Semesta sepertinya sependapat dengan Lisa hari itu. Langit belum mengatakan bahwa ia akan menangis. Namun, dia sudah memberikan aba-aba dengan menampakkan hasil perpaduan warna hitam dan putih. Lisa sedang dalam perjalanan menuju ke suatu tempat. Ia berharap semesta bersahabat dengannya sampai dia membayar ongkos ojek online yang sudah di pesan olehnya.
"Mas, kalau saya masih terjebak di situasi 2 tahun lalu yang membuat hati saya sakit, apa menurut mas saya adalah orang yang bodoh?" Entah kenapa ketika mereka berhenti di lampu merah, Lisa menyeletukan hal yang membuat driver tersebut kaget terheran.
"Hehe... pertanyaannya susah amat ya mbak. Mungkin mbaknya butuh waktu aja." Dengan hati-hati driver tersebut menjawab pertanyaan yang Lisa berikan.
"Udah sampai mbak." Sembari menunggu Lisa mengambil uang dari dalam tasnya, driver tersebut menuliskan sesuatu di selembar uang tunai senilai Rp.2000,00
"Ini mas." Lisa memberikan uang Rp.10.000,00 kepada driver yang mungkin seumuran dengannya. Ia sambil memperhatikan apa yang driver itu tuliskan di uang senilai Rp.2000,00 tersebut.
"Ini mbak kembaliannya." Ia memberikan uang yang ditulisnya tadi kepada Lisa dan pergi meninggalkan Lisa yang berdiri sambil menatap uang senilai Rp.2000,00 tersebut.Jangan terlalu hiraukan rasanya sayur pare mbak.
Coba rasakan juga coklat dan permen.
Dan mungkin saja nanti hujan mbak. Tapi Jangan terlalu buru-buru berteduh.
Karena hujan juga suatu kenikmatan yang diberikan oleh-NyaLisa membacanya berulang kali namun tetap saja ia tidak mengerti dengan maksud tulisan itu.
Buru-buru ia memasukkan uang itu ke saku celananya sambil berjalan ke pohon besar yang menurutnya itu adalah tempat rahasia. Tempat yang sungguh istimewa. Di pohon besar itu, Fian dan Lisa menyusun kayu dan seng kemudian disatukan oleh paku, dan menjadi sebuah rumah kecil. Mereka menyebutnya rumah kasih sayang.
"Apa cuma gue yang gak bisa ngelupain dia? Apa dia ngejalanin hari-hari dia biasa aja tanpa tahu sakitnya merindu? Tanpa peduli apa yang gue sama dia udah jalanin selama 3 tahun." Tanpa Lisa sadari sungai kecil telah terbentuk dipipinya.Ada banyak kenangan di rumah itu. Foto,harapan,bunga-bunga yang sudah layu yang diberikan oleh Fian untuk Lisa, dan sebuah borgol yang tergantung di sisi kiri rumah itu.
"Gue yakin! Fian bakal dateng lagi. Iya, pasti datang." Lisa menambil dan menggenggam borgol yang masih terbuka itu dengan sangat kuat.
Fian membeli borgol itu waktu mereka bertemu di rumah pohon. Tepat satu hari sebelum Farewell Party SMA mereka dilaksanakan.
"Gue mau nyimpen satu benda di rumah ini Sa." Sambil menggantungkan borgol yang ia beli di salah satu paku yang kosong di rumah itu.
"Kenapa borgol ian?"
"Harus ada dua tangan manusia kan yang masuk keborgol itu?" Fian menatap keluar jendela. Matanya menunjukkan kegelisahan,kesedihan dan harapan yang besar.
"Ya iya lah! Haha... Udah, jawab dulu aja. Kenapa harus borgol yang lo simpen? Apa ini lambang dari sebuah hubungan buat lo? Tapi kenapa lo gak kunci terus lo buang di laut kuncinya? Biar hubungan lo juga bakalan abadi!? kan kunci borgolnya udah gak bakal bisa ditemuin. wkwk." Lisa menerka-nerka arti dari borgol yang dibeli oleh Fian. Berharap Fian berubah menjadi laki-laki yang romantis untuknya kali ini.
"Karena polisi-Nya masih harus memproses dua orang pelaku di tempat yang berbeda Lis. Kalau mereka sudah di nyatakan selesai dari proses dan layak di masukkan ke sel tahanan, borgol itu akan terkunci. Pasti." Fian memaparkannya sambil menyimpan kunci borgol tersebut kedalam kotak merah yang ia bawa di tangan kirinya.
"Apaan sih Fian. Gue gak ngerti maksud lo." Lisa hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tidak mengerti sedikitpun dengan apa yang sudah dijelaskan oleh Fian tadi.DUUUAARR...
Lisa tersadar dari kenangannya 2 tahun yang lalu. Karena suara petir yang cukup kuat. Ternyata hujan sudah turun dari tadi dan Lisa tidak menyadarinya. Jam tangannya menunjukkan pukul 13:25.
"Oh my God! Boby udah nelfon gue. Banyak baget gila. Abis nih gue." Lisa mengecek panggilan di handphonenya yang menjelaskan bahwa sepertinya Boby sudah pergi ke kampus Lisa dari tadi untuk menjemputnya....
Lisa rasa jika ia melakukan tindakan kriminal seperti pencurian, dengan keadaannya yang seperti saat ini ia akan tertangkap oleh orang-orang. Bagaimana tidak, kakinya yang penuh dengan tanah-tanah becek dan badannya yang basah kuyup pasti akan meninggalkan jejak nantinya.
"Kata Misha kalian gak masuk kelas, harusnya lo kabarin gue Sa. Lo dari mana hujan-hujanan kayak gini!? Tau gini kan gue bakal jemput lo dulu tadi. Lo emang gak pernah bisa ngerti, apa yang bakal ngebuat diri lo sendiri rugi!" Mata Boby saat itu seperti harimau yang akan menerkam mangsanya. Boby sudah menahan emosinya untuk Lisa sejak siang tadi. Sekaranglah waktunya ia meluapkan itu semua.
"Gue mandi dulu." Lisa berlalu saja. Seperti orang yang tidak sadar bahwa ada seseorang yang sedang berbicara dengannya.
Boby menepuk jidatnya dengan kedua tangannya.
"Gue balik." Ia mengambil tasnya kemudian pamit pergi kepada mas Amin, tukang taman yang bekerja di rumah Lisa.
"Mas saya balik dulu ya!?"
"Oh ia mas. Ati-ati ing dalan."
"enggeh mas."Lisa menatap dirinya di cermin. Ia membuka laci di kamarnya, kemudian mengambil dan membuka sebuah album foto yang ia simpan disana.
"Gue bukan gak bisa move on dari lo Ian. Gue cuma ngejalanin penantian yang emang udah seharusnya gue jalanin." Lisa terus membolak-balikkan foto-foto itu dengan harapan, ya siapa tahu penantian ini akan cepat berakhir.
Drrrtt..drtt..drttt.
~Misha
"Halo Mis?"
"Lo lagi dimana sa?"
"Rumah nih. Kenapa?"
"Enggak sih. Tadi Boby nyariin lo. Dia sms gue. Gue kira lo langsung ke kampus Boby tadi. Emang lo dari mana sih?"
"Tadi gue ke Istana."
"What!? Hahahaha... Lo gila ya sa?! Hahahaha." Suara Misha di seberang sana membuat Lisa harus menjauhkan handphonenya dari telinganya.
"Udah deh mis. Gue mau tidur dulu. Capek.''
"Oke-oke sorry habisnya bicara lo ngaco. Yaudah deh selamat istirahat ya tuan putri.''
Lisa menghempaskan badannya di atas bed frame miliknya. Ia memutar ulang lagi kejadian-kejadian yang di alaminya hari ini. Bangun, kemudian ke kampus, naik ojek, lalu...
"Oh iya! Uang tadi!" Ia sontak berdiri dan berlari ke kamar mandi untuk memeriksa di saku celana yang ia pakai tadi. Apakah uang senilai Rp.2000,00 tadi masih di sana atau tidak.
Lisa membaca ulang maksud dari kalimat yang ditulis driver tadi untuknya. Namun ia tetap saja tidak paham. Ia hanya mampu menyimpulkan bahwa pare itu pahit, sedangkan coklat dan permen itu manis. Karena enggan untuk berputar-putar, Lisa menyimpan uang itu didalam lacinya. Dan memutuskan untuk tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pertama untuk Bersambung
RomanceApakah semesta tahu mampu ku? Mampu mu? Mampu K I T A?