"Jaga ucapan kamu Choi Aera, memangnya kamu siapa hah?"
"Yaa anak ayah lah siapa lagi"
"Kalau kamu anak saya, menurut dengan saya"
"Aku nurutin ayah? Aku ini mau dijual loh, ayah jual aku sama temen ayah yang katanya CEO"
"Ayah tuh ngga ada hati ya" Aku berlari keluar ruang tamu dengan mata yang memerah sambil membanting pintu utama dengan keras.
Aku sangat marah sekarang, kenapa orangtuaku mengambil keputusan secara sepihak tanpa berkompromi denganku barang sedikit.
Mereka tidak ada hati, aku BENCI.
Masa iya aku dijodohkan dengan orang yang tua sih. Pikir saja kalian, aku masih anak kecil yang berumur 17 tahun di nikahkan dengan orang yang berumur 5 tahun lebih tua dariku. Apakah wajar?
Bagiku itu bukan wajar, tapi kurang ajar.
Aku sekarang pergi dari rumah dan tidak lagi tahu tujuan. Aku tengah mengendarai mobil ferarri merah milikku dengan kecepatan yang sudah di luar batas.
Kalut ya, memang kalut yang kurasakan sekarang. Ingin saja rasanya aku menabrakkan diriku di trotoar dan memecahkan semua isi kepalaku yang pusing ini.
Pas saja di depan sana ada sebuah truk makanan besar yang ampuh untuk seseorang bunuh diri.
Aku menginjak gas dan meluruskan mobil ke arah truk tersebut.
"Choi Aera kakak sayang kamu, jaga orangtua kita saat kakak nanti tidak ada"
"Jaga mereka dengan hati nurani kamu yang paling suci"
"Jangan tinggalkan mereka secara kasar"
"Ini janji kamu kepada kakak"
Aghh
"Ihhh apaan sih memori tadi, emang gue mau bunuh diri? Ngga gue belum siap" Aku menekan kepalaku sedikit karna memori tentang kakakku dua tahun silam muncul kembali.
Iya saja, aku tidak jadi meluruskan mobil ke arah truk dan membelokkan mobil ke arah teras café Star Bucks dekat lampu merah.
Gila apa aku mau mati dengan keadaan masih muda. Lebih baik aku kesana dan merelaksasi otak sebentar. Right?
Aku sekarang sudah berada didalam café Star Bucks. Alih-alih untuk memesan kopi, aku hanya bisa menumpang duduk dan istirahat disana. Bukan tidak mampu beli, aku ingin saja duduk. Intinya itu saja.
Biar saja orang yang ada didalam café ini melihatku secara aneh, aku tidak PERDULI!
Handphone-ku sering sekali bergetar. Banyak missed call dari ayah dan ibuku, dan aku hanya memilih untuk me mood silent-kan saja handphone-ku ini.
Aku lelah!
Menelungkupkan wajah diatas meja, aku hanya bisa menutup kedua belah mataku yang sembap.
'Ya Tuhan tolong beri aku seseorang'
'Aku sangat lelah menahan ini semua'
'Tolong bantu aku'
'Aku ingin seseorang disampingku saat aku sendirian'
Hanya kata-kata itu yang bisa ku ucapkan di dalam hati kepada sang maha kuasa agar diriku diberi kesabaran.
"Ra, ini kamu? Ra, kamu ngapain disini" Seseorang yang bias suaranya sangat familiar menepuk pundakku beberapa kali.
Aku langsung mendongakkan kepalaku ke asal suara yang sound nya terdengar halus.
Ku lihat dan kupandangi lamat-lamat tubuh orang yang membangunkanku, lelaki berstelan pakaian casual bergaris hitam dan putih serta topi kupluknya yang nampak sesuai dengan suasana sekarang.
"Ji, Jisung"
Orang itu ternyata adalah Jisung, teman satu kelasku disekolah.
Dia tampak khawatir dengan keadaanku sekarang. Ya tentu saja, siapapun yang melihat wajahku pasti akan terkejut dan sangat prihatin.
Mata sembap dan bengkak, hidung memerah, pipi lembab karena bekas air mata. Well seram sekali.
"Kamu abis nangis? Memang kenapa?" Jisung duduk di kursi, berhadapan denganku tanpa diberi aba-aba.
Aku hanya bisa menghembuskan nafas pendek, karna aku bingung harus menjelaskan apa padanya.
Lelaki bersurai coklat itu mulai menggenggam tanganku yang berada diatas meja, dan berucap "Kamu abis berantem?" Ucapnya dengan nada suara serendah mungkin.
Aku diam sejenak dan berpikir. Apakah aku boleh menceritakan masalah perjodohanku ini kepada Jisung. Kalau dia menyebarkannya disekolah nanti bagaimana? Aku pasti di bully habis-habisan karna menikah diusia muda.
Arghh, masa bodo. Aku sudah lelah memendam suasana hatiku sedari jam 9 pagi.
"Aera, kamu kenapa?" Jisung sekali lagi berucap tentang keadaanku, aku hanya bisa menatap korneanya dengan tatapan sendu.
Menarik nafas panjang, aku melepaskan genggaman tangan Jisung dari tanganku.
"Jisung, kalau aku cerita sesuatu kamu mau kan rahasiain cerita ini. Agar hanya kita berdua saja yang tahu" Aku memulai pembicaraan dengan raut wajah yang sedih namun serius.
Jisung menelaah ucapanku dengan mendengar suara serak dari mulutku, dia mulai membuka bibirnya dan membentuk seulas senyum yang bisa dipercaya.
"Tentu, it will be the secret of both of us" Dia tersenyum kembali dan membuat hatiku serasa lega, dan akupun mulai menceritakan masalah yang kualami dengan lengkap tanpa tertinggal sedikitpun.
----
Kini aku masih bersama laki-laki yang berbadan tinggi semampai melampauiku, kami berjalan ditepi kota, menyusuri setiap jalan yang menurut Jisung bisa membuat hatiku tenang. Walau sesaat.
Kembali mengingat saat aku ingin menceritakan ini semua ke Jisung. Reaksi Jisung saat aku mulai menceritakan bagian perjodohan paksaku dengan CEO terkenal, lelaki berkulit putih itu mulai terkejut dan meremas tangannya.
Aku menceritakan lagi tentang aku kabur dari rumah, dan aku bilang bahwa aku sudah tidak tahu tujuan lagi dia tampak sedih, seperti halnya saja dia yang melakukan hal kabur seperti ini.
Lupakan saja masalah reaksi Jisung satu jam yang lalu, aku sekarang melihat seonggok jualan di seberang jalan sana.
Perutku keroncongan, seakan-akan dia melihat pemandangan Ramyeon yang asapnya mengepul dari kejauhan.
Tiba-tiba, tanpa bersuara sepatah katapun, Jisung menarik tanganku "Kamu sepertinya lapar Ra, makan Ramyeon dulu ya". Dia menatapku sambil menarik bibirnya kebelakang dan membawaku pergi menyebrangi jalan dengan menggandeng tanganku yang lebih kecil dari tangannya.
Aku merasa, tangannya sangat
Hangat.
TBC,
Thnks for watching and reading😂😍
Votemment guys
Kamsahamnida, Papayy💕
-Degem Jaehyun😘
KAMU SEDANG MEMBACA
*The Romance of CEO*
RomansaThe Romance Story Aku seorang gadis remaja dari kalangan menengah atas lah bisa disebut orang berada yang hidup di kelilingi dengan ke glamoran. Iya saja, orang tuaku selalu memenuhi permintaanku. *Btw gw anak kesayangan papi ya gaes ni gw aera buk...