8

893 129 16
                                    

Bibir tipisnya menyentuh bibirku dengan lembut, melumat bagian bibir bawah. Tanganya memeggang tengkuku, aku bisa melihat matanya yang terpejam.

Tubuhku terdiam di tempat, otak seakan berteriak kencang agar mendorong tubuhnya, tetapi di lain sisi tubuhku tidak merespon.

Aku bisa merasakan degupan jantungku sendiri.

Tanpa kusadari, mataku perlahan menutup. Menikmati sentuhan bibirnya yang mengisap dengan lembut bibir bawahku, memainkanya dengan sengaja. Perlahan, kedua tanganku memeggang pundaknya. Yoongi memeluk pingganku, seolah tidak ada jarak di antara kami berdua.

Yoongi melepaskan tautan di antara kami. Aku membuka mata dan terlihat matanya menatapku dengan tajam, aku bisa merasakan bibirku yang memerah karena ulahnya.
Wajahku memanas, tanganya mengelus pipiku.

Menautkan kembali bibirnya padaku, mengigit perlahan bibir bawahku. Lutuku melemas, dengan sigap kedua tangan Yoongi memeggang pingganku lalu mengangkatku. Kakikku dengan refleks mengalungkan di pinggang Yoongi.

Di sela ciuman Yoongi tersenyum “Kau sangat manis Nchim” Tanganya mengusap bibirku yang kemerahan “Aku tidak ingin Chanyeol mempertanyakan bibirmu yang bengkak, aku hanya ingin bibirmu yang merah”

Yoongi menciumku dengan cepat “Bukan merah dan bengkak” Di tambah bisikanya yang membuat wajahku semakin memanas.

Tanganku langsung memeluk lehernya, membenamkan kepalaku di ceruk lehernya. Yoongi menggendong tubuhku seperti koala.

Entah kenapa perasaanku bisa semalu ini. Ini kali pertamanya, merasakan seperti ada bom yang meledak di relung hatiku dan sekarang aku bisa merasakan apa maksud dari perkataan Jungkook

“Hoesok, Jimin, mungkin kalian belum merasakan artinya kupu-kupu sedang berterbangan di dalam perutmu. Tapi, aku yakin suatu hari nanti kalian merasakan”

Yang kupikirkan selama ini salah. Kukira Jungkook memakan kupu-kupu sehingga mereka bertelur lalu berterbangan di dalam perutnya.

“A-aku ingin turun” Suaraku memelan.

Kepalaku masih mengumpat pada ceruk lehernya. Tubuhku di turunkan. Mukaku masih memanas. Pikiranku melayang entah kemana, kelembutan bibirnya seakan menyatu dengan bibirku.

“Aku mengajakmu kesini karena ini adalah salah satu tempat yang ku suka” Matanya mengarah ke depan “Damai, tentram, dan pemandanganya tidak kalah menarik. Kau bisa melihat kota Seoul dari sini walaupun hanya sebagian kecil”

“Kaca sebagai tembok sangat membantu di malam hari Jiminie, Kami tidak ingin merusak alam. Hanya malam hari saja ruangan ini berubah temboknya menjadi kaca karena pada malam hari tidak ada sinar matahari” Tanganya menggemggam lembut tanganku.

“Kenapa kau menggenggam tanganku?” Keningku mengerut.

“Dadaku sesak dan jika sudah seperti itu tanganku akan terasa kebas”

“Lalu?”

Genggamnya terlepas, tubuhnya berhadapan denganku “Lalu, bolehkah aku menggeggam tanganmu sebagai obat pada manusia pucat ini?”

Aku mengangguk. Tanganya menggenggam erat kembali.

“Pas sekali” Matanya hanya tertuju pada genggaman kami.

Entah mengapa ini bisa terjadi. Awalnya aku takut terhadapnya karena sorot matanya yang tajam dan berwarna merah di tambah dia seperti mengawasiku saat kejadian di toko tersebut.

Aku yakin.

Sepenuhnya yakin jika suara di toko tersebut adalah Yoongi.
Dan jika Yoongi berkata kalau aku yang membangunkannya. Mungkin karena aku bertemu denganya di toko tersebut. Yang menjadi pertanyaan adalah, apa yang menyebabkan Yoongi seperti ini padaku?.

Liebe (Yoonmin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang