Pagi hari yang menghangatkan. Harusnya awal hari ini dibalas dengan masa cerah, tidak bagi ketiga pria berbusana seragam sekolah warna merah ini. Bagaimana tidak? Mereka mau tak mau harus bersama atas permintaan gadis tampan berjiwa iblis, Reirin.
"Cut! Cut!" Reirin berteriak lewat megaphone sutradara. Wajahnya begitu kusut, saking kesalnya ia memukul pria di samping kiri dengan megaphone sampai mengaduh kaget. "Oi, Yifeng! Lo itu ikhlas gak sih ngambil peran sebagai narator?! Kalimat terakhirnya itu lho, kok gak enak banget di telinga gue!"
"Tapi di sini memang tertulis kayak gini." Pria bernama lengkap Zhu Yifeng membaca scene skenario tadi dengan rinci sambil mengusap-usap kepalanya yang berdenyut nyeri. Tak heran kalau Reirin dicap sebagai gadis tampan berwajah iblis.
"Halah, yang nulis tuh skenario gue sendiri! Lo kali yang asal jeplak ngarang! Ayo, kita mulai lagi dari awal!" Reirin kembali fokus pada ketiga pria yang aktingnya siap terekam kamera. "Kamera! Siap! Action!"
Pagi hari yang menghangatkan. Harusnya awal hari ini dibalas dengan masa cerah, tidak bagi ketiga pria ini. Bagaimana tidak? Sosok berandalan bersurai pirang panjang tengah berkelahi dengan sosok pemuda bersurai coklat panjang yang diikat ponytail. Alhasil, pria cantik bersurai coklat pendek ini harus bisa menerima serangan dari kedua temannya. Masalahnya, sosok pria cantik itu ada di tengah. Sudah di tengah, kerdil pula. Tunggu, pria cantik? Dasar Reirin payah.
"H-hei, a-ayolah jangan berkelahi." Bisa terlihat pria itu seakan hanyalah tas yang terayun-ayun akan pergerakan sang majikan. Ia berdesak-desakan berusaha mencari celah untuk meleraikan kedua temannya. "X-xingba, sudahlah. Jangan berkelahi. Kau tidak kasihan lihat aku selalu meleraikan kalian?"
"Dia sendiri yang mengejek! Dia pantas dapat pukulan, Boyan!" Pria berambut runcing pirang seperti landak yang bernama Gan Xingba makin menjadi-jadi melesatkan pukulannya tepat ke batang hidung si ponytail dengan nama Ling Gongji. Boyan—Lu Boyan—pun lagi-lagi memakan beban, dia terdorong mendekap di tubuh si ponytail begitu saja.
"Hei, lihat siapa yang kau dorong! Dasar landak albino!" Pria dengan tahi lalat di sudut mata kanannya langsung melesatkan tonjokan tepat pada pipi Xingba, kembali mendorong tubuh kerdil Boyan ke dekapan Xingba.
"O-oi, berhenti. Aku mohon." Sia-sia, ucapan Boyan tidak didengar oleh kedua temannya. Kini lava emosi mulai memuncak, siap untuk diletuskan. Raungan kesal mereka, hingga tabokan demi tabokan semakin membuat Boyan kesal bukan main.
Boyan segera merunduk, berdiam diri membiarkan kedua temannya berkelahi sambil berjalan. Bisa dirasakan aura mengerikan yang keluar dari tubuh kerdil Boyan. "Oi, kalian berdua."
Kedua pria yang awalnya bertengkar pun spontan menoleh dan bergidik ketakutan. Tangannya merogoh korek api gas dari saku celananya, menyalakannya dengan seringaian lebar. "Kenapa tidak diteruskan saja perkelahiannya?"
Boyan selalu bersikap semanis mungkin, termasuk saat dirinya masuk ke mode pembunuh. Mereka menyebutnya iblis manis. Mereka berdua langsung bersikap sok akrab dengan peluh dingin sebesar biji keledai—maaf, kedelai maksudnya. Ini yang nulis skenario sebenarnya niat tidak sih?
"Tidak kok, Boyan. Kita hanya bercanda. Iya, kan, Xingba?" Gongji langsung menginjak kaki Xingba agar tidak ambil ritual bentak-bentakan. Alhasil, Xingba berteriak mengangguk-angguk menyetujui perkataan Gongji. Ingin rasanya membentak-bentak Reirin bangsat yang hinanya keterlaluan.
Boyan mematikan korek api gasnya, memasukkannya ke saku celananya dan balik bersikap manis. Itu baru Lu Boyan yang sesungguhnya! "Aku senang kalian baikan. Sekarang kita cepat-cepat pergi ke sekolah yuk! Kalau terlambat nanti aku dimarahi Pak Ameng. Kalian tahu sendiri Pak Ameng sering kasih hukuman apa."
Kedua pria ini hanya bisa terperangah melihat punggung Boyan yang makin menjauh dari pandangannya. Kalau dipikir-pikir, Boyan layak tidak dijuluki pria berjiwa ganda kah? Kenapa? Karena Boyan bukanlah malaikat, bukanlah iblis, bukan pula manusia. (Jadi yang bener yang mana?)
Boyan lah jagonya bila harus mengawasi kedua seniornya. Sekali saja mereka gerak bermaksud berkelahi lagi, siap-siap saja Boyan menyirami mereka dengan bensin dan segera dibakar untuk ritual pemakaman. Mereka pun harus pergi ke sekolah di bawah pengawasan Boyan si bocah iblis.
"Cut!" Aba-aba si sutradara kampret pun terdengar. Ia melihat hasil dari kameramen, dan berkata, "Oke, bagus. Kita istirahat dulu."
"Rei, lo itu sutradara. Buat apa mesti istirahat segala bareng mereka bertiga?" Yifeng angkat bicara, mencegah Reirin yang baru saja bangkit dari kursi jabatannya dan berlari secepat mungkin ke tenda makanan. Terbukti dari tangan Yifeng yang membentang menghalangi jalan Reirin.
"Ish, sekali aja dong gue makan dulu. Ntar besok gak bakalan gue ulang deh. Ya ya?" Semanja apapun Reirin memohon, Yifeng takkan pernah goyah dari pendiriannya. Dia masih menghalangi jalan Reirin.
"Gue ini sutradara. Kalau gue gak makan terus gue sakit, siapa yang mau bayar biaya pengobatan gue? Gue mau aja nurut sama lo kalau lo mau bayar biaya pengobatan gue." Bukan Reirin namanya kalau pakai ancaman. Ia berpura-pura balik ke kursi singgasananya, tapi dirinya ditahan oleh cengkeraman tangan kekar Yifeng.
"Cepat makannya, lo gak punya waktu buat santai-santai. Ingat tugas sutradara a—"
"Nah, gitu dong. Dari tadi kek." Dengan langkah arogan Reirin pergi menuju tenda makanan, menyantap lunch box yang sudah diantarkan oleh catering. Bukan lahap sih, Reirin termasuk gadis rakus. Buktinya, beliau selalu menghabiskan makanan orang lain.
Seandainya Yifeng adalah sutradaranya, ia akan memulai dari awal cerita yang menarik. Ah, chapter ini bukan awal cerita.
Hanya behind the scene.
****
Haha, garing kah?? Maaf, Rey baru belajar genre humor jadi mohon maaf bila terkesan garing. Untuk update tergantung mood Rey aja yak, jangan sungkan-sungkan untuk baca-baca.
Jangan lupa vote, komen, dan share bila kalian suka. Krisaran sangat diperlukan agar cerita ini menjadi lebih baik.Reirin_Mitsu17
KAMU SEDANG MEMBACA
One Year [Kumpulan Cerpen]
FanfictionShin Sangoku Musou Academy, sekolah dengan guru-guru serta murid-murid yang beragam. Setiap rakyat sekolah yang memilih singgah di sana memiliki perbedaan warna. Hijau, biru, merah, ungu, dan beragam lagi. Mereka memulai aktivitas dengan penuh dra...