia meletakkan satu mangkuk lagi di hadapannya, menyendokkan sup tersebut, menghembusnya dengan perlahan, lalu segera melahapnya dengan takus.

"Dasar! Aku kira kau yang membuat ini, tapi baiklah. Anggap saja aku menghargai niat baikmu," aku juga segera menyendokkan sup tersebut ke mulutku.

"Omong-omong kau sakit kenapa?" Tanyanya sambil mengunyah.

"Kau tidak baca berita memangnya? Aku sungguh ragu kau adalah penggemar kami."

"Bukan begitu. Aku langsung ingin menelponmu ketika tahu berita itu. Buat apa membaca jika aku bisa bertanya langsung," katanya enteng.

"Biasa. Jadwal padat, kurang makan, kurang istirahat dan kurang.." sedetik aku berjeda, lalu kembali melanjutkan kalimatku, "dan kurang perhatian." Aku dapat melihatnya mencibir ketika aku mengatakan itu.

"Kau seperti hidup kurang kasih sayang saja sampai mengatakan hal seperti itu, Taehyung."

Aku buat wajahku sememelas mungkin lalu mengangguk lemah. "Aku memang kurang kasih sayang. Beri aku perhatian, Juseyo."

Ia bergidik ketika aku melakukan aegyo. "Ya! Kau yakin penggemar kami. Semua penggemarku meyukai aegyo kenapa kau menatapku horor?"

Namun setelah aku mengatakan itu ia malah tertawa terpingkal-pingkal. Ya ampun, Taehyung-ah! Benar juga yaa? Seharusnya aku menyukai itu. Tunggu, aku memang menyukainya kalau orangnya itu bukan kau," katanya masih dengan tawa.

"Memang apa bedanya aku dengan member lain. Bukannya aku malah yang paling tampan?" Aku melipat tanganku di atas dada dengan kesal.

Sora memandangiku dengan satu alis terangkat, "kenapa kau berbicara seperti itu seakan-akan itu adalah hal yang sangat penting bagimu?"

"Tentu saja ini penting bagiku!" Aku sedikit berteriak membuat Sora tersontak kaget, "... kalau tidak kau merusak namaku sebagai lelaki tertampan di muka bumi," lanjutku dengan suara canggung.

Sial! Kenapa aku gampang kehilangan kontrol jika berhadapan dengannya.

Lagi-lagi Eunsol malah menjawab seluruh kalimatku dengan gelak tawa. "Ya Ampun! Aku tak paham kenapa kau begitu menggemaskan jika bersikap seperti ini."

Aku benar-benar mengutuk pipi sialan ini jika ia menyeburkan semburat merah. Tapi aku yakin ia melakukannya. Sial. Sial. Sial. Sekarang aku benar-benar berharap melenyap dari bumi.

Namun dengan sisa-sisa keberanianku, kucoba menatap Eunsol. Ketika mata kami bertemu ia segera memalingkan wajahnya dengan cepat.

"Ka-Kau bilang apa tadi?" Cicitku lemah. Lebih tepatnya jantungku yang membuat suaraku semakin tidak berdaya. Tekanan tidak normal, suasana yang canggung, arrgh, aku benci suasana ini.

Sunrise in Seoul • 2/7Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang