"Jadi ini tuh kayak ruang tamu gitu. Teman-teman aku nanti mau kasih tahu ke kalian, beberapa patung dan barang di rumah ini yang harusnya kosong. Tapi, sekarang ada yang isi," ujar Frislly yang duduk di kursi depan piano berwarna cokelat. Ia melihat patung-patung wayang yang berada di sekelilingnya.
"Aku penasaran, mereka sering menunjukkan diri di patung itu sekitar jam 11 malam." Ia membenarkan posisi duduknya yang mulai tidak nyaman.
"Kenapa sih, Frislly duduk di sini, padahal banyak banget tempat duduk yang ada di sekitar tim?"
"Hmm ... karena di sini itu ada nenek-nenek Belanda yang duduk di sini. Dia itu suka main musik dan sampai sekarang musiknya masih aku dengar. Terus itu ada perempuan yang matanya putih bawahnya hitam dan tersenyum, dia pakai baju panjang putih yang lusuh. Sekarang dia ada di samping aku, menyentuh tangan aku," kelakarnya seraya terkekeh.
"Ternyata sosok dia ini masuk di foto yang nyintip di jendela tadi."
"Jadi kenapa kamu ngintip?" tanya Frislly pada sosok yang ada di sampingnya. Ia diam beberapa detik, namun terlihat perubahan pada wajah Frislly, ia menjadi tegang dan tidak berekspresi.
Tak lama kedua Kakinya bergesekkan sehingga menimbulkan suara pada sepatunya. Matanya tajam melihat para tim, senyumnya mengembang sulit diartikan.
"Dengan siapa?" tanya Bobby yang paham akan perubahan Frislly. Frislly tak menjawab namun terus tersenyum.
"Dengan siapa?" tanyanya lagi, Frislly menggeleng dan menunjuk ke arah bibirnya dan lagi-lagi menggeleng.
"Nggak bisa bicara?" tanya Bobby. Sosok yang masuk pada tubuh Frislly mengangguk dan tersenyum.
"Gimana caranya kita bisa ngobrol? Butuh kertas?" tawarnya. Ia kembali mengangguk.
Kemudian Bobby mengambil note book dan menghampiri Frislly dengan sosok lain. Kakinya terus ia gesekkan seraya tersenyum menyeringai. Ia mengambil note book beserta pulpen yang di berikan oleh Bobby.
1838 die.
Tulisnya serta menggambar sebuah pohon dan dirinya yang berada di bawah pohon tersebut. Bobby paham dengan apa yang dia tuliskan.
Someone invite me to come to him.
"Di mana?" tanya Bobby. Dia menunjuk ke arah depan.
"Oh, right." Bobby mengangguk.
I just want to play somehow i feel so lonely.
Frislly and Marsya.
Marsya go away.
"Marsya pergi," ujar Bobby.
Sosok itu terus saja menuliskan apa yang terjadi pada dirinya, dan ia ingin bermain dengan Frislly dan Marsya.
I want to talk, but I can't.
"Oke."
My mouth.
Tulisannya serta menggambar mulut yang dijahit.
If you want to take a picture with me. At 1 a.m.
Alone in here.
"Oke." Bobby mengangguk dan memegang pundak Frislly.
Sosok itu mengetuk-ngetukkan pulpen pada piano. Lagi dia menggesekkan sepatunya.
"Fris ... " panggil Bobby. Tanpa tunggu lama sosok itu telah keluar dari tubuh Frislly.
Frislly mengembuskan napasnya. "Kakiku gemetaran," ucapnya.
"Coba kalau Marsya nggak kabur, pasti dia nggak akan masuk ke aku. Dan dia itu masuk lewat tangan aku, sampai tangan aku merah." Frislly menunjukkan tangannya yang terlihat merah.
❤❤❤
"Frislly sempat melihat, tadi Frislly ada di rumput, tanah kosong dan ada sebuah pohon besar yang sampai sekarang masih ada. Di belakang sana."
"Dan aku lihat dia dengan posisi membelakangi rumah ini, dia menunduk. Terus ada barang yang mengunci perempuan ini sehingga dia nggak bisa pergi dari tempat ini. Entah bekas cincinnya, gelang atau sesuatu yang pernah dia pakai sewaktu dia hidup. Itu ditemukan oleh bapak yang ada di sini, lalu dibawa ke sini."
"Perempuan itu di bunuh dan kayak ditusuk-tusuk di bagian mulut sampai nembus ke belakang sini," ujar Frislly seraya memegang lehernya.
"Dia suka banget di foto dan dia tetap ngerasa dia itu cantik."
"Oke, sekian dari video kali ini, terima kasih sudah nonton. Jangan lupa like, comment, and subcribe channel aku," ujar Frislly dengan menampilkan sebuah senyuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Frislly Si Indigo
Horror80% cerita ini adalah nyata. Saya ambil cerita ini dari artis dan youtuber cantik, Frislly Herlind. Frislly berlari ke arah mamanya. "Ma, Fily minta obat merah, dong," ucapnya dengan nada khas anak kecil. "Untuk apa?" ucap mamanya setelah menyejajar...