Part 4

142K 4.2K 96
                                    

Mataku terbuka, sakitnya sudah hilang. Kamarku sudah sepi. Perlahan aku bangkit, menuju ruang makan.

"Kayla kamu sudah bangun? kamu baik-baik saja? Ricky tadi meminta ibu untuk membiarkanmu tidur lebih lama". Ibu sedang duduk sambil bermain dengan putriku.

Tanganku menyeret kursi. "kecapekan aja kayanya bu".

Ibu menghampiriku sambil membawa Aurel. "Kuliahmu-kan sudah selesai. Jaga kesehatanmu, kau sudah punya putri yang harus dirawat. Ibu tadi lihat Ricky sedang bertengkar dengan ibu-nya ditelepon sebelum pergi kerja? apa ibunya marah karena dia ikut pindah kesini".

Kepalaku menggeleng. "Kurang tau juga bu. Kayla belum komunikasi lagi sama bunda setelah pergi dari rumah". Gara-gara ucapanku semalam-kah.

Ibu kembali bangkit menuju kearah pintu depan. Ada suara ketukan terdengar. Aku masih terdiam, memikirkan sikap suamiku. Jarang kulihat dia bertengkar dengan bunda, lain hal-nya dengan Ariel.

"kamu sudah baikan?". Suara Ricky terdengar masuk. Dia mencium keningku, duduk dikursi sebelah.

Aku mengangguk. "kakak sudah pulang?". Kulirik jam yang menunjukan pukul satu siang.

"Pulang sebentar. Kakak ingin mengecek keadaanmu. Kamu benar-benar sudah sehat. Semalam tidurmu gelisah". Dia menatapku yang masih berantakan.

"ibu bilang kakak bertengkar dengan bunda. Karena ucapan Kayla semalam?". Tangannya mengusap rambutku. "Sedikit banyak tapi ada hal lain yang membuat kakak kesal. Kenapa kamu tidak bilang, buku tabungan gaji kakak dipegang bunda?"

Aku tersenyum kecut. "mau bagaimana lagi, bunda-kan ibunya kakak".

Tangannya menyodorkan sebuah buku tabungan. "ini kamu yang pegang sekarang".

"Biar masalah ini cepat selesai. Kita pergi ke rumah ayah. Kebetulan ayah dirumah, dia mencemaskanmu karena kau pergi tanpa bilang-bilang. Kita bicara baik-baik kalau sementara ini kita tinggal di rumah ibu". Sebenarnya aku masih enggan tapi mengingat ayah, aku tidak bisa menolak.

Setelah bersiap-siap dan menyusui aurel, kami segera pergi. Sebelum tiba dirumah ayah, Ricky menyempatkan membeli sebuah buket bunga besar untuk bunda. Hal yang suka membuatku cemburu. Hampir seminggu sekali Ricky membeli bunga untuk bundanya. Selama kenal, dia belum pernah membelikanku satu batangpun. Tapi aku tidak bisa mengatakannya karena gengsi.

Tiba dirumah, ayah menyambut kami. Ariel juga ada dirumah. Sementara Ricky memberikan bunga untuk bundanya, sikap Ricky membuat bundanya terlihat senang.

Bola mata ayah beralih padaku, menangkap sorot sedih dimataku. "Ricky, ayah perhatikan kau sering membelikan bundamu bunga. Tapi ayah tidak pernah melihat kau melakukan hal yang sama pada istrimu". Teguran ayah membuatku kaget. Tidak menyangka perasaanku terbaca.

"iya. Ariel aja tiap ngapel pasti bawain bunga atau sesuatu sama pacar". Tambah Ariel dengan senyum mengejek.

Ricky menatapku. "kayla kayanya ga suka hal kayak gitu yah". gumannya.

"kak Kayla ga suka bukan berarti ga mau kak, apalagi yang ngasih suami sendiri". celetuk Ariel lagi.

"sudah. Kakakmu tidak usah diganggu lagi. Dia-kan capek kerja seharian". Bunda hanya melirik sekilas padaku. Bunga ditangannya belum dilepas. Seolah mengejekku yang memang belum pernah diberi satu batang-pun.

Aku tetap mencoba tersenyum. Bersabar walaupun sebenarnya ingin cepat pulang. Selanjutnya hanya omongan biasa, Ricky yang paling banyak bicara. Bunda cuma bisa menggerutu karena sejak tinggal dirumahku, kesempatannya bertemu aurel semakin jarang.

Lovely KaylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang