Suara blender mendominasi hening yang tercipta di dapur apartment keluarga kecil Park. Jimin tengah membuat smoothies pisang dengan campuran bubuk coklat. Disisi lain, didepan meja pantry, Yoongi tengah mengoles roti yang sudah dibakar dengan selai kacang.
"Sayang, ini mau banyak apa sedikit?"
"Setengah lebih sedikit, tapi jangan banyak-banyak."
Jimin hanya menghela nafas, sembari menyiapkan gelas untuk smoothies mereka. "Jadinya banyak apa sedikit, hmm?"
"Tengah-tengah." dan diikuti cengiran oleh sang istri.
Jimin hanya mengangguk pelan. Ia menuangkannya kedalam gelas putih bening dan membawanya ke meja. Kemudian ia menyodorkan satu pada sang istri untuk ditukar dengan roti bakar.
"Hari ini mau ikut ke kampus?" tanya Jimin setelah menggigit roti bakarnya.
"Mmm.. Aku bingung. Jika hanya disini, aku akan mati bosan. Tapi jika ikut ke kampus, aku mau apa? Aku sedang cuti semester ini, dan belum tahu kapan akan mengambil skripsiku."
"Tidak mau mengunjungi eomoni?"
Yoongi menyeruput sedikit smoothies buatan Jimin, "Ibuku atau ibumu?"
"Ny. Park. Kau sudah lama tidak berkunjung ke rumah orang tuaku. Sekalian saja nanti kau aku titipkan disana sampai aku selesai kuliah." Dengan santainya Jimin mengunyah roti bakarnya tanpa menyadari raut wajah sang istri yang berubah masam.
"Memangnya aku bayi?! Kenapa aku harus dititipkan?!" teriakan itu melengking memenuhi ruang kosong di sekitar mereka. Bahkan membuat Jimin yang sedang menyeruput smoothies buatannya sendiri terkejut.
"Sayang, kecilkan suaramu. Bayi kecilku bisa terkejut di dalam sana."
Spontan Yoongi melirik ke bawah, ke perutnya sendiri yang sudah semakin buncit dan besar. "Ah, benar. Aku sudah berjanjiㅡ" dan tangannya terulur untuk mengelus pucuk perutnya sendiri, "Sayang, maafkan bunda ya. Bunda kelepasan. Habis, ayahmu menyebalkan seperti biasa. Bunda janji tidak akan seperti itu lagiㅡkecuali jika ayahmu juga mengulanginya lagi." Yoongi terkekeh setelah bisikan kecilnya pada sang janin.
"Hey, kenapa jadi aku yang disalahkan?" Jimin berteriak protes sambil menggebrak meja pantry yang bahkan terbuat dari marmer.
Yoongi justru mendelik memandang Jimin, "Lihatlah, ayahmu jadi sensitif sekarang. Dia bahkan belum menyapamu pagi ini." Yoongi membuat gerakan memeluk perutnya dengan kedua lengannya seolah ingin melindungi kandungannya dari bahaya.
Batin Jimin mengiyakan, benar juga ia belum menyapa anaknya pagi ini. Terlalu sibuk memikirkan kuis statistik nya dan membuat sarapan. Maka ia segera bangkit, memutari meja pantry untuk menghanpiri Yoongi. "Astaga, maafkan ayah ya, sayang. Ayah lupaㅡ" kemudian ia berjongkok di hadapan Yoongi yang sudah memutar kursinya untuk menyambut sang suami. "Pagi, malaikatku. Bagaimana kabarmu hari ini? Sehat, kan? Semoga kau sehat selalu sampai kau keluar menyambut dunia bersama kami." Jimin mendongak, menatap wajah sang istri yang tersenyum. Tangannya kemudian mengelus perut buncit Yoongi yang tertutup sweater kebesaran berwarna caramel. "Salam cinta dari ayah, juga ibumu yang sering merajuk minta ini itu."
Sebuah pukulan kecil melayang ke lengan sisi kanan Jimin, dan sebuah rona merah lantas menjalari pipi Yoongi hingga kemerahan. "Dasar tidak ikhlasㅡ"
Jimin hanya menyunggingkan cengiran dan mengalihkan atensinya kembali pada sang janin di dalam perut Yoongi. "Tidur yang nyenyak ya sayang. Meskipun sekarang disana gelap, tapi nanti jika kau keluar kau akan melihat indahnya dunia." Lantas Jimin mencium perut Yoongi, menempelkan bibirnya agak lama sambil mengelusnya. Pun Yoongi ikut mengelus rambut hitam Jimin dan tersenyum haru.
"Terima kasih Jimin untuk terus menjaga kami."
Kebiasaan kan update tengah malem wkwk.
Baru pulang main soalnya.
Untuk kali ini, boleh dong minta cuap-cuap kalian di kolom komentar?
Biar rame gitu, dan biar aku bisa ngobrol sama kalian.Oke, salam Cinta dariku ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Jimin's Little Breath ㅡMy
FanfictionKehidupan Park Jimin, si anak kuliahan, dengan istrinya Park Yoongi yang tengah memasuki triwulan 3 kehamilannya.