Happy reading ❤
Gadis berambut sepunggung dan berwarna kecokelatan sedang duduk termenung disalah satu bangku taman sekolahnya. Sesekali juga ia berbincang seorang diri.
Sering kali ia dicemooh oleh teman-teman sekolahnya, dikucilkan ataupun dimanfaatkan. Namun, hal itu tidak membuatnya sakit hati, justru perkataan dari mereka membuatnya kuat.
Bukan hanya perkataan dari teman-temannya saja yang membuatnya kuat, tapi dukungan dari teman kecilnya juga membuatnya selalu bangkit, Marsya.
Marsya adalah anak kecil yang berusia delapan tahun dan keturunan Belanda, memiliki rambut panjang dan berponi menyamping. Anak cantik dengan mata yang sangat indah dan senyumnya yang manis.
Flashback on
Frislly menemukan Marsya saat ia berusia empat tahun. Saat itu ia bertemu disalah satu anak tangga, ia memanggilnya kakak, karena tubuhnya yang lebih kecil dari Marsya.
Dari pertemuan itu, terjalinlah hubungan persahabatan antara mereka. Frislly dan Marsya pun sering bermain bersama, sampai akhirnya Frislly yang berumur empat tahun tergugah hatinya untuk mengobati luka di wajah Marsya.
Frislly berlari ke arah mamanya. "Ma, Fily minta obat merah, dong," ucapnya dengan nada khas anak kecil.
"Untuk apa?" ucap mamanya setelah menyejajarkan tingginya dengan putri pertamanya.
"Untuk obatin kakak itu," tunjuknya pada salah satu ruangan.
"Kakak siapa? Nggak ada kakak, sayang." Mamanya terus mencoba mencari keberadaan seseorang yang dikatakan anaknya tersebut. Namun, hasilnya nihil.
Akhirnya Farida memutuskan untuk tidak memberikan obat merah tersebut kepada putrinya dan Frislly pun pergi dengan perasaan kecewa.
Ia menghampiri Marsya kembali. "Mama nggak mau kasih obatnya." Frislly menatap lawannya dengan raut wajah sedih, tapi yang diajak bicara hanya bungkam sejak tadi, bahkan Frislly seperti bicara dengan boneka.
Flashback off
"Sya, nanti pulang sekolah aku mau cerita deh sama kamu," ucapnya yang menatap ke samping kanan.
"Fris!" panggil seorang cewek dengan tinggi sekitar 168 cm dan berambut kecokelatan bergelombang.
"Ha?"
"Ngapain lo, gue cariin juga."
"Ni lagi sama Marsya," ujarnya dengan mengarahkan dagunya ke kanan.
"Hai, Sya," sapa Shifa dengan melambaikan tangannya, senyumnya pun mengembang hingga barisan gigi rapinya sedikit terlihat.
"Eh, lo nggak sadar apa dari tadi lo itu ditatap nggak enak tau sama anak sekolah."
"Emang dari dulu mereka mikir gue gila 'kan?"
"Yang lebih parah lagi mereka ngiranya gue bohongan indigo. Ngapain juga gue bohongan kayak gitu, kalau disuruh pilih juga gue nggak mau lagi indigo," lanjutnya.
"Ah, udahlah, heters!" seru Shifa.
"Ya lo tu yang bahas-bahas."
Shifa hanya nyengir kuda, sedangkan Frislly memutar bola matanya malas. Sudah ia duga, pasti hari-harinya akan penuh dengan omongan-omongan miring, tapi Frislly tak mau ambil pusing dan lebih memilih mengabaikan mereka.
Setelah itu bel tanda masuk telah berbunyi, Frislly dan Shifa pun beranjak dari duduknya. Tidak lupa Marsya yang selalu mengikuti kemanapun Frislly pergi, ia selalu berada di samping sahabat beda dunianya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Frislly Si Indigo
Horror80% cerita ini adalah nyata. Saya ambil cerita ini dari artis dan youtuber cantik, Frislly Herlind. Frislly berlari ke arah mamanya. "Ma, Fily minta obat merah, dong," ucapnya dengan nada khas anak kecil. "Untuk apa?" ucap mamanya setelah menyejajar...