6

4 0 0
                                    

Terimakasih telah menjadi teman yang memberikan sebuah ketenangan melalui genggaman tangan saat kegelisahan datang


Satu minggu adalah waktu yang cukup lama bagiku tidak menginjakan lagi kaki di sekolah tercinta. Wajar saja ketika hari ini aku kembali ke sekolah, suasana sekolah masih sepi bahkan para siswa bisa dihitung menggunakan jari. Entah aku yang terlalu pagi atau mereka yang kesiangan, aku tidak peduli dan kembali melangkahkan kaki menyusuri setiap koridor yang menuntunku ke kelas

Satu belokan lagi menuju kelas mendadak terhenti, seorang lakilaki yang bersandar pada dinding menghalangi jalan karena kakinya yang dijulurkan. Lakilaki itu adalah lakilaki yang sama waktu di UKS tempo hari

"Permisi"

Bukannya menjawab, atau minggir ke tepi, lakilaki itu tetap berada di tempat, tangannya terulur seakan meminta jabatan tangan. Aku membalas uluran tangannya, berharap lakilaki itu bisa cepat cepat enyah dari pandangan

"Riko"

Aku mengernyitkan dahi. Aku bahkan tidak butuh namanya, yang aku butuhkan hanyalah jalan menuju kelas tanpa halangan darinya.

Dengan segala hormat, aku hanya mengangguk memaksa masuk melewati celah, untung tubuhku kecil jadi celah sekecil itu bukanlah masalah bagiku

Aku pikir, sepagi ini para penghuni kelas belum menempati bangkunya. Dugaanku salah. Derren orang pertama yang duduk di bangku paling belakang dengan kaki yang ditaruh di atas meja dan wajah yang seluruhnya tertutup buku. Aku berani bertaruh, kedatanganku pun tidak disadari olehnya

Perlahan aku mengayunkan kaki menghampirinya.

"Pagiii" sapanya lalu  menurunkan kaki dan buku yang menutup wajahnya

Aku tersenyum simpul, duduk di bangku agar berhadapan dengan Derren. Lagi lagi senyumnya terlukis, dengan deretan gigi putih yang berderet rapi membuatku ikut tersenyum

"Eh, kemarin lusa kamu kemana? Ko gak ikut yang lainnya ke rumah gue sih? " tanyaku sebal sambil mengerucutkan bibir

"Ah itu... gue ada perlu Na. Biasalah, nganter nyokap ke luar kota"

Aku melipatkan tangan di dada, membuang muka. Seolah olah aku marah padanya, padahal sebenarnya tidak

"....."

Suasana diantara kami menjadi hening. Aku melirik Derren yang menautkan kedua alisnya heran. Aku menunggu Derren meminta maaf, kenapa dia malah...ah sudahlah!

Aku menepuk jidat perlahan, mencubit pelan tangannya. Bukannya meringis, dia malah tersenyum semakin lebar

"Aku nunggu kamu minta maaf. Eh malah diem aja, dasar gak peka"

"Dasar cewek, nyuruh peka eh gak ngasih kode. Kan susah"

Aku diam tidak menanggapi ucapannya. Derren bukan ahli dalam bercinta, hal seperti itu bukan keahliannya. Aku beranjak pergi dari sana, ternyata teman teman kelas lain sudah berdatangan. Syukurlah

"Na! Novel Tere Liye Komet udah launching"

Langkahku terhenti. Novel sekuel bumi itu sudah aku tunggu sejak satu bulan yang lalu. Dan berita itu sungguh membangkitkan semangatku dalam membaca.

Aku berjalan memutar dan kembali duduk di hadapan Derren. Mataku yang bulat membesar, menatapnya penuh harap

"Lo gak bohong kan?" Tanyaku parau

Derren mengangkat bahu, merogoh handphone di saku jaketnya dan memperlihatkan sebuah uplodan Tere Liye terbaru yang menyatakan novel komet sudah bisa dibeli di toko buku terdekat.

F.R.I.E.N.D.STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang