Baiklah, sekarang bolehkah aku menyesal karena tindakan bodohku itu? Membersihkan gudang dan kelas kosong ternyata memakan waktu yang banyak juga.
Bel pulang sekolah pun sudah berbunyi sejak dua jam yang lalu—kurang lebih, aku tidak tau pasti. Untunglah pak Taeil mengurangi jumlah ruangannya, yaitu: gudang dan laboratorium yang aku ajukan dengan tololnya tadi, tapi tetap saja itu pekerjaan yang banyak kalau dilakukan sendirian.
Eits... jangan cap aku bodoh terlebih dahulu, karena aku punya persepsi sendiri. Kukira aku hanya akan merapikan beberapa barang tak terpakai di gudang, menata kembali buku-buku di rak perpustakaan, hanya membersihkan sedikit debu di kelas-kelas yang kosong dan merapihkan barang-barang pasca ujicoba di laboratorium.
Ternyata, di setiap ruangan aku harus membersihkan ventilasi, kaca jendela, sudut-sudut ruangan yang penuh dengan sarang laba-laba, merapikan barang-barang yang tak jelas letaknya, menyapu, dan mengepel lantai.
Dan di sanalah, anak idiot yang membuatku jadi seperti ini. Sedang bersantai mendengarkan lagu dari iPodnya bersama dengan novel yang sedang ia baca di atas dua meja yang berbaris yang telah aku rapihkan dan kubersihkan dari debu sebelumnya.
Demi planet pluto yang telah hilang, aku membencinya!
"Udah belum, sih? Lelet lo! Mau pulang nih gue!"
Dasar manusia gila! Belalang sawah! Tak memiliki hati nurani! Harusnya dia yang menanggung semua ini karena dia yang mencari gara-gara! Kenapa jadi aku yang diperbudak seperti ini?!
"Lo nggak tau diuntung! Ngapain sih nyari masalah mulu sama gue? Gue salah apa sama lo?!"
"Mikir aja sendiri. Dikasih akal, punya otak, hasil IQ tinggi, kok nggak ngaruh sama sekali."
Dengan amarah yang memuncak, aku mengambil penghapus papan tulis yang ada di meja dekat pintu, bermaksud untuk melemparkan penghapus ini ke orang sialan itu. Tapi belum juga aku lempar, ponsel di pocket rok rempel seragamku berdering.
Drrrt Drrrt
Kulihat dial up di sana,
Junguwu💕🐰 is calling you...
Answer | DeclineAku tersenyum senang, kak Jungwoo adalah sumber kebahagiaanku yang tak tergantikan. Aku mengangkatnya, dengan sumringah aku dekatkan benda itu ke telingaku.
"Kak Jung—"
"Ini jam berapa, Ra? Kenapa belum pulang? Kamu lagi di mana? Perlu kakak jemput?"
Bibirku merapat setelah kalimat pertanyaan yang diucapkannya secara bertubi-tubi itu. Aku tertawa kecil karena sifat kak Jungwoo yang selalu khawatir akan keadaanku.
"Aku masih di sekolah, kak. Eumm... ada kerja kelompok."
Krrrt
Decitan kaki meja membuatku menoleh ke belakang, melihatnya tengah melepas earpodnya lalu berjalan mendekatiku.
"Berarti benar kata Jaemin, ya?"
Ya ampun Jaemin, kau yang terbaik!
"Atau kalian udah kerja sama sebelumnya?" Entah tanpa alasan atau kak Jungwoo hanya menerka-nerka, yang jelas aku takut jika ia tau aku berbohong.
Bukan karena aku ini anak mamih atau apa. Tapi pasti kalian tau, jika kepercayaan seseorang akan runtuh begitu saja oleh suatu kebohongan kecil yang mungkin menurut kalian itu adalah hal sepele.
Namun siapa yang menyangka jika satu lembar kertas yang diremas dengan kepalan tangan bisa menghancurkan kaca sampai berkeping-keping?
"Kamu bohong, kan? Ayo bilang sama kakak! Apa mau kakak bilangin ke kak Tae kalau—"
Kak Taeyong.
Yap, itu adalah salah satu alasan yang paling tepat dari yang kusebutkan sebelumnya.
"Eh iya ampun! Aku gak sengaja buat keributan di sekolah, terus dihukum jadi cinderNara, abis itu kena jebak di gudang deh sekarang."
"Kamu bandel, sih! Emang kamu ngapain sampe dihukum kaya gitu?" Aku dengar kak Jungwoo tertawa dari sana.
Ya Tuhan, kalau boleh pesan, aku mau suami seperti kak Jungwoo nanti!
"Kepo banget, sih! Urusan anak muda, kakak nggak boleh ikut campur!" Kulirik makhluk yang berdiri di sampingku, ia berkacak pinggang layaknya bos dan memicingkan matanya menatapku aneh.
"Eh, sembarangan kalo ngomong! Awas ya pulang, nggak kakak jemput!"
"Yaudah terserah! Aku naik ojek online aja!" Potongku cepat sebelum kak Jungwoo mengancam yang aneh-aneh lagi, dia itu kakak kandungku atau seorang kriminal, sih? Suka sekali mengancam!
"Dek kakak jemput deh, tadi cuma bercan-"
"Nggak usah! Udah dulu ya kak!"
Pip-
Aku putuskan jaringan secara sepihak dan kembali kusimpan benda pipih itu di saku. Lalu kuarahkan pandanganku ke Soobin yang masih berlagak like a boss.
"Apa?!" Ketusku, tapi ia tak menjawab.
Namun dagunya seperti mengarah ke sesuatu. Aku mengikutinya, ternyata ia menunjuk sapu yang kusandarkan di dinding, memberiku aba-aba untuk kembali bersih-bersih.
"Bantuin kenapa, sih? Capek tau!" Keluhku memukul kepalanya dengan gagang sapu. Tapi pelan kok, aku tidak mau anak orang sampai gagar otak karena hal konyol.
"Ekhem! Nara, Soobin, kalian pulang saja. Saya sudah lihat perpustakaan tadi, hasil kerja kalian lumayan juga. Rak bukunya pun kalian tata ulang, ya? Bagus, jadi terlihat tidak membosankan." Sapu yang kupegang jatuh ke tangan Soobin, gara-gara aku terlalu terkejut dengan kedatangan pak Taeil yang tiba-tiba.
"Itu hasil kerja saya sendiri pak, tidak ada campur tangan Soob—aww!" Gantian Soobin yang memukul kencang tak berperasaan tulang keringku kakiku memakai benda yang sama.
Demi kak Taeyong yang galak, aku mau menangis, tulang keringku sangat linu dibuatnya!
"Jadi kami boleh pulang kan, pak?"
"Iya, pