Lima

3.5K 769 14
                                    

Merbabu. 

Salah satu gunung yang cukup tinggi di Indonesia. 

Eve sempat membaca beberapa informasi mengenai gunung yang satu ini. Mulai dari pengalaman mendaki beberapa orang, hingga cerita aneh yang ada disana.

Dari setiap cerita yang Eve baca, ia selalu menemukan kepuasan yang terlontar dari orang-orang setelah berhasil menaklukkannya. Eve pikir, ia juga bisa melakukan itu. Jika orang lain bisa, kenapa ia tidak?

Ternyata Eve cukup menyesal karena sempat jumawa.

"Sebentar, Mark!"

Eve menjulurkan tangannya kebelakang. Mark berhenti. Eve membungkuk kelelahan, mengatur nafas. Didepan mereka ada jalanan tanah sedikit mendaki. Eve pikir, ia butuh istirahat sebelum melewati jalan yang satu ini.

Eve mendengar Mark mendesah malas. Peduli setan. Ia bisa pingsan jika melanjutkan ini tanpa beristirahat.

"Kita sudah beristirahat sepuluh menit yang lalu."

"Wow, benarkah? Aku bisa bertahan selama sepuluh menit?"

"Kita sudah ketinggalan jauh, Evelyn."

Eve mendengus lalu menjatuhkan tubuhnya di tanah yang kering namun terasa dingin mendekati lembab.

"Aku lelah, Mark. Nafasku habis!"

"Jadi apa gunanya latihanmu tiga minggu yang lalu?"

"Aku tidak tau!"

Mark menghela nafas malas.

"Fine. Jangan duduk ditengah jalan."

Ia menarik tali sandang milik Eve, menyeret gadis itu menuju pinggiran jalan setapak. Eve bersandar di sebuah batu besar dan Mark berjongkok di sampingnya, menyerahkan sebotol kecil cairan isotonik.

"Minum. Istirahat lima menit."

Eve mengangguk, menatur nafasnya selama lima menit sebelum ia siap untuk memanjat tebing yang lumayan curam di depan. 

Mark cukup perhatian dengan terus berada di belakangnya tanpa pernah mengeluh. Eve meraih tepian, memegang akar-akar kayu yang tumbuh liar sebagai pegangan.

"Akh, Maaark!"

Jalur tanah yang gembur membuat pijakan Eve bergetar dan tergelincir. Beruntung Mark memeganginya dari belakang. Mendengar pekikan keras yang menggema itu, Eve menjadi sedikit malu.

"Mark is it okay there?"

Terdengar teriakan dari arah depan, terasa cukup jauh. Mark ikut berteriak membalas. Suaranya bergema memberi tau jika ia baik-baik saja.

"Hati-hati. Perhatikan pijakanmu."

Itu adalah yang Mark ucapkan sebelum ia melepaskan pegangannya pada Eve. Eve kembali melangkah, terkadang merangkak melewati tebing lalu mereka tiba di sebuah pondokan yang terbuat dari anyaman bambu dan dikelilingi pepohonan.

"Kita sudah sampai?"

Eve melirik Mark yang sedang mengikat kembali tali sepatu. Lelaki itu mendongak menatap Eve dengan wajah datar menyebalkan miliknya.

"Ini baru pos satu."

Eve terdiam sejenak.

"Dan ada berapa pos sebelum puncak?"

"Lima."

Malam sudah hampir menjemput. Langit menjadi kelabu lalu tak lama gelap datang. Suasana disekitar jalur pendakian menjadi sedikit mencekam. Mungkin karena Eve tidak dapat melihat apapun selain kegelapan. Atau karena hutan terasa begitu hening dan hanya terdengar cicitan binatang-binatang kecil disana.

[✔] Lakuna | Mark Lee Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang