Chapter III

11K 1.1K 117
                                    

Haechan merasa sedikit malas untuk berangkat sekolah pagi ini, pasalnya pagi tadi dirinya mengalami kejadian yang agak buruk kala sarapan.

Orangtuanya sudah menghilang semua, ayahnya sudah pergi ke rumah sakit dan ibunya pun demikian, sudah pergi melakukan liputan entah kemana tanpa memberitahunya terlebih dahulu.

Inilah hal yang paling ia benci sepanjang masa. Dirinya tidak akan masalah jika ditinggal oleh kedua orangtuanya, hal itu sudah biasa, namun yang ia sayangkan adalah kala mereka pergi dengan tanpa memberinya salam perpisahan terlebih dahulu. Setidaknya mengecup keningnya terlebih dahulu atau mungkin sekedar pamit dengan kata-kata, hal itu sudah cukup untuk membuatnya senang.

Bukan malah asal pergi dengan begitu saja, seakan eksistensinya di muka bumi ini tidak penting sama sekali.

"Haechan, kau dipanggil Moon Saem ke ruang guru, dengan Mark."

Wajah milik Haechan seketika langsung berubah menjadi datar kala nama milik orang yang sedang dihindarinya itu disebut oleh sang ketua kelas.

Ia menghindari pria itu bukan karena tanpa alasan, tapi tahu sendirilah sejak kejadian bejad yang dilakukan oleh pria itu kepadanya beberapa hari yang lalu, jujur dirinya sedikit agak takut padanya.

Bagaimana tidak takut jika setiap kali bertemu kejadian memuakkan itu selalu menggentayangi pikirannya. Membuatnya merasa begitu paranoid, takut-takut jika Mark akan mengulangi perilaku tidak bermoralnya itu kepada dirinya.

"Bukan urusanku, kau cari dan beri tahu sendiri saja dia." Haechan berdiri dari duduknya, mengendikkan bahu tak acuh lalu pergi berlalu melewati sang ketua kelas dengan begitu saja.

"Kau? Benar-benar!" Hyunsoo mengeram menahan kesal dengan tingkah menyebalkan dari Haechan. Matanya menyipit tajam, menyiratkan seolah dirinya ingin memenggal habis kepala milik bocah itu.

.
.
.
.

"Kudengar, kau ada masalah dengan teman sekelasmu."

Haechan mendongak. Matanya langsung bertabrakan dengan tatapan tajam yang saat ini sedang dilayangkan oleh sang ibu kepadanya.

Suasana makan malam yang tadinya berlangsung hangat dan menyenangkan langsung berubah menjadi sedikit agak senyap. Terlihat Haechan hanya merapatkan bibirnya, dengan ayahnya yang juga sama diamnya, hanya memerhatikan interaksi keduanya dengan tenang.

"Tidak ingin menjawab pertanyaan ibu, 'nak?" Ye Ji, Ibu Haechan melayangkan senyuman tipisnya kepada sang anak.

"Membuat kegaduhan adalah hal yang lumrah terjadi di kalangan remaja." Yuta mulai mengeluarkan opininya saat dilihatnya putra tunggalnya nampak bungkam, merasa terdesak dan terintimidasi dengan aura mengancam yang diuarkan oleh istrinya tersebut.

"Aku tidak bisa menganggapnya lumrah jika itu menyangkut putraku." Tatapan dari wanita berparas ayu itu nampak semakin menajam. Garpu digenggaman terlihat dirematnya dengan kuat.

Haechan menundukkan kepalanya dengan gusar, dan risau. Merasa agak gugup, ia merasa bersalah kepada ibunya. Ibunya adalah sosok yang begitu benci keributan, tidak suka perkelahian, dan paling benci jika dirinya terlibat ke dalam hal-hal yang dibencinya tersebut.

Terlebih jika ia terlibat pertengkeran dengan seseorang yang bisa dibilang tidak sesuai dengan kelas mereka. Pertengkaran kampungan, yang begitu norak, tidak elegan juga sama sekali tidak berkelas.

"Jangan buat reputasi diri sendiri menjadi buruk, nak. Ibu sudah menurutimu untuk bersekolah di sekolah reguler, jika kau masih banyak tingkah, ibu akan memfokuskanmu pada karir atletikmu." Se Yi meletakkan sendoknya dengan anggun di atas meja, mengelap tangannya elegan dengan menggunakan sapu tangan sebelum memilih beranjak dari kursinya.

SEIZURE [MARKHYUCK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang