Pertemuan untuk Penjelasan.

20 1 0
                                    

Satu kerinduan yang setiap hari siap memberontak.
Hari ini Lisa ada kelas pukul 10:30. jadi ia masih sempat untuk berleha-leha terlebih dahulu. Boby sudah mengirimkan SMS padanya pagi tadi, bahwa ia tidak bisa menjemput Lisa. Karena ia harus mencari materi untuk praktikumnya besok lusa.
"Pa, Lisa bawa mobil merah ya? Boby gabisa jemput Lisa soalnya."
"Ia bawa aja. Nanti papa bawa yang lagi dicuci mas Amin."
"Oke pa." Setelah pamit dengan papanya, Lisa langsung berangkat menuju kampusnya. Ia berharap semoga hari ini ada hal baru yang bisa membuatnya lupa akan masa lalunya itu.

BRUG!!!

"Astaga! Mati gue! Aduh gimana nih!" Lisa menabrak mobil yang ada didepannya ketika hendak memarkirkan mobilnya.
"Lo bisa markir gak sih!" Laki-laki tampan ini turun dari mobilnya dan berdiri di sebelah Lisa. Lebih tepatnya ia menyuruh Lisa turun dari mobilnya.

Didalam mobilnya Lisa hanya bisa menutup wajahnya dan menunduk di setir mobil.
"Woi! Lo budek ya! Lo bisa nyetir gak sih! Minta maaf dan turun dari mobil lo ini bisa gak? Gak sopan banget ni cewe!" Akhirnya Lisa memutuskan untuk turun dari mobilnya dan memberanikan diri menghadapi laki-laki itu.
"Oh my... Ganteng..." Suara Lisa samar terdengar, namun laki-laki ini langsung merespon dengan mengerenyitkan dahinya.
"Lo bilang apa barusan?" Sontak Lisa kaget dan ia rasa wajahnya sudah merah padam.
"E...Enggak kok. Gue bilang gue gak sengaja nabrak mobil lo. Gue kira mobil kita masih jauh ternyata udah deket."
"Mata lo minus?" Laki-laki itu mendekatkan wajahnya ke wajah Lisa.
"Eh??? engga kok." Lisa mundur satu langkah dari posisi awalnya.
"Periksa mata deh lo mendingan. Jangan-jangan tronton lewat di depan lo, lo juga bakalan bilang gak keliatan." Laki-laki ini pergi meninggalkan Lisa dan masuk ke dalam mobilnya.
"Ehh... Tunggu! Lo gak mau ganti rugi? Mobil gue kegores juga nih." Lisa menghampiri mobil laki-laki itu sambil mengetuk kaca mobilnya.Nada bicaranya seperti menandakan bahwa laki-laki itu yang salah.
"Apa? Sinting lo ya? Lo yang nabrak terus gue yang ganti rugi? Emang cewe stres lo!"
"Lah? Lo sendiri gak mau minta ganti rugi? Mobil lo kan lecet?!" Lisa menunjuk mobil bagian belakang laki-laki itu yang memang benar lecet karena kecerobohannya.
"Lebih baik mobil gue lecet. Daripada gue harus berurusan sama cewek ceroboh kayak lo." Laki-laki ini langsung menutup kaca mobilnya dan menginjak gas mobil sambil berlalu meninggalkan Lisa yang kaget dengan ucapan laki-laki itu.
"Yaudah deh gak apa-apa. Untung ganteng." Lisa masuk ke dalam mobilnya sambil menebar senyuman penuh kebahagiaan.
Kali ini matahari ingin menunjukkan dirinya pada bumi. Ia tidak mau bersembunyi di belakang awan lagi. Mungkin kemarin matahari merasa bersalah karena ada seseorang yang teringat akan masa lalunya ketika awan menangis.
"Lo mau kemana sa?" kelas sudah selesai. Namun, masih banyak mahasiswa yang duduk dikelas itu..
"Mau ke kafetaria. Gue lapar. Nyokap gue lagi kerumah sepupu gue di Yogyakarta. Jadi pagi ini gue gak sarapan." Lisa memasukkan barang-barang yang di atas mejanya kedalam ranselnya dan berlalu meninggalkan Misha.
"Gue nyusul ntar. Di tempat biasa aja ya!" Lisa tidak menjawab Misha. Ia hanya memberi kode tangan menggunakan ibu jarinya.

"Mang baksonya dua sama es teh juga dua ya"
"Siap neng. Dibungkus atau makan di sini neng?"
"Di sini mang" Lisa memutuskan membeli makanan di tempat yang tidak terlalu membentuk lautan manusia disekitarnya. Namanya mang Didin, usianya mungkin kira-kira 48 tahun atau mungkin juga lebih.
...
"Kang! Baksonya satu makan di sini minumnya air mineral aja kang."
"Oke den. Siap meluncur." Manusia yang ada disebelah Lisa saat itu adalah orang yang ia tabrak mobilnya pagi tadi. Sayangnya Lisa tidak melihat bahwa laki-laki itu berdiri tepat di sebelahnya. Ia sibuk mengirimkan pesan untuk Misha agar cepat menyusulnya ke kafetaria. Lagipula laki-laki itu tidak menyapa Lisa. Ya, mungkin saja ia benar-benar mewujudkan kalimatnya pagi tadi bahwa ia tidak ingin berurusan dengan Lisa lebih jauh.
...
"Ini neng Lisa. Bakso dan es teh nya. Mau duduk dimana neng? Biar saya antar."
"Gak apa-apa mang. Saya yang bawa aja. Soalnya takut tempat duduknya penuh jadi harus cari bangku kosong yang ada di luar." Lisa memberikan uang senilai Rp.20.000 kepada mang Didin
"Oh gitu. Matur nuwun kalau begitu neng."
Lisa berlalu begitu saja. Ia Menyadari kalau di sekitarnya sudah mulai penuh dengan orang yang berlalu-lalang mencari asupan gizi yang tak seberapa ini.
...
Cukup lama Lisa mencari tempatnya untuk duduk. Tetap saja, hasilnya nihil. Tidak berapa lama saat Lisa mencari-cari Misha sekaligus tempat duduk, dari kejauhan Misha sudah melambai-lambaikan tangannya dari arah taman. Untung saja Lisa cepat melihatnya. Jika tidak, maka Misha akan di anggap orang yang sudah gila oleh orang-orang disana.
"Gimana sih! Katanya ke kafet. Tapi malah ke taman."
"Lah! Lo sendiri? Dapet gak tuh tempat duduk?"
"Ya enggak sih! Yaudahlah yuk makan. Keburu dingin. Lo tahu kan waktu udah dingin nanti bakalan gak enak. Gitu juga dengan dia. Kalo dia udah dingin ke kita pasti gak asik."
"Apaan sih Lis! Baperan mulu. Pacar juga gak punya. Sok drama lo." Misha sudah melahap bakso yang ada di mangkuknya dari tadi. Namun, Lagi-lagi Lisa tenggelam di kenangan masa lalunya bersama Fian.
"Dia pasti dateng kok Mis. Gue yakin. Hati gue bilang gitu semenjak dia pergi."
Suasana yang awalnya cukup asik untuk berbincang, tiba-tiba berubah menjadi cukup mencekam. Pasalnya Misha menatap Lisa yang sedang memandang jauh dengan tatapannya yang kosong.
"Terus aja pakai hati! Gak usah pakai akal! Udahlah Sa. Kalau obrolan kita ke arah sana terus bawaannya pasti emosi." Misha melanjutkan kegiatan mengunyahnya setelah berhenti beberapa detik.
"Gue tadi pagi nabrak mobil laki-laki di parkiran." Lisa mengucapkan hal itu dengan santai sambil memasukkan bakso pertama ke dalam mulutnya.
"Apa! Dimana? Angkatan berapa? Oh.. jadi gara-gara itu lo tadi pagi hampir aja telat? Terus mobil lo sama mobil dia gak kenapa-kenapa? Ganteng gak tuh cowok? Kalo ganteng ya pepet aja kali Sa! Jangan kasih kendor." Misha mengatakannya dengan nada yang setengah berteriak. Dua tiga orang yang melintas didepan mereka langsung menatap mereka dengan bola mata yang hampir keluar.
"Apaan sih Mis. Santai dulu dong! Dia kayaknya orang yang dingin banget. Sok cool juga. Ya, walaupun emang lumayan ganteng sih. Tapi nih ya, dia itu belagu banget! Ya kali dia bilang kalo gak mau berurusan sama gue. Terus dia sok gak mau minta ganti rugi ke gue! Belagu banget kan!?" Lisa memutar bola matanya karena kesal dengan kejadian pagi tadi.
"Wahh.. keren juga cara dia. Kayaknya dia bukan laki-laki yang biasa deh Lis" Misha meletakkan mangkuk baksonya di tengah-tengah mereka berdua dan memandang lurus kedepan.
"Lo harus kenalan sama dia. Gue mencium bau-bau jodoh disini." hidung Misha kembang kempis karena ia mengendus-endus aroma di sekitarnya.
"Apaan sih Mis!!! Gak jelas banget sih lo!" Lisa spontan menampar halus pipi temannya itu sambil tertawa terbahak-bahak. Dan lagi-lagi para penikmat semesta di sekitar mereka memandangi seperti ingin menerkam mereka satu persatu.
"Ya... hati-hati aja sih. Karena penciuman gue gak akan pernah meleset kalo soal hati. Kalau lo udah ketemu sekali lagi sama tu orang, gue yakin bakalan ada pertemuan-pertemuan berikutnya. Karena di dunia ini gak ada yang kebetulan. Tuhan punya maksud di setiap langkah, kejadian, pertemuan bahkan di perpisahan yang kita alamin di kehidupan kita." Layaknya seorang pujangga Misha seperti sedang berkata-kata untuk Lisa dengan kalimat indahnya.

Pertemuan kedua sudah terjadi di hadapan Mang Didin



Pertama untuk BersambungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang