7. Hilang

23 6 0
                                    

Nama Pena : Zack

“Hoaamhh...” Kaz menguap lalu mengucek-ucek kedua matanya.
Sudah berapa lama aku terlelap?
Pandangannya masih belum terlalu jelas, tapi dia tahu dia sedang berada di dalam kelas X MIPA 8. Tidak seperti biasanya, kelas yang setiap hari selalu ricuh itu terasa sangat tenang dan nyaman.
Kaz melihat ke sekeliling. Jam menunjukkan pukul 9:45. Semua teman-temannya terlihat begitu serius hari ini. Tidak ada yang berbicara, bahkan suara teriakan Pak Gatot, satpam sekolah di gerbang yang jaraknya sangat jauh dari kelas, dapat terdengar. Dia tidak tahu entah itu karena memang suara Pak Gatot yang sangat keras atau kelas ini yang terlalu diam.
Tapi....
Kaz mulai berpikir. Jika memang benar suara Pak Gatot sangat keras, pastilah suara Pak Gatot tidak akan terdengar karena kelas sebelah dan sebelahnya lagi juga tidak pernah hening.
Ah tidak tidak...
Suara Pak Gatot memang selalu keras. Jadi, adalah hal yang biasa jika Pak Gatot berteriak, suara Pak Gatot akan selalu terdengar sampai ke seluruh penjuru sekolah, baik Pak Gatot berada di gerbang sekolah, Pak Gatot di kantin, Pak Gatot di perpustakaan, Pak Gatot di lapangan basket, atau Pak Gatot berada di rumahnya (tunggu, Pak Gatot tinggal di sekolah). Tapi, ada rumor kalau suara Pak Gatot hanya dapat dikalahkan dengan suara yang memiliki frekuensi yang sama dengan Pak Gatot dan hanya Pak Gatot-lah yang mampu mengeluarkan suara jenis Pak Gatot itu. Jadi, yang dapat mengalahkan suara Pak Gatot tak lain adalah Pak Gatot sendiri. Tunggu, yang sedang dibahas bukan tentang lawan suara Pak Gatot, tapi apakah suara Pak Gatot dapat.....
Pak Gatot, Pak Gatot, Pak Gatot, Pak Gatot, Pak Gatot.....
Pikiran Kaz mulai memanas. Dia tidak pernah berpikir sekeras ini. Semua ini terjadi karena Pak Gatot, benaknya.
Pandangan Kaz beralih ke teman-temannya. Mereka semua menatap ke bawah, tepatnya ke atas meja mereka masing-masing. Dia melirik teman sebangkunya, Icak. Biasanya Icak selalu bercanda ria dan tidak pernah masuk kelas, alias cabut. Tapi, kali ini Icak tetap duduk di kelas. Sama seperti yang lain, tatapannya mengarah pada mejanya yang penuh dengan coretan. Keringat dingin terlihat bercucuran membasahi wajah Icak, pertama kalinya Kaz melihat sohibnya seperti itu. Bahkan kertas putih di dekat coretannya basah karena keringatnya.
Apakah begitu besar cintanya pada coretannya sendiri, Cak? Icak, Icak... Aku tahu coretanmu itu memanglah penuh lawakan dan sindiran, Cak. Bahkan ada yang bilang kalau semua itu sangat cocok untuk diupload di situs Icak. Tapi, ingatlah, Cak. Coretanmu tidak akan pergi kemana-mana, Cak. Jadi, tenang aja, Cak. Nggak perlu diliatin seperti itu, Cak. Sekali lagi, Cak, coretanmu nggak akan hilang, Cak. Kecuali kalo Pak Gatot datang razia dan.... Aduh, Pak Gatot lagi....
Kaz menggeleng-gelengkan kepalanya. Lagi-lagi Pak Gatot terbayang-bayang di pikirannya.
Dia melihat ke sekelilingnya sekali lagi. Benar-benar hening. Semua siswa tertunduk menatap meja mereka masing-masing. Merasa penasaran, Kaz melirik ke meja guru. Mengapa meja guru? Karena satu-satunya penyebab kelas menjadi sangat hening adalah kehadiran Pak Gatoot. Benar, Pak Gatoot. Setiap Senin setelah upacara, wali kelas Pak Gatoot, guru olahraga dan matematika di kelas selalu masuk kelas tepat waktu dan setiap Pak Gatoot masuk, kelas selalu tenang.
Benar saja, Pak Gatoot sedang melirik-lirik jam tangannya. Konon jam tangannya bermerk Sw*tch itu  sudah berusia lebih dari 30 tahun. Tapi, bahan logam yang melapisi jam itu masih baru dan kononnya lagi, tidak pernah diperbaiki apalagi diganti. Hmm... Lupakan persoalan jam tangan, karena...
“Hahh...” Kaz menghela napasnya pelan-pelan.
Lega sudah pikiran Kaz. Ternyata jawaban di balik mengapa kelas begitu hening adalah Pak Gatoot berada di dalam kelas. Sekarang, Kaz bersiap-siap untuk kembali tidur, kembali melanjutkan mimpinya menjawab soal ujian semester akhir dengan sangat mudah. Bahkan, Pak Gatoot yang mengawas sekalipun bukanlah masalah baginya.
Pandangan Kaz gelap. Tentu saja, karena dia sudah memejamkan kedua matanya dan menidurkan kepalanya di atas kedua tangannya, tipikal siswa yang tidur di kelas.
...
...
...
Begitu hendak terlelap, sebuah pertanyaan melintas di pikirannya...
Tapi, mengapa semua kelas tetangga juga hening, ya?
Beberapa detik setelah itu...
“BAIK WAKTUNYA SELESAI! LEMBAR JAWABAN DIKUMPULKAN DARI PALING BELAKANG. YANG PALING DEPAN ANTARKAN KE MEJA SAYA!”
...
...
...
“APAAA?!?” teriak Kaz memenuhi ruangan, menggema ke penjuru sekolah, bahkan mengalahkan teriakan Pak Gatot di rumahnya.

Saat itu juga Kaz sadar nilai ujian akhir semesternya sudah hilang.

Kumpulan Mini Fiksi Bertema HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang