Makasih, buat semuanya yang udah baca. Maaf kalau ada typo :v
Happy reading!
***
Sasuke membolak-balikkan kertas-kertas yang berisi pengajuan perusahan lain untuk bekerja sama. Entah untuk yang ke berapa kalinya ia menghela napas dan memijat pangkal hidungnya. Berharap dengan itu semua dapat mengurangi pikirannya namun nyatanya tidak."Ada apa?"
"SASUKE, KAU HARUS DENGAR INI?!"
"Ku rasa telingaku tidak bermasalah. Apa?"
"Okok, maaf. Red bull. Aku sudah berhasil menemukannya."
"Hn,"
"Apa hanya itu saja?!"
Sasuke melihat kembali pangkal hidungnya. Suara teriakan Suigetsu malah semakin membuat kepalanya berdenyut nyeri.
"Kita bahas nanti."
Tanpa menunggu lama, Sasuke langsung memutuskan panggilan itu secara sepihak. Memilih memasukkan Ponselnya dan mengangkat gagang telepon kantornya. Menghubungi seseorang yang dibutuhkannya saat ini.
"Ku tunggu di ruangan ku "
Satu menit, dua menit, tiga---
Tok tok
"Masuklah."
Tak lama kemudian muncul seorang lelaki dengan rambut keperakan yang melawan gravitasi dengan sebuah masker yang menutupi wajah tampannya.
"Ada apa?" Tanyanya to the point, membuat Sasuke menghembuskan. Napasnya. Dia kira, lelaki itu sudah tahu apa alasan mengapa ia memanggilnya.
"Bagaimana?" Tanyanya tidak sabar, sambil terus menerus mengetukkan bolpoin hitamnya di atas meja.
"Apa?"
"Jangan berlagak polos, Kakashi." sergah Sasuke sinis.
Kakashi mendengus, "Dia baik-baik saja. Hanya saja..." Kakashi tak meneruskan ucapannya. Matanya menerawang seolah mengingat-ingat apa yang kemarin dilihatnya.
"Apa?" Tanya Sasuke penasaran. Tak biasanya ia kehilangan kendali seperti ini.
"Seorang lelaki mendatanginya. Dan membawanya pergi."
Sasuke terdiam.
Mereka sama-sama terdiam. Baik Sasuke maupun Kakashi tak bisa menebak jalan pikiran masing-masing.
"Pergilah!"
Kakashi mengedikkan bahunya sekali. Tanpa mengucap pamit, ia langsung melangkah keluar. Membiarkan lelaki itu sendiri di dalam ruangannya.
Perlahan, tanpa Sasuke sadari. Tangannya telah mengepal membuat buku-buku jarinya memutih.
Dan seperti tak pernah tersadar, ia berucap, "Terserah."
***
Sakura masih terdiam, sambil menundukkan kepalanya menunggu pesanan mereka datang. Setelah beberapa saat lalu mengiyakan ajakan Sai untuk membawanya keluar.
Tak pernah Sakura perkirakan sebelumnya, bahwa hidupnya akan sekacau ini. Kadang, ia merasa iri. Andai hidupnya seperti Ino, punya kedua orang tua, juga kakak dan kekasih yang menyayanginya dengan tulus. Tidak seperti dirinya.
Tapi semakin memikirkannya, Sakura semakin sadar. Bahwa inilah yang terbaik untuknya. Toh, ia juga tidak tahu seperti apa yang telah Ino rasakan selama ini. Seperti apa ketika perempuan itu terbangun dari tidurnya? Seperti apa perempuan itu berjuang mendapatkan cinta Shikamaru? Sakura tak paham. Ia tak pernah paham.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite
FanfictionSakura yang malang harus merelakan dirinya dijual dan diperlakukan tak manusiawi demi membayar hutang kedua orang tuanya kepada si keparat Danzo. Membuatnya berakhir kehilangan orang yang begitu disayanginya dan jatuh ke dalam tangan pembunuh berdar...