Sembilan

3.4K 750 74
                                    


Perihal Mark.


Memasuki musim dingin udara di Birmingham mencapai suhu -5° Celcius. Mark merapatkan jemarinya kedalam mantel hangat sepanjang lutut dan terus bergerak lurus dari halte bus. Adalah awal bulan Desember saat salju pertama turun, dingin yang tercipta benar-benar membuat tubuh menggigil.

Mark melanjutkan langkahnya berbelok ke kanan. Sudah hampir pukul enam sore, Mark tidak bisa terlambat untuk janji yang sudah ia sepakati jauh-jauh hari. Beberapa kali ia tampak membenarkan letak tas yang menggantung di sisi tubuhnya. Uap beku terus keluar setiap kali ia menghembuskan nafas.

Kedai kopi sederhana adalah apa yang orang-orang cari sepulang dari bekerja. Secangkir kopi atau coklat yang dapat mengalirkan kehangatan sementara dipilih karena itu adalah satu-satunya cara paling sederhana untuk bertahan ditengah kedinginan sebelum tiba di rumah masing-masing.

Lonceng di pintu berbunyi nyaring. Teriakan selamat datang dari pelayan menggema. Manik Mark menjelajah seisi ruangan, mencari keberadaan gadis yang sudah menunggunya sore itu. Saat melihat lambaian tangan mengudara, Mark tak dapat menahan senyum tipisnya detik itu juga.

"Apa aku terlambat?"

Ia menarik kursi dan meletakkan tas miliknya. Boats tebal milik Mark berdecit saat tubuhnya maju mengecup pipi kiri lawan bicara, lalu mengambil duduk.

"Tidak. Aku yang terlalu cepat datang. Kau sudah pesan minuman?"

Mark menyisir rambut tebalnya dengan jemari yang sudah terlepas dari sarung tangan. Rambut kelam itu tampak berdiri mempertontonkan dahi lebar miliknya. Hair up adalah cara paling tepat untuk menunjukkan kedewasaannya selama berada di sana.

Rahang Mark mengeras, melepaskan sisa-sisa udara dingin dari tubuhnya. Lalu ia berdiri.

"Sebentar, aku akan pesan sesuatu. Ada yang kau inginkan?"

Gadis itu menggeleng. Mark berjalan menuju counter. Salah satu tangannya membuka syal tebal yang melingkari leher dengan gerakan yang amat tegas, lalu tersenyum saat menemukan pelayan bertanya padanya.

"Segelas espresso hangat dan dua potong cheesecake, please."

Sebuah kartu terjulur dari tangan Mark. Lalu ia beranjak membawa satu cup espresso menuju meja.

"Jadi, bagaimana?"

Seulas senyum terpatri di bibir gadis di depannya. Mark menemukan secercah cahaya lain menuju mimpinya yang kesekian.

"Aku dengar ada tempat kosong di Austria, juga Jerman. Kau bisa pilih akan pergi kemana."

"Seriously?"

"Ya, Mark. Ada dua tempat kosong untukmu. Dan asal kau tau saja, kedutaan Austria ingin kau ada di sana bersama mereka. Tapi kau tetap bisa memilih."

Mark menyeruput espresso saat dua slice cheseecake pesanannya datang.

"Sebenarnya aku sedang mempertimbangkan untuk meninggalkan Eropa. Tapi Austria juga terdengar tidak buruk."

Gadis di depannya tertawa pelan. "Mau kemana lagi? Dua tahun lalu kau sudah menjelajah Amerika."

Mark mengedik. "Amerika Selatan, mungkin? Atau Australia. Aku belum pernah melihat kangguru."

Tawa renyah keduanya mewarnai malam bersalju di pertengahan bulan Desember. Mark kembali menyeruput espresso miliknya, menikmati hangat yang menjalar-jalar kedalam tubuh ditengah dingin yang mencekam.

"Apa kau benar-benar harus pergi?"

Mark yang baru akan menyeruput espressonya kemudian terdiam. Matanya menatap gadis itu penuh pengertian, juga ada sebuah senyuman tipis di wajah lelaki yang memiliki paras kental asia itu.

[✔] Lakuna | Mark Lee Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang