1

114 6 7
                                    

           

1

Hening.

"Nah, kalau diam seperti ini, kan enak," ujar kepala sekolah, "saya jadi lebih mudah menguak informasinya,"

"Jadi, bagaimana awal kejadiannya? Aluna? Kamu bisa menjelaskan?"

Merasa terpanggil, cewek yang tengah bersandar pada sofa itu bangun dengan malas. Dia masih diam, menatap sekeliling.

"Ayo sayang, jelasin yang sebenarnya!" Suruh Mama.

"Aluna gak suka dipaksa, apalagi sampe ditari-tarik," jelas Aluna dengan ogah-ogahan.

"Dia," tunjuk Aluna—dengan menggunakan tongkat keramatnya—ke arah Felix yang selalu memegangi bagian kepalanya. Sakit.

"Malah ngelakuin hal yang gak Aluna suka. Jadi... "

"Bohong! Kamunya kali yang kecentilan! Dasar ganjen—"

"Ma!"

"Heh, jaga ya omongan kamu! Anak saya udah ngomong jujur. Sudah jelas anak kamu yang salah. Masih aja nyolot!"

Keadaan kembali ricuh. Ruangan itu seketika berubah menjadi tempat aksi berdemo.

Kepala sekolah hanya terdiam sambil memijit pelipisnya. Lelah karena terus-terusan menangani masalah yang melibatkan Aluna.

"Saya gak mau tau, ya! Anak ini harus mendapat hukuman yang setimpal. Kalau bisa dikeluarkan saja dari sekolah ini!"

"Terserah! Sebelum dikeluarkan, saya yang akan lebih dulu memindahkan anak saya." Mama berdiri, "ayo Aluna, kita pulang! Nanti kamu sekolah di sekolahnya Renjun aja."

Aluna yang tadinya sudah berjalan mengikuti mama jadi berhenti, "ma, Renjun siapa?" Tanyanya dengan raut bingung.

Mama hanya menatap malas dan memutar bola matanya. Memilih untuk mengabaikan pertanyaan bodoh anaknya dan segera menariknya dari ruang kepala sekolah.

...

"INJUUUUUUN!"

Suara Aluna yang cempreng melengking di rumah Renjun. Cowok itu baru saja ingin meneguk air minum yang hampir tersentuh mulutnya. Namun, gara-gara teriakkan Aluna yang super nyaring, membuat ia tersentak kaget. Dan, tumpah.

"HEH! BERISIK!" Renjun gak jadi minum. Dia malah menghampiri Aluna dan membekap mulut cewek itu hingga ia meronta.

"Cuih!"

"Heh! Ngapain lo ngeludah di lantai gue?!"

"Salah sendiri. Ngapain bekap-bekap mulut orang? Kayak gak ada kerjaan aja," jawab Aluna enteng. Cewek itu merogoh saku di celananya dan mengambil tissu basah yang selalu ia bawa kemana-mana. Lantas mengelap bekas bekapan Renjun. Aluna terlalu lebay.

Renjun cuma bisa menghela nafas dan ngambil lap buat ngelap bekas liur Aluna.

Selanjutnya, cowok itu pergi ke dapur. Melihat apa yang akan Aluna lakukan. Lagi-lagi, cewek itu merogoh sakunya dan mengambil sarung tangan disana. Dan, ia pun membuka lemari pendingin dan menatap ke sekelilingnya. Setelah menemukan mangga, cewek itu langsung mengambilnya dengan cepat.

Beruntung Renjun tidak marah. Karena dia memang selalu nyetok buah mangga untuk Aluna.

Setelah mendapatkan buah mangga yang memang selalu dia incar setiap kali main ke rumah Renjun, ia beralih ke wastafel. Mencucinya berkali-kali. Persis seperti menghilangkan liur anjing yang haram dengan air tanah. Sampai tujuh kali usapan. Tapi, kalo Aluna, mungkin puluhan kali usapan.

Padahal kulitnya gak perlu dicuci karena bakalan dikupas. Nanti tinggal dicuci dagingnya aja. Memang dasar Aluna aja yang kelewatan.

Cewek itu pun beralih ke tempat biasa Renjun nyimpan pisau. Diambilnya satu dan ia cuci dengan beberapa tetesan Mama Lemon. Padahal di iklannya cuma disuruh satu tetes aja. Sekali lagi, ini Aluna. Dan, Renjun cuma bisa pasrah kalau sabun cucinya habis dan dia harus beli lagi.

Setelah kulitnya selesai dikupas, Aluna cuci lagi. Kali ini lebih dari tiga puluh usapan. Ya... waktunya sampai bermenit-menitlah. Karena Aluna harus benar-benar mastiin kalau mangganya bersih.

