Sahabat

116 16 6
                                    

"Itulah sebabnya aku sebagai sahabat, supaya ketika kau lupa cara melihat dunia, aku ada"

Setelah jam istirahat kedua selesai seluruh murid kelas 10 diarahkan menuju ke ruang aula. Mungkin untuk membahas acara sekolah mengenai PKBM di Malang selama 3 hari di rumah penduduk. Tampaknya di Aula sudah banyak yang duduk manis dengan gerombolan mereka masing-masing, ya mungkin salah satu guru ada yang mengucapkan kalimat "Jika kalian ingin duduk beda kelas, kalian harus tertib! Dan jika ada yang melanggar aturan, bapak akan hukum kalian" Hmm siapa lagi kalo bukan Pak Firman.

Aku memilih duduk dengan ketiga sahabatku (Ana, Indi, dan Dea). Mereka disana sudah duduk santai dengan kaki selonjoran di lantai. Oh iya, aku dan mereka ini beda kelas, tapi kita satu ekskul terkecuali Dea dia memilih ekskul dance. Tetapi perbedaan kita ini gak akan membuat sahabatan kita jadi hancur kan ya?..

Entah bagaimana awal mulanya aku bisa menemukan manusia seperti mereka. Yang terpenting saat ini aku sangat sayang kepada mereka.

"Eh dateng juga nih bocah" sapa Ana.
"Yee... Sewot lo" Kataku. "Eh lo kok ga bawa alat tulis sih Ra? kan kita disini pasti disuruh nulis barang yang bakal dibawa apa aja buat lusa" Tanya Indi.
"Lah nih apaan? " Ujarku sambil mengeluarkan satu bolpen dari saku. "Ndi.. Ndi.. lo kayak gatau Rara aja deh, dia tuh pasti bawa cuma bolpen doang, itupun kalo dia inget, nah kalo kertasnya dia minta tuh ke kita"Jelas Dea yang sangat panjang kali lebar kali tinggi hasilnya gatau. "Oh iya ya.. Dasar kebiasaan, nih gue kasi lo kertas Ra, mumpung gue lagi baik, dan inget ini buat nyatet penjelasan guru bukan buat nggambar" Jawab indi. "Iya cuyungku, maaciw" balasku berlagak sedikit alay. Wkwk. Emang alay sih. "JIJIK RAA!!" balas mereka bertiga dengan kompak. "kompak banget sih kalian, Rara jadi tambah cuyung deh" Tambahku. "Nih monyet kenapa sih? ga panas juga, tadi dateng jutek eh sekarang kayak orang sakit jiwa" kata Dea sambil memegangi jidatku. "Untung lo sahabat gue Ra, kalo engga uda gue sumpel mulut lo pake sepatu gue nih" Ujar Ana dengan menunjuk sepatunya. Dea dan Indi pun tertawa. "Itulah sebabnya aku sebagai sahabat, supaya ketika kau lupa cara melihat dunia, aku ada, dan aku akan selalu memberikan candaku kepada kalian" Bisikku yang masih bisa didengar mereka. Dan setelah itu terjadi keheningan karena Pak Anto sedang menjelaskan untuk persiapan PKBM kelas 10.

Cukup lama kami semua mendengarkan dan mencatat semua hasil ucapannya Pak Anto, akhirnya kini kami diperbolehkan menuju kelas masing-masing. Tetapi tidak dengan Aku, Ana, Indi dan Dea. Sebelum kami ke kelas, kami menuju ke kamar mandi untuk mengantar si curut Dea kencing. Yap yang kencing satu orang yang ngantar satu kampung.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung...
Silahkan dibaca dan dinikmati
Jika kalian suka pada ceritanya silahkan vote, makasi:)

04 Februari 2019

Dilema CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang