"ga, gue ga apa-apa". Kusentuh kepalaku yang sempat membentur kursi depan. Sakti dan Vina terlihat lega mengingat reputasiku yang sering masuk rumah sakit.
"Mobil tadi minggir ga? bahaya banget sih berhenti ngedadak, ditengah jalan lagi. Sini biar aku omelin. eh mobil lo ada yang rusak ga. Biar kita minta ganti rugi". Aku segera membuka pintu dengan emosi. Kulihat mobil yang tadi berhenti sudah menepi, tepat didepan mobil sahabatku.
Kedua sahabatku ikut turun, berusaha menahanku langkahku. "udah kay. Tunggu dulu. Tuh orangnya juga keluar, kita denger dulu alasan dia apa". Sakti dari dulu setiap harus konfrontasi sama orang selalu begini. Kata-katanya sama, tenang dulu.
Tiga orang laki-laki keluar dari mobil besar jenis double cabin. Kalau Sakti tadi tidak banting setir, kami belum tentu bisa selamat. Mobil didepan sih mungkin ga seberapa rusaknya.
Ketiga laki-laki yang kuperkirakan berumur menjelang tiga puluhan itu mendekat. Penampilan mereka terlihat high class, sesuai dengan mobil yang mereka kendarai. Sial, cakep-cakep lagi.
"maafkan kami tadi. Apa mobilnya ada yang rusak? kami akan ganti, terserah kalian mau perbaiki dibengkel manapun". Salah satu dari ketiganya memeriksa keadaan mobil.
"apa kalian ada yang terluka?". lanjutnya mengamati kami satu persatu.
Sorot mataku menajam. "maaf ya pak. Anda harusnya lebih hati-hati, kalau teman saya tidak banting stir, pasti yang korban bukan cuma mobilnya". omelku. Emosiku karena kejadian kemarin memperparah suasana hatiku saat ini.
Sakti menarik lenganku. "Sedikit rusak didekat kaca bagian depan, tidak terlalu parah sih". Dia sedikit gelisah, memintaku mundur kesamping vina.
Salah satu dari ketiganya, menatapku dari ujung kaki sampai rambut. Suaranya mengguman tidak jelas saat matanya berhenti di jemariku, cincin pernikahanku.
Menurutku, dia paling tampan diantara ketiganya. Sikap dan penampilannya terlihat lebih dewasa. Dan yang paling menarik perhatianku, wajahnya ada campuran arab. Mirip dengan pangeran dari Dubai. Walau begitu lama-lama aku jadi risih dengan cara matanya yang terus terpaku padaku.
"oh ya kenalkan saya Tony, dan ini teman saya Bayu dan Rio". Laki-laki yang kumaksud tadi sepertinya yang bernama Rio. Dia pemilik sekaligus yang menyetir mobil itu.
"saya Sakti dan ini Vina dan Kayla". Sakti ikut memperkenalkan diri. Dia melirik sekilas kearahku, memberi isyarat agar aku tidak protes lagi. Aneh, memangnya salah ya ngomel-ngomel, mobilnya-kan rusak gara-gara orang ini.
Vina merangkul bahuku. "lagi ribut sama kak Ricky ya? marah-marah mulu". tebaknya sambil berbisik. Aku nyengir, tidak bisa menghindar.
"ga usah ngomongin dia, lagi males". Gerutuku.
Sakti dan ketiganya berjalan menuju bagian mobil temanku itu yang rusak. Mereka mungkin membicarakan soal biaya.
Sahabatku itu kembali pada kami. "sudah beres. gue antar lo balik sekarang Kay. Mobilnya baru besok gue bawa ke bengkel". Dia menatap kearahku.
Keningku berkerut. "damainya cepet banget".
Sakti menarikku supaya cepat masuk ke dalam mobil. Sebelum jalan, sahabatku itu sempat pamit pada ketiganya. Rio hanya menatapku sambil menelpon.
"lo bawel deh Kay. Mereka tuh bukan sembarang orang apalagi yang namanya Rio, dia pemilik perusahaan Adi Perdana Wijaya. Makanya gue suruh lo mundur, ribet kalau berurusan sama dia. Perusahaannya sebanding sama perusahaan suami lo. Kantor tempat kerja gue aja, kalah tender mulu sama perusahaan dia. Dan satu lagi, dia player banget, pacarnya kaya kacang goreng, ga abis-abis. Padahal istrinya cantik banget". Sakti mulai mengomeliku.
Wajahku berubah masam. "hubungannya ama gue apa?".
Dia melirik dari balik spion. "Lo ga liat, dari tadi dia ngeliatin lo mulu. Malah sempet nanyain lo tadi. Apalagi gue tau dia tipe kesukaan lo".
Kuhela nafas. "terus kenapa. Gue juga sadar diri udah punya suami. Gue sih biasa aja, cakep sih tapi ga ada perasaan apa-apa".
"elo sih bisa aja biasa aja, nah dia belum tentu. Karena lo udah punya suami, gue makin ga enak sama kak Ricky. Gue pernah denger rumor, ga tau bener atau engganya. Dia pernah ngejar-ngejar cewek sampai tuh cewek akhirnya mau. Udah dapet tuh cewek malah ditinggal gitu aja, ada kabar tuh cewek bunuh diri. Makanya gue iya, iya aja pas tadi ngobrol sama mereka, supaya cepet beres urusannya".
Vina menoleh ke arahku sesaat. "tenang aja. Gue yakin Kayla ga akan semudah itu kegoda. Dulu aja Revan ga mempan ngegoda dia. Lagian sekarang ada aurel. Kayla pasti berpikir berulang kali sebelum bertindak".
Aku tersenyum, teringat pada putriku yang lucu. Aurel-lah yang jadi semangatku untuk bersabar menghadapi sikap Ricky yang menyebalkan.
Kedua temanku langsung pulang saat aku turun. Keduanya hanya menitipkan salam pada ricky dan keluargaku.
Di rumah Ibu dan Ricky sedang bermain bersama aurel. Dia mungkin berniat memperbaiki keadaan. Biasanya jam segini masih di kantor. Putriku itu meronta, ingin kugendong.
"dari mana saja? ditelepon kok ga diangkat-angkat. Ricky dari tadi terus menghubungimu". Suamiku itu menatap tajam disamping ibu.
Sepertinya aku lupa mengembalikan mode ponselku ke mode normal. "diajak makan sama sakti, ngerayain kelulusan kayla. Ga enak kalau nolak. Tadi hampir nabrak mobil orang jadi agak telat datangnya". Kudekati Ricky, meraih aurel ke gendonganku. Dia hanya diam saja.
Ricky mendelik. Tanda bahaya berbunyi dikepalaku. "hampir nabrak mobil?dimana?".
"tempat kecelakaan Kania dulu". Ucapku lalu pamit pada ibu, kembali ke kamar. Ricky mengikutiku.
Dikamar, aku menyusui putriku sementara Ricky duduk di meja belajar. " sakit tidak?".
"tidak". Balasku tanpa menoleh.
"bagaimana dengan sidangmu? hasilnya gimana?". Suaranya kembali datar.
Bahuku terangkat. "lulus, hasilnya gitu aja, biasa". Sejak awal aku memang tidak terlalu berambisi dapat nilai yang bagus sekali.
"Berarti kita sudah bisa kembali ke rumah ayah". Lagi-lagi masalah ini. Tidak jauh dari bunda.
Perlahan kuletakan putriku ditempat tidur. "Kita? kakak saja. Aku tidak ingin tinggal disana lagi".
Wajah Ricky kembali menegang. "kamu istri kakak, sudah seharusnya ikut kemana suami pergi".
Alisku terangkat. "kalau begitu belikan Kayla rumah. Biar Kayla yang mengatur semua kebutuhan rumah tangga. Tidak perlu ada orang yang ikut campur". Kurasa Ricky mengerti maksudku.
"Maksud kamu bunda? bunda cuma mau membantu bukan ikut campur". Tegasnya.
Kuhela nafas. Berdebat dengannya hanya menimbulkan masalah baru. Aku mendekatinya. Meraih wajahnya yang selalu kurindukan.
"Kayla sayang sama kakak". suaraku mulai bergetar. Dia hanya diam menatapku.
"Tapi Kayla ga kuat tinggal dirumah kakak. Sebagai istri sepertinya Kayla tidak berhak untuk mengatur rumah tangga sendiri. Semua harus sesuai keinginan bunda. Sedang kakak, selalu berada disisi bunda. Tidak ada hal yang bagus dimata kakak, semua yang kayla lakukan selalu salah". air mataku mulai turun. Perasaan sedihku meluap.
Kusandarkan kepalaku didadanya. "setiap Kayla ajak bicara, kakak selalu bilang nanti. Tapi jika bunda yang mengajak, selelah apapun, kakak pasti merespon. Kayla...". Kepalaku tiba-tiba terasa pusing. Sakitnya tidak tertahankan.
Ricky menahan tubuhku yang limbung. Dia membopongku menuju tempat tidur. "Kayla..."aku masih mencoba bicara..
"ya kakak mengerti. Maafkan kakak yang tidak bodoh dan tidak peka selama ini. Selalu mengacuhkanmu, membuatmu merasa kesepian. Kamu tidak perlu memikirkan itu lagi. Apa yang kamu inginkan kakak akan turuti. Kita akan cari rumah secepatnya. Hanya ada kakak, kamu dan Aurel. Kakak janji. Sekarang istirahatlah". Dia mencium keningku.
Kepalaku masih saja terasa pusing dan berat. Rasa sakitnya berbeda dengan sakit kepala biasa.
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovely Kayla
Romantizm( Cerita sudah di buat versi cetak dan di wattpad hanya sampai part 4) Cerita sequel dari my lovely kayla. Perjalanan setelah pernikahan yang tidak seindah cerita dongeng. Konflik keluarga juga memperumit jalan hidup Kayla. Bisakah nona ceroboh ini...