Dan, Renjun cuma bisa natap dengan gak sabar. Karena cowok itu juga pengin makan buah mangganya. Dia menangkup wajahnya di kedua telapak tangannya sambil memandang malas pada Aluna.

Aluna pun beralih ke rak piring. Meraih satu piring plastik dan menatapnya. Benar-benar detail.

"Njun, ini piring dicuci apa enggak, sih?"

"Cucilah!" Ketus Renjun. Aluna cuma bisa mendengus dan mencuci piringnya. Lagi, dengan beberapa tetesan Mama Lemon.

Renjun memang cuma bisa jawab begitu. Karena Aluna sudah sering nanyain pertanyaan yang sama setiap kali dia ngupas dan makan mangga di rumah Renjun. Renjun sudah terlalu terbiasa.

Setelah Aluna membawa piring berisi potongan mangga di meja--tepat di hadapan Zelo--cowok itu langsung berdiri tegap sambil menatap mangganya dengan binaran. Dan, dengan sambaran ala-alanya, dia langsung ngambil garpu dan hampir menusuknya di buah mangga.

"Eh, eh! Enak aja! Gue gak sudi ya kalo pake garpu lo yang gak steril itu!" Aluna mengembalikan piring berisi mangga itu kembali ke meja setelah ia menyembunyikannya di balik punggung. "Nih! Gue bawa garpu sendiri. Kalo ini dijamin. Gak akan ada kuman!"

Renjun cuma bisa memberengut dan mengambil garpu yang sudah disodorin sama Aluna. Selanjutnya, mereka sudah sibuk menikmati buah mangga yang... gak bisa dijabarin betapa enaknya.

Gini-gini, Aluna gak pelit, kok. Dia tahu diri, kali. Mangganya aja ngambil punya Renjun. Pokoknya, kalau sama Zelo, Aluna gak pernah pelit.

"Enak banget, ya, mangganya, sampe mama dateng pada gak sadar."

Tiba-tiba, Mama Aluna sudah berdiri bersebelahan dengan meja. Dan, mereka juga baru ngeh. Untung mangganya sudah habis. Kalo enggak, mama pasti minta.

"Mimi. Hehe, sori, ya, keenakkan makan." Renjun cengengesan sambil meraih tangan Mama Aluna dan menyalaminya. Walaupun sudah lama kenal, Renjun tetap sopan sama Mama Aluna.

Sementara Aluna, cewek itu nampak ogah-ogahan. Dia malah bangkit sambil membawa piring kosong itu untuk dicucinya. Setelah lima menit--mungkin lebih--barulah Aluna balik lagi.

"Jadi, Renjun, Mimi ke sini mau bicara penting banget sama kamu. Gak pa-pa, kan?" Pinta Mama Aluna. Renjun jelas gak bisa nolak. Dia hanya ngangguk pasrah, ditambah perasaannya yang mulai tak enak setelah melihat gelagat Mimi.

"Renjun, gue ke kamar lo ya!"

Aluna sepertinya sudah tahu arah pembicaraan Mamanya. Jadi, dia memilih pergi dari tempat itu. Kamar Renjun pasti berantakan. Dan, Aluna bisa beresin sampai mereka selesai bicara. Lagian, Aluna jelas gak ada kerjaan di rumah, karena semua tempat sudah benar-benar bersih--sampai mengkilat--karena Aluna.

"YAAMPUN RENJUN! INI KENAPA KAMAR LO BERANTAKAN BANGET?!"

Renjun dan Mama Aluna yang mendengar itu hanya bisa mengerutkan dahinya.

"Renjun selalu beresin kamar, loh, Mi. Kriteria yang bersih menurut Aluna tuh, apa, sih, Mi?" Tanya Renjun penasaran. Ia lama-lama juga malas kalau Aluna datang ke rumahnya, terus teriak-teriak gak jelas seperti itu.

"Sudahlah. Gak usah dipikirin. Dia memang begitu orangnya. Mending kita bahas yang akan Mimi omongin."

...

Renjun menghempaskan tubuhnya di ranjang. Kamarnya sudah benar-benar rapi dan wangi. Biasanya, kalau kayak gini, mood Renjun yang sedang jelek pasti akan berubah. Tapi, entah kenapa sekarang enggak.

Mungkin, karena masih mengingat omongan Mimi tadi.

Ya, gimana Renjun gak ingat? Dia disuruh ngawasin Aluna yang katanya mau sekolah di sekolahnya Renjun?! Gila aja! Cuma ketemu Aluna dari pulang sekolah sampai malam aja bikin Renjun naik darah. Gimana kalau seharian?

Duh! Gak tau, deh. Renjun pusing. Kali ini,dia harus ekstra kerja buat ngawasin Aluna yang pastinya juga akan bikin gara-gara di sekolahnya nanti. Liat aja. Gak ada sehari pun yang terlewatkan dengan cewek bernama Aluna.

-Aluna-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang