"Duniapun tahu kalau kita teman. Tapi, Jangan mengingatkan itu padaku. Sungguh, terasa menyakitkan jika itu keluar dari mulutmu"
-di ramainya jalanan ibu kota, ditemani aroma pacar orang yang menenangkan-
Rombongan tim kami sudah berbaris rapi di jajaran paling ujung diantara yang ujung. Kami berdiri sambil menengteng tas carrier yang agak berat. Apalagi punyaku, persiapan berkemah tiga hari dua malam yang jauh jauh hari di siapkan tak terpakai. Merasa sia sia aku melakukannya dengan sepenuh jiwa
Di tengah tengah omelanku di siang siang panas ini, gemuruh tepuk tangan terdengar, refleks akupun ikut bertepuk tangan walaupun sebenarnya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Wajah lelah yang para peserta tampakkan, perlahan berubah ceria ketika pantatnya beradu dengan tanah.
Aku ber-oh pelan. Rupanya gara gara kepala sekolah mengizinkan kami duduk, gemuruh tepuk tangan tadi berasal. Syukurlah, pikirku
Waktu duduk seperti ini menjadi waktu yang pas bagi Rara untuk bercerita mengenai apa saja yang terlintas di benaknya, dimulai dari kisah cinta ayah ibunya, stand up neneknya hingga lahiran ayam kesayangannya. Aku hanya membalasnya dengan anggukan dan senyuman simpul
Sejak kejadian semalam, aku agak menjaga jarak dari Raka. Bukan karena benci ataupun cemburu. Aku takut, jika aku benar benar mempunyai rasa padanya. Namun pemikiran itu dienyahkan begitu saja, ketika mengingat ucapan Erlangga tadi pagi ketika kami berenam berkumpul untuk kelapangan
Kami berlima terduduk lemas menunggu Raka yang tak juga bangun dari tidurnya. Padahal dengan baiknya Derren sudah membereskan carriernya. Raka hanya tinggal bangun, dan kamipun bisa ke lapangan menyusul tim lain yang lebih dulu berada disana
"Astagfirullah" ucap Rara yang langsung menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan
Aku mengikuti arah pandang Rara, ternyata Raka sedang berdiri di depan tenda hanya memakai celana kolor dan baju pramuka yang sangat kusut karena dipakai tidur.
Raka yang menyadari hal itu, bersikap so cool padahal terlihat jelas dari pipinya yang memerah malu.
"Kenapa? Gue sispack ya?" Tanyanya sambil berlagak so model, padahal tubuhnya kurus kering
Aku hanya menghela nafas panjang, tidak tertarik dengan ucapan Raka dan memilih mengalihkan pandangan pada lapangan yang kian bertambah peserta upacaranya hampir memenuhi setengah lapangan
Setelah menunggu Raka yang naudzubillah lamanya, kami berenam berjalan menuju lapangan dengan membawa barang masing masing.
Jaket Raka yang tersimpan di bahu, membuatku melangkahkan kaki dengan tempo pelan, menunggu Raka agar kami sejajar dalam melangkah
Baru saja kami sejajar, Cita dan Rara yang berada di depan kami menghentikan langkah karena Erlangga dan Derren pun menghentikan langkah. Kamipun ikut berhenti, dengan wajah bertanya tanya
"Kenapa sih?" Omel Rara kesal
"Jadi gini guys. Gimana kalau kita buat grup Black Mamba. Bukan geng, cuma perkumpulan. Biar kita makin akrab. Gimana?"
"Setuju!!!!!" Ucap Rara dan Cita serentak dengan semangat
Aku ikut mengangguk. Itu tidak buruk
Kamipun melanjutkan langkah, ku lirik Raka yang terfokus kedepan. Ku sodorkan jaketnya dengan perlahan
"Guys. Satu lagi" ucap Erlangga lagi
KAMU SEDANG MEMBACA
F.R.I.E.N.D.S
Teen Fiction"Aku menyesal mengikatkan suatu hubungan diantara kita yang kita namai persahabatan. Dimana, aku hanyalah teman disaat sepi, dan dia adalah bidadari yang mengisi ruang hati" Kisah ini bercerita tentang 6 orang manusia yang dipertemukan oleh semesta...