Poe || Can't Sleep

272 31 2
                                    

Ia tidak pernah merasa segugup ini. Benar-benar tidak pernah merasa segugup ini. Saat menuliskan novel untuk Ranpo pun, dia yakin dengan apa yang dia tulis.

Poe akan menghabiskan waktu semalam suntuk untuk membuatnya. Memastikan kesempurnaan atas karyanya.

Lain halnya dengan malam ini. Tangannya terus mengeluarkan keringat dingin. Sementara jam besar yang berdentang mengingatkan waktu yang terus berjalan. Rakun miliknya, Karl, mondar-mandir dengan gelisah.

Hanya sepatah kata saja, lalu dicoret. Hanya sebait kalimat saja, tapi ia buru-buru meremas kertas dan melemparnya ke tong sampah.

Tulisan ini bahkan bukan untuk Ranpo. Tulisan ini untukmu.

Ya. Kamu.

Sepucuk surat yang menyatakan perasaan terdalamnya padamu.

~~~~~

Kau hanya seorang gadis muda saat pertama kali kalian bertemu. Dengan rambut berwarna (H/c) yang terlihat halus. Senyum yang manis bak seorang putri dari dongeng. Serta mata yang berkilau dengan kehangatan.

Francis memperkenalkanmu pada seluruh anggota Guild yang dia ajak berkumpul.

Poe ingat saat kalian berjabat. Telapakmu yang lembut menyentuh tangannya yang kaku dan kotor oleh bercak tinta. Sesaat, Poe menjadi lebih gugup dan berpikir bahwa dia tidak pantas menyentuhmu.

Tapi genggamanmu begitu lekat. Tatapanmu yang penasaran menembus gelapnya pandangan Poe pada dunia. Tiba-tiba dia merasa kau sudah menemukannya dari dalam lembah yang dingin.

~~~~~

Keahlianmu di Guild adalah mencari informasi. Saat tidak ada tugas, kau terbiasa mengelilingi markas Guild yang luas. Sekedar untuk jalan-jalan.

Pada hari itu, kau penasaran dengan sebuah ruangan terpencil. Pintu gandanya besar dan memberikan kesan suram. Seolah mengusir siapa saja yang berani mendekat. Meskipun begitu, kau mendorongnya hingga terbuka.

Di hadapanmu terpampang kamar yang begitu gelap. Gorden beludru yang tebal memblokir sinar matahari musim semi. Dalam keremangan, kau dapat melihat kertas-kertas dan buku yang berserakan. Serta beberapa sampah bekas makanan.

Instingmu untuk bebersih langsung muncul. Tanpa berpikir panjang, kau mengangkut semua sampah itu keluar. Selanjutnya kau merapikan kertas yang berhamburan, mengembalikan buku ke rak, serta mulai menyibakkan gorden dan membuka jendela lebar-lebar.

Udara musim semi yang segar menyeruak masuk ke kamar. Ada sedikit hawa dingin yang mengikutinya, juga semerbak harum tanaman yang tumbuh. Di kejauhan, sekelompok awan membawa janji gerimis pada sore hari.

Sejenak terkesima memperhatikan pemandangan luar, kau tidak menyadari sepasang bola mata yang mengamatimu.

Kau begitu terkejut saat menoleh, terlebih lagi Poe.

Rambutnya kusut, begitu juga bajunya. Ia baru saja bangun tidur, saat menemukanmu berada di kamarnya. Gulungan selimut tebal yang membungkus diri membuatmu tak bisa melihat sosoknya.

"Ah, ano..., maafkan aku, Poe-san! Aku tidak tahu ini kamarmu. Aku malah sembarangan masuk dan memindahkan barang-barang. Sungguh aku minta maaf!" Tanganmu mengatup di depan wajah seperti menghaturkan sembah.

Poe pun tergagap, bibirnya membuka dan mengatup berkali-kali tapi tidak ada suara yang kunjung keluar.

"Ka-kalau begitu, aku permisi dulu!" Kau buru-buru melangkah keluar untuk menghindari suasana canggung lebih lanjut.

Tapi suara Poe yang pelan dan dalam mengagetkanmu.

"Tidak apa-apa. Kau boleh berkunjung ke sini..., kalau kau mau. Aku punya teh dan kopi."

Sejak saat itu kau sering datang ke kamarnya. Entah untuk sekedar menyapa, menyampaikan misi, ataupun mengobrol dan menikmati waktu bersama Poe.

Hubungan kalian menjadi semakin dekat. Dan suatu rasa tumbuh pada hati Poe seperti tanaman liar yang tak dapat dikendalikan.

Sulurnya terus menjajah dada dan kepala. Sampai akhirnya menjarah seluruh pikiran, waktu, dan tubuh. Entah bagaimana caranya, ia harus menghentikan siksaan ini.

~~~~~

Dan di sinilah dia. Terombang-ambing dalam gelombang keputusasaan. Pandangannya sudah buram sejak tadi. Godam berkali-kali menghantam tengkorak, jantungnya tercekik memeras darah, isi lambungnya seakan bisa keluar kapan saja.

Beberapa jam lagi, tanggal 14 Februari akan tiba. Sementara itu, kertas yang seharusnya menumpahkan perasaannya masih kosong.

Tetesan lilin menggenang di tatakannya, dengan nyala yang semakin redup. Ia ingin menyerah saja, dan mengunci diri seharian agar tidak usah bertemu denganmu.

Tapi takdir berkata lain.

Bunyi ketukan pintu meruntuhkan semua rencananya.

"Poe-kun...?" Suaramu yang lembut menyeruak masuk.

"Aku tidak bisa tidur nyenyak malam ini. Sepertinya kau juga ya? Boleh aku menumpang istirahat di sini?" Nadamu terdengar lelah, dan kau masuk tanpa mendengar jawaban dari Poe.

Tanpa sungkan, tubuhmu merebah di atas tempat tidur. Bergelung di antara guling, bantal, dan selimut. Lewat mata yang setengah watt kau menepuk sisa tempat yang berada di sebelahmu.

"Ayo, malam ini kabut turun lagi, lho. Pasti akan jadi lebih dingin," omonganmu terpotong oleh kuapan kantuk. Sepertinya sebentar lagi kau akan jatuh terlelap.

Entah dorongan dari mana, mungkin dari rasa lelah yang juga menghinggapinya. Atau mungkin suaramu yang menghipnotis. Atau karena Poe sadar, mungkin saja ini kesempatan sekali seumur hidup.

Ia berjalan ke arahmu, dan membaringkan dirinya di sampingmu.

Lilin sudah benar-benar padam sekarang. Hanya ada cahaya bulan dari kabut dan tirai yang tersingkap. Pantulannya berkilau di atas iris mata kalian berdua.

"Selamat malam, Poe-kun."

"Selamat malam, (Y/n)-chan."

Bisikan kalian yang teredam nyanyian para jangkrik.

Sebelum akhirnya memejamkan mata dengan damai. Mengunjungi alam mimpi dalam dekapan satu sama lain.

·

·

·

·

·

·

·

·

·

·

·

Gimme that can't sleep love
I want that can't sleep love
The kind I dream about all day
The kind that keeps me up at night
Gimme that can't sleep love~

Komorebi ; Bungou Stray Dogs Oneshots AnthologyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang