Terror

436 61 38
                                    


Haruskah aku menelponnya?

Mungkin terdengar berlebihan. Namun sejak punggung Eunsol benar-benar menghilang dari penglihatanku hingga sekarang –Jika kau mau tahu sudah berapa lama waktu di antara itu, jawabannya adalah tepat sejam– aku tak henti-hentinya memperhatikan ponselku.

Ketika aku berguling dengan gelisah, tiba-tiba ponselku berdenting. Aku segera mengambilnya dari atas nakas di sampingku dengan cepat. Namun nyatanya itu bukanlah pesan yang kutunggu. Senyum yang berlangsung tak sampai lima detik langsung menghilang, tergantikan dengan kernyitan dahiku.

Unknown Number:
Your game in my hand.

Tidak ingin ambil pusing dengan pesan spam yang aku rasa ulah para sasaeng  yang selalu saja berani menganggu, aku meletakkan ponselku di samping ranjang dan menghempaskan badanku.

Tak lama kemudian manager hyung masuk tanpa salam ke kamarku dengan wajah mengejek.

"Apakah kencanmu berjalan lancar?"

Aku mendecih.

"Tidak berjalan mulus ya? Ck, sudah rela-rela menunggu seperti bongkahan patung di lobby rumah sakit ternyata tak berjalan lancar," katanya sambil mendekatiku.

"Kau payah Taehyung kalau masalah percintaan. Kau hanya jago merayu," lanjutnya malah membuatku kembali berdecih lebih keras.

"Bukan begitu, Hyung," kataku menyelak, "masalahnya dia pergi begitu saja."

"Kau khawatir ya?"

Tentu saja. Namun aku hanya diam, memilih untuk tidak menjawab pertanyaan hyung.

"Kalau kau khawatir, ya, hubungi saja. Tidak susah," kata hyung lagi sambil mengupas jeruk yang ada di atas meja.

"Itulah kenapa seluruh hubunganmu kandas begitu saja, Taehyung. Diputusi lewat pesan lagi," lanjutnya dengan mencibir yang membuatku semakin jengah.

"Jangan bicara masa lalu dong, Hyung. Aku pastikan yang ini berbeda," kataku sambil mendengkus kecil.

Manager hyung lagi-lagi hanya mengejekku lewat tatapannya itu. Mengesalkan, sungguh. Seperti kencannya berjalan mulus saja. Terakhir ia berkencan saja sekitar setahun yang lalu, bagaimana dia begitu percaya diri memberikan saran cinta seperti ini?

"Makanya, Taehyung-ah, kubilang, masalah percintaan itu mudah. Rindu, khawatir, bingung, masalah, ya segera dihubungi, jangan tunda-tunda."

Sebenarnya wajah hyung itu tidak cocok sama sekali berbicara perihal cinta, namun kebetulan apa yang ia katakan benar aku mau tak mau sedikit tertegun.

"Kalau begitu aku telpon. Tapi hyung keluar lagi," kataku memerintah yang disambut tawa olehnya.

"Baik, baik. Untuk urusan percintaanmu apa yang tidak kulakukan," katanya sambil mengunyah jeruk dan segera bangkit. Berjalan menuju luar.

Ketika aku benar-benar sudah yakin hyung tidak berada di dekat kamarku untuk menguping, aku segera menelpon Eunsol.

Suara nada sambung yang terdengar hanya membuatku semakin khawatir. Apakah betul ia tertimpa hal yang buruk? Kenapa aku begitu khawatir?

Namun dadaku semakin bergumuruh ketika suara yang kudengar dari seberang sana jelas-jelas bukan suara Sora.

"Yeobsaeyo? Taehyung Oppa?" Suara dari ujung sana terdengar begitu halus dan manja.

"Ka-Kau siapa?"

"Oppa tak mengingat suaraku. Kalau begitu aku akan beri tahu nama margaku. Aku gadis Song. Apakah Oppa mengingatku sekarang?"

Sunrise in Seoul • 2/7Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang