Part 4

37 5 1
                                    

"Ra, kamu suka raihan ya?" Tanya okta membuatku tertegun. Pertanyaan itu membuatku berpikir panjang.

"Apa benar aku menyukainya? Kenapa? Aku bahkan tak mengenalinya. Dia bahkan tak tau siapa aku." Tanyaku dalam hati.

Hatiku yang mantap mengatakan aku jatuh cinta tiba-tiba goyah. Aku tak menjawab pertanyaan okta. Ia kembali membuka mulut dengan berkata,
"Jangan suka dia. Dia sudah dekat dengan risna, sahabatku. Mereka sangat dekat. Raihan pernah mengantarkanku dan risna pulang. Ia mengiringi kami dari belakang. Sudah lama mereka saling mengenal. Hingga saat ini mereka masih dekat. Chatting setiap hari menggunakan banyak simbol hati, cium, dan bahkan peluk. Kau takkan mungkin bisa mendapatkannya. Lagian, dia takkan tertarik padamu. Ia menyukai wanita yang kalem, namun bukan kutu buku."

Sontak aku berdiri dan kembali ke tempat dudukku. Membuka buku dan mulai membaca, berusaha menghilangkan kekesalanku atas ucapan okta yang begitu spontan dan terkesan merendahkanku. Ya, begitu caraku menenangkan diri. Aku diam, mendengar ucapan teman-temanku yang sedang menegur okta atas perkataannya.

"Apa sih Ta, gausah sotoy deh. Ngerusak suasana aja" Ucap adif kesal.

Namun kudengar okta membantah dengan berkata, "Loh, pada kenapa sih? Sensi bener. Emang hari ini panas. Gausah nambah panas dong." Dengan sangat acuh, sontak membuat yang lain pun ikut bubar sembari berkata, "ngaca sana!"

Hingga malam hari, perkataan okta terus mengiang-ngiang di kepalaku, dan akhirnya aku tertidur dengan hati yang sangat bimbang.

Hari ini berakhir begitu saja, hingga akhir, tak ada yang berjalan sesuai harap.

-----------------------------------------------------------

Mentari pagi menyinariku dari balik jendela. Seperti biasa, aku menjalani pagiku dengan mengerjakan tugas sekolah yang belum terselesaikan. (sekolah siang ya bebas hehe)
Tugas sekolahku usai, bergegas aku bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Setelah itu dengan penuh harap aku melangkahkan kaki keluar rumah menuju pemberhentian bus. Tak lama  bus tiba, betapa aku gembira sebab hari ini dimulai dengan hal baik (alhamdulillah.) Ya, menurutku bus datang tepat waktu adalah sebuah hal yang baik.

Di dalam bus aku duduk di kursi paling belakang. Memperhatikan jalan, memandang orang-orang diluar sana yang sedang tersenyum menjalani kesehariannya.

Hingga sampai di sekolah, semua berjalan lancar. Tanpa suatu keterlambatan, tanpa hambatan. Seperti biasa, aku selalu menjadi yang pertama datang ke sekolah.

Entahlah, aku suka duduk di balik jendela kelas, menikmati kesunyian sekolah, dan memperhatikan kesunyian itu perlahan menjadi keramaian.

"Raaaaa" seseorang memanggilku
"Naraa" panggilan itu semakin mendekat
"Woy, kenapa sih?" Ucap si pemqnggil sembari memukul tanganku yang sedang menopang dagu. Siapa lagi kalau bukan...
"Apaansih laaaa" ucapku kesal.
"Temain ke kantin dong, laper nih" rengek lala
"Sama ona gih, sama siapa gitu" ucapku mamalas dan kembali menopang dagu
"Yakali mereka dateng secepat itu ogeb" seru lala sembari menarik tanganku
"Yaudahsih santai" aku mengikutinya dari belakang.

Keluar dari kantin, aku menghela napas melihat keramaian yang harus kulalui. Lala hanya tertawa sambil memukul pundakku dan tersenyum seolah berkata, "ayolah, kapan lagi kamu nerobos keramaian."

Aku benar-benar sudah tak perduli lagi dengan raihan, aku sama sekali tidak memperhatikan parkiran. Aku hanya fokus dengan apa yang akan aku lalui. Aku terlalu fokus berjalan, hingga tiba di depan kelas aku merasa aman, akupun berlari dan...

Bughhh....

"Apa ini?" Tanya otakku spontan, aku mencari lala namun yang kulihat hanya seragam putih. Sontak aku melihat name tagnya.

RAIHAN MAHARDIKA

Aku hanya terdiam, untuk meyakinkan diri, aku memberanikan diri melihat wajahnya, dan dia hanya tersenyum melihatku sambil berkata
"Eh, maaf Ra." Aku terkejut, menatapnya bingung seolah berkata "loh? Kok tau? Hah. Apan sih? Pergi" aku benar-benar takut saat itu. Dia pun pergi meninggalkanku di lorong itu. Diantara keramaian, kulihat punggungnya menjauh. Setiba di depan kelasnya, dia kembali menatapku dan tersenyum. Aku berusaha menarik bibirku berusaha membalas senyumannya di antara keramaian, dan masuk ke dalam kelas.

Setelah duduk, aku hanya bisa menghela napas. Aku mencari lala yang ternyata sedang duduk di dekat kaca sembari tersenyum licik padaku dan bercerita pada viona.

Aku memandangnya kesal dan berkata,
"apaan sih? Puas kau ha? Puas?" Yang hanya di jawab senyuman nakal padaku. Aku kembali memasang headset-ku dan mendengarkan lagu. Tak lama seseorang menarik headsetku, dan ternyata ketua kelasku sedang memberi pengumuman, perkara... Pengumuman ketua osis. Tak perduli, aku pun kembali memakai headset. Viona dan lala kembali menggodaku. Mereka tersenyum dan berkata, "jadi udah tau kan bakal milih nomor berapa" aku hanya menatap okta yang ternyata juga sedang memandangku dengan sangat dalam. Aku pun memalingkan pandangan tak peduli.

Lalu...

~~~
Lalu apa hayooo??? hehehe. Kali ini segini dulu yaaa. Jangan lupa tetap ikutin cerita Nara ya teman-teman. Jangan lupa vote yaa teman-teman author😁😁

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 02, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RaiNaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang