1

14 0 0
                                    

Ketidaksengajaan ataukah takdir yang menyamar?

Setelah menyimpan ransel kami(aku dan Raka) di tenda Raka yang berada dekat sekali dengan tempat kami, ekspedisi mencari pita merah dilanjutkan. Mungkin Tuhan telah mempersiapkan segalanya, dimulai dari pertemuan tak terduga dengan Raka hingga satu tim dengannya pada ekspedisi kali ini

Dengan bermodal satu lilin dan lima batang korek api, kami berjalan dalam keheningan ditemani suara semak semak bergoyang dan konser paduan suara katak yang memuak-kan. Aku, Rara dan Cita saling berpegang, berjalan di belakang Raka dan diawal oleh Derren dan Erlangga, memastikan keselamatan kami bertiga

Akhirnya kami sampai di pos pertama dan duduk beralaskan dedaunan kering seadanya. Mulut para senior yang terus berucap seakan menjadi bunga tidur, semakin lama dan semakin lama rasa ngantuk menerjang. Hembusan lembut angin malam seolah mengelusku dan menyuruhku tertidur saat ini juga

"SIAPP!!" Teriak mereka berlima dengan sigap membuat kesadaranku kembali pulih dan ikut berdiri

Kepalaku ikut mengangguk di setiap jeda pada petuah senior yang lagi lagi dilontarkan. Berpura pura paham dengan apa yang mereka katakan, padahal jiwaku sedang berada jauh ditempat tidur ditutupi selimut spongebob kesukaan

Setiap mataku hendak kembali terpejam, Rara selalu menyenggolku hingga mataku kembali terjaga.

Perjalanan kami dilanjutkan menuju pos berikutnya. Rute kali ini cukup mudah, kita hanya perlu berjalan tanpa melewati garis dari tali tambang yang sudah di siapkan.

Sebuah lilin menyala yang dipegang Raka sebagai ketua tim menjadi petunjuk jalan bagi kami. Langkah kami terdengar begitu menakutkan karena suasana hutan yang sangat sepi jauh dari keramaian. Bahkan aku rasa, hanya tim kami yang berjalan menuju rute ini. Batang hidung tim lain tidak terlihat sedari tadi entah kemana.

Lagi dan lagi rasa kantuk menyerang, membuatku harus menutup mulut dengan kedua tangan akibat menguap.

"Lo ngantuk?"

Suara Raka mengembalikan kesadaran. Hawa panas menjalar di seluruh wajah karena lilin yang Raka dekatkan, dan rasanya seperti akan terbakar. Tanganku memukul tangan Raka hingga lilin itu menjauh dari wajah dan mengembalikan hawa dingin khas hutan yang menyejukan

Aku menggeleng pelan, percuma saja jika aku menjawab kalau aku ngantuk, toh disini tidak ada kasur empuk untuk tidur juga. Mata Raka mendelik, mencari kebohongan diwajahku. Walaupun aku tahu, mataku yang sudah sayu tak bisa berbohong

"Oke" Ucapnya

Lalu kembali memimpin perjalanan kami. Raka tibatiba menunjuk ke arah semak belukar yang bergoyang dengan telunjuknya

"SERIGALAAA" Teriaknya hingga berlari terbirit birit

Kami berlari sekuat tenaga, diikuti teriakan teriakan para wanita yang sangat memekik telinga. Jantung kami beradu cepat, terus berlari menerobos angin malam tanpa tujuan. Hingga tidak sadar, kami melewati batas tali tambang yang senior terapkan. karena mengikuti langkah kaki Raka yang lebih dahulu melewatinya.

Rasa kantuk yang sedari tadi menghantam mendadak menghilang. Tidak ada kasur empuk atau selimut yang memenuhi pikiran, hanya berlari, berlari dan berlari tak ingin menjadi santapan enak para serigala yang lapar.
Tunggu dulu, aku mengurangi tempo berlari dan setengah kepalaku menengok ke arah belakang dimana seharusnya serigala itu berada. Namun yang aku temukan hanyalah jalanan yang lengang dihiasi beberapa pohon karet yang saling berdekatan.

Dahiku mengkerut, bagaimana rupa serigala? Dimanakah serigala?. Diikuti beberapa pertanyaan, dengan tak sadarnya aku berjalan berlawanan arah dengan teman satu tim yang tidak menyadari kepergianku. Aku terus berjalan bermodalkan nyali dan penasaran. Memang benar kata orang, jika seseorang sudah penasaran. Ia akan mencari tahu higgha ke ujung dunia sekalipun

F.R.I.E.N.D.STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang