Tomir's Family (1)

34 7 2
                                    

Aku tertegun,
nampak seorang gadis yang sedang berlarian kearahku, hujan deras yang turun pagi ini membasahi seluruh tubuhnya.

Begitu sampai di depan teras rumahku, ia tersenyum riang.
"Kan sudah kubilang, kalau hujan itu neduh dulu. Lihat? Basah semua kan!" ocehku, membuat senyumnya semakin merekah.
"Kan sudah kubilang juga, kalau Aku tidak tahan dengan godaan hujan yang turun" nadanya mengejek.

Aku menghela nafas berat.
Baiklah, berdebat dengan gadis ini memang tidak akan pernah ada habisnya.

Setelah selesai mengganti pakainnya, ia menghampiriku yang sedang duduk di kursi kayu teras rumah.
"Tuh minum dulu teh hangatnya, jangan sampai sakit! Nanti nyusahin." Ucapku tanpa menoleh ke arahnya.

Diluar hujan semakin deras, dan kebiasaan kami setiap kali hujan turun adalah memperhatikannya, sambil sibuk dengan fikiran masing-masing.

Hening,
hanya suara derasnya yang terdengar.

Jika sedang seperti ini biasanya gadis di sampingkupun ikut diam,
seberapapun bawelnya dia,
dia paham kapan waktu untuk berhenti mengoceh.

Lamunanku menghadirkan sosok pria yang tidak terlalu tinggi, namun tidak juga pendek.

Sosok pria yang dengan caranya selalu bisa membuatku tertawa dan bahagia.

Sosok pria yang menjadi cinta pertamaku, yang mengerti Aku lebih dari siapapun.

Setiap kali hujan turun, ia akan mengajakku bermain di bawah hujan.

Membuat bentuk-bentuk abstrak dari tanah.

Dan sejak kepergiannya,
hujan hanyalah rindu yang tidak pernah terbalaskan.

Ayah, aku rindu ~

CoretanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang