Namanya Vano

21 1 0
                                    

Tidak butuh waktu lama bagi Lisa untuk menyiapkan semuanya. Setelah berulang kali mengecek semua tugas-tugasnya ia langsung turun ke ruang makan untuk menemui Boby dan mamanya. Papa Lisa sedang berada di luar kota untuk urusan bisnis kantor cabangnya.
"Ma. Papa kapan balik?" Lisa langsung mengambil posisi untuk duduk dan menyantap masakan yang telah di siapkan mamanya pagi itu.
"Katanya sih lusa. Tumben sa nanyain? Ada yang mau di titipin?" Lisa tidak begitu sering memerhatikan keberadaan papanya jika berada di rumah. Karena setiap Lisa kembali dari kampus, ayahnya sudah sibuk di ruang kerjanya. Bagi Lisa asal papanya tidak melupakan hari-hari penting bagi masing-masing anggota keluarganya itu saja sudah cukup. Seperti tanggal ulang tahunnya, tanggal ulang tahun mamanya, ulang tahun pernikahan mama dan papanya, juga hari-hari libur yang harus di khususkan untuk keluarga.
"Engga sih ma. Ini kan udah mau dekat hari ulang tahun aku. Aku takut karena terlalu sibuk, papa lupa bahas konsep birthday party aku." Boby yang sudah selesai dengan sarapannya, hanya bisa mencermati percakapan yang terjadi di meja makan saat itu.
"Ya kamu bahas sama Boby dulu aja. Nanti baru serahin ke papa dan jelasin konsepnya satu-satu. Biar gampang urusannya."
"Iya juga sih ma. Nanti deh aku bicarain sama Boby. Kalo gitu aku aku langsung ke kampus aja ya ma. Makasih buat breakfast yang selalu ready setiap pagi ma" Lisa berpamitan sambil mencium kening mamanya pagi itu. Disusul Boby yang memberi senyuman terbaiknya untuk mama Lisa.
"Kita langsung ke cafe tempat biasa aja ya Lis. Setelah lo ngumpulin tugas." Boby membuka pembicaraan diatas motornya pagi itu.
"Ngapain?"
"Konsep ulang tahun."
"Oh.. oke. Tapi sebelumnya kita ke toko buku deket kampus lo dulu ya. Gue lagi pengen beli novel baru. Bacaan gue udah habis soalnya."

"Siap. Kebetulan komik gue juga udah pada selesai gue baca."
Lisa dan Boby adalah dua insan penikmat kata. Entah sudah berapa banyak halaman yang mereka nikmati disetiap pagi, malam, siang dan sore hari.
"Gue tunggu disini aja ya Lis. Jangan lama-lama ngumpulinnya." Seperti biasa Lisa hanya memberi isyarat dengan jempol kanannya.
Ruang pengumpulan tugas Lisa hari ini ada di lantai 3 kampusnya. Pagi ini ia sangat malas untuk menapakkan kakinya di susunan tangga yang rapi itu. Ia lebih memilih menggunakan lift kampusnya untuk sampai di ruangan yang ia tuju.
"Eh.. lo kan cowok dingin itu!" Tidak disangka. Untuk ketiga kalinya Lisa bertemu dengan pria yang mobilnya di tabrak oleh Lisa. Pria itu hanya melihat Lisa dengan tatapan sinis. Seolah hanya Lisalah yang mengenalnya.
"Diih... dingin banget sih! Sok keren!" Lisa mengatakan kalimat itu seperti orang setengah berbisik. Namun karena pria itu berdiri tepat di sebelahnya, ia dapat mendengar apa yang Lisa ucapkan.
"Lo ini maunya apa! Cewek gak jelas!" Pria itu pergi meninggalkan Lisa dan masuk kedalam lift yang tentunya di masuki juga oleh Lisa.
"Lisa Mercellia Giordano." Lisa mengulurkan tangannya, berharap pria itu meraih tangannya dan menyebutkan namanya setelah itu.
"Vano." Pria itu menyebutkan namanya sambil memandang lurus kedepan. Lift itu menjadi saksi bisu Lisa dan Vano sama-sama mengetahui nama satu sama lain.
Pintu lift terbuka di lantai 3. Lisa hanya berlalu saja, tanpa mengucapkan apapun untuk Vano.
"Maaf" hanya satu kata itu yang terucap di hati Vano. Satu,dua,tiga sampai sepuluh kali ia mengucapkannya.
Sesudah Lisa mengumpulkan tugasnya, ia menemui Boby yang dari tadi sudah menunggunya.
"Toko buku ya mas. Gak pake ongkos hehehe..." Lisa menaiki motor Boby dengan candaan yang cukup memecah keheningan diantara keduanya.
"Hahaha... siap mbak. Pegangan ya... soalnya kalau yang gratis biasanya gak aman."
"Oke mas" Lisa memegang pundak boby sebagai tanda bahwa dirinya sudah siap di bawa dengan laju yang cepat.
...
"Udah selesai belum milihnya?" Boby yang sudah selesai membayar komik yang di pilihnya langsung menemui Lisa yang masih jongkok deengan dua novel di tangannya.
"Udah kok. Nih! Gue ke kasir dulu ya." Lisa mengangkat novel yang dibawanya sembari meninggalkan Boby di tempat itu.
"Gue tunggu di motor ya Sa."
"Oke mas!" Lisa membalikkan tubuhnya agar bisa melihat Boby sambil berjalan mundur. Lisa melambai-lambaikan tangannya pada Boby dan Boby hanya mampu menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah temannya itu.


Pertama untuk BersambungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang