Part 2

150K 4.3K 23
                                    

Aku menangis didalam kamar sejak tiba dirumah ibu. Sementara putriku masih lelap tertidur di kamar ibu. Perasaan kesalku tumpah semua. Padahal aku harus bersiap untuk sidang besok.

Deringan ponsel atau bunyi pesan masuk tidak kugubris. Kali ini sekedar kata maaf tidak akan membuatku luluh. Awal-awal lahirnya aurel, Ricky masih terlihat biasa. Bahkan kami sudah merencakan pergi ke bali untuk honey moon setelah aku sidang nanti. Sekarang sih bukan honey moon tapi honey monster.

Belakangan ini, perusahaannya semakin naik. Banyak project yang dikerjakannya hingga makan waktu. Hari liburpun sering dipakai untuk rapat. Dan aku harus puas dengan tinggal dirumah menunggu dia pulang. Mau jalan-jalanpun harus ada bunda yang menemani.

Sekalinya ada waktu kosong, dia lebih asik bermain dengan aurel. Atau mengobrol dengan keluarganya. Semua pertanyaanku, yang kukatakan dengan baik-baik hanya dijawab singkat. Lagi-lagi aku hanya bisa bersabar.

"kayla, buka pintu sayang. Ibu mau bicara". Suara ibu terdengar dari balik pintu.

Tubuhku bangkit, beranjak membuka pintu. Ibu tersenyum lirih, aku telah membuatnya ikut terluka. Dia memintaku ikut menuju ruang tamu.

Disana, Ricky tampak duduk dengan sebuah koper besar. Kenapa harus sekarang sih, tidak besok saja datangnya. Ganggu aja.

Ibu menyuruhku duduk disampingnya. Aku memilih duduk disofa untuk satu orang disebelahnya.

"kalian berdua kenapa sih, ribut seperti ini. Tidak kasihan pada aurel. Kayla, kau seorang istri sekarang, jika ada sesuatu yang tidak mengenakan bicara baik-baik dengan suamimu bukannya memaksa pergi. Dan kau Ricky, kayla adalah pilihanmu. Sebagai suami jika tidak ingin kehilangan dia, jagalah dengan baik, jangan hanya menuntut ini dan itu. Kayla adalah istrimu, bukan robot yang tidak punya rasa". Kepala ibu menggeleng sambil melihat kami berdua. Setidaknya ibuku lebih fair, menilai tanpa membedakan anak dan menantu. Kalau bunda, hampir selalu anak kesayangannya yang dibela.

"Berapa sih usia perkawinan kalian berdua, dua tahun juga belum. Wajar kalau kalian bertengkar, tapi berkomunikasilah dengan baik. Waktu pacaran saja seperti perangko, lalu setelah menikah kalian malah begini". Kepala ibu menggeleng.

Aku menghela nafas. "Kak ricky tuh bu, pulang malam terus. Hari libur juga sibuk. Pulang kerja, wajahnya masam terus. Punya selingkuhan mungkin". Ricky mendelik kesal padaku.

"tidak bu. Ricky tidak punya selingkuhan, terpikir saja tidak. Belakangan ini di kantor memang sibuk. Ricky akui itu".

Ibu menghela nafas. "lalu apa yang membuat kau marah pada kayla?".

Ricky terdiam sesaat. "saya mungkin sedang capek jadi mudah terpancing emosi. Saya yang salah bu bukan kayla".

Ibu kembali menatap kami berdua. "kalau begitu kalian berdua tenangkan pikiran dulu. Lalu itu koper untuk apa? barang-barang kayla?". Koper yang dibawa Ricky memang cukup besar.

Ricky tersenyum. "kayla bilang ingin tinggal disini sebelum punya rumah sendiri. Jadi saya akan tinggal disini juga bu". Heran, dulu setiap kubilang mau tinggal disini, ada saja alasan untuk menghindar.

Kamarku memang tidak besar, tapi kurasa cukup untuk kami bertiga. Tinggal menambah box bayi untuk aurel.

"ya sudah. Kalian istirahat sana dan jangan bertengkar lagi". Aku bergegas pergi menuju kamar, disusul oleh Ricky.

Suamiku menatap kesekeliling kamar. "mana aurel?". suaranya datar.

"dikamar ibu, tidur". Balasku sambil menyalakan komputer. Tanpa menoleh. Menyiapkan dan mempelajari materi untuk besok jadi fokusku sekarang. Lanjutan pembicaraan tadi besok saja setelah aku selesai sidang pikirku.

Lovely KaylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang