Harum mawar membunuh bulan.
-Payung Teduh, Rahasia.***
"Jadi, apa yang menginspirasimu untuk menulis Nestapa?" tanya seorang wanita manisㅡrambutnya diikat menyerupai ekor kuda, berwarna kepiranganㅡdi hadapannya sambil menodong mikrofon kecil pada radius lima sentimeter dari bibirnya. "Ini adalah karya paling indah yang pernah kau terbitkan."
Tubuh ditegakkan, sementara kardia ditenangkan, lantas seembus napas keluar dengan teratur, lalu segores kisah yang tak sampai pada puannya melintas tanpa tahu malu di presensi kecerdasan otaknya yang payah dalam mengelola poaran, membuat sang penikmat frasa tak sadar raut romannya yang berubah masam mengundang bisik-bisik tak mengenakkan dari setiap pers yang datang di konferensi pers pertamanya.
Matanya bergulir pada sebuah buku dengan sampul merah yang menuliskan namanya dengan dicetak tebal Mark Lee, lalu ditambah cetak miring Mark Lee dan Mark dengan konyolnya berpikir bahwa dipadu cetak garis bawah Mark Lee terlihat lebih menggoda untuk dibaca.
"Karena mawar," jawab Mark penuh konotasi, mengenyampingkan fakta pertemuan seresmi ini membutuhkan jawaban riil dan denotasi. Lantas matanya menatap ke depan, penuh wibawa dan kepercayaan diri, berbeda dengan Mark Lee dua tahun yang laluㅡringkih, minder dan tidak punya karisma. "Harumnya mawar, bibirnya mawar, rambutnya mawar bahkan tutur kata manisnya adalah mawar."
"Maksud Anda?"
"Adalah seorang pembaca daring, mendatangiku dan merecoki hidupku selama satu tahun penuh," jelasnya pada khalayak media yang sudah ribut-ribut dengan catatan beserta kamera yang mengelilinginya antisipatif. "Memberikanku harapan bahwa tulisanku masih memiliki hati pembacanya." Afirmasinya kembali mengudara, menimbulkan gemerisik soal puan yang secara posibilitas menjadi inspirasi Mark dalam menekuri tiap alur ceritanya, juga posibilitas sebagai informasi panas di atas kertas koran nanti.
Pada dasarnya, memang Mark menyebutnya sebagai puan sang mawar yang memberi asa pada hidup dan memberi pahitnya kopi pada asa yang sudah dipupuknya jauh-jauh hari, lalu membuat Mark bertajuk pada diri bahwa maju adalah jalan hidupnya.
Sastra adalah hidupnya.
Na Jaemin adalah napasnya.
Cinta adalah merakinya. Satu kalimat bersama Na Jaemin dan sastra.
Terdiam manis di setiap sudut hatinya, menangis pilu karena tak sempat diloloskan keluar lantas semakin sakit karena tak diberi asupan ditiap detiknya.
Namun, apa lacur? Mark tidak kuasa membendung rasa bahagia kala undangan pertunangan Na Jaemin dan Jung Jaehyun benar-benar sampai pada tangannya, memoar luka lantas membiarkan asa pupus sebelum benar-benar menggapai masa depan. Udara tak sempat terkais, namun rasa sudah tak berdaya.
"Lalu, apakah orang itu adalah kekasih Anda, Tuan Lee?"
"Bukan."
"Lantas?"
Lantas.
Mark menahan kalimat yang sudah berada di dalam otaknya kala sebuah kata lantas mengudara dengan kurang ajar, membuat Mark harus kembali meromani sebuah stetmen jaman dulu bahwa cinta tak melulu soal memiliki namun juga melepaskan dan sebuah deretan garis linimasa pada sebuah nama yang sudah dikuburnya dalam-dalam setelah ia datang ke acara peresmian pertunangan Jaemin dengan wajah kusut beserta jas yang sederhana menyelip di antara untaian frasa yang siap keluar.
Mengingat senyum bahagianya pada presensi laki-laki tampan berlesung-pipit tiap tersenyum itu adalah salah satu pemicu hancurnya hati Mark yang sudah tidak tertolong lagi sejak lini masa yang biadab merobohkan seluruh pertahanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
gelebah pada mawar [markmin]
Fanfiction[Threeshot, sequel up] Namanya gelebah kala Jaemin menodong asa pada Mark yang sudah terkikis linimasa, rindu kelabu dan harum mawar membunuh bulan adalah deskriptifnya yang koheren. ▪markmin ▪fluff|hurt/comfort|Romance/Drama ▪boyslove|malexmale|sho...