Langit terlihat mendung saat mereka memutuskan untuk turun dari puncak. Dan benar saja, lima belas menit setelah sampai di dalam tenda, rinai hujan mulai tampak. Eve yang semula tengah sibuk menatap edelweis berlarian menuju tenda dan masuk kedalamnya.
"Apa hujan di atas gunung itu aman?"
Mark bergumam. Ia mulai menyalakan kompor dan memanaskan air sementara Eve bergelung di dalam tenda. Pintu tenda mereka terbuka lebar, Mark sudah terlatih untuk membuat saluran air di sekitar tenda sehingga tidak ada air yang merembes masuk.
Pelan tapi pasti hujan semakin deras. Mark memberikan Eve secangkir coklat panas juga membuatkannya satu cup ramen instant. Mereka masih asik dengan makanan masing-masing saat tiga orang datang dari arah puncak dengan tubuh basah kuyub. Tiga orang itu saling melirik dan menatap Mark, namun tetap melanjutkan perjalanan mereka melewati setapak.
"You can come here, guys!"
Tapi Eve mendengar Mark berteriak kencang melawan suara hujan, hingga kemudian ketiganya mendekat. Salah satunya adalah seorang gadis yang tampak mulai kelelahan melawan dingin.
"Bawa dia kedalam. Pinjamkan baju gantimu untuk sementara, Eve."
Dan begitu saja, Eve mendekati gadis itu. Ia tidak terlalu fasih berbicara dalam bahasa inggris, jadi mereka tidak terlalu sering berbincang karena keterbatasan bahasa. Eve meminjamkannya baju ganti dan memberikan sleepingbag milik Mark padanya.
Saat membuka pintu tenda, sudah ada coklat dan ramen hangat disana. Dua lelaki lainnya sepakat tidak berganti pakaian karena Mark hanya membawa satu stel pakaian ganti. Ketiganya duduk di sana, sesekali berbicara pada Mark dengan bahasa inggris yang lebih fasih. Hingga hujan berhenti satu jam kemudian dan kabut yang sangat tebal muncul karena penurunan suhu.
●●●●
"Kau terbiasa seperti itu?"
Mark menoleh. "Seperti apa?"
"Menolong dan meminjamkan baju pada orang asing?"
Lelaki itu tampak membereskan gelas kotor yang tamu mereka tinggalkan usai kabut perlahan menipis, bibirnya terlihat mengulas senyum separuh.
"Disini tidak ada orang asing. Semua yang menginjakkan kakinya di sebuah gunung adalah saudara bagimu. Dan kau tentu tidak akan meninggalkan saudaramu mati kedinginan, kan?"
Menjelang siang Eve duduk diantara belukar rumput di sabana yang luas. Memikirkan kata-kata Mark. Betapa erat batin orang-orang yang datang karena bahkan berpikir untuk menolong saat mereka tidak saling mengenal.
Eve sungguh terkesan.
Inikah yang alam ajarkan pada nurani manusia yang datang padanya?
Bahwa entah siapapun itu, tidak akan pernah merugi untuk saling membantu.
Bahwa entah bagaimanapun keadaanmu, selalulah rendah hati untuk saling membantu.
Pukul satu mereka memutuskan untuk turun. Kali ini perjalanan jauh lebih ringan dan cepat. Tepat setelah matahari terbenam, Eve dapat melihat gerbang yang ia lewati saat berangkat semalam.
Perjalanan pulang tidak begitu melelahkan. Butuh waktu hampir satu jam bagi Eve berbenah dan beristirahat. Mark memanggilnya untuk makan malam tak lama kemudian.
"Apa kita akan tinggal lebih lama?"
Eve melirik Mark yang berjalan bersisian dengannya. Itu masih pukul sembilan malam, tapi lelaki itu sudah memintanya untuk beristirahat.
"Besok adalah hari terakhir. Lusa kita sudah harus kembali."
Eve mengangguk, tidak bisa melakukan apa-apa karena semua sudah diatur sejak awal oleh Mark. Saat tiba di depan pintu, lelaki itu terdiam sejenak menatap Eve, ia kemudian menyodorkan dua patch plester hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Lakuna | Mark Lee
RomanceBerbaliklah, sayang. Ada mimpi lain yang belum kamu gapai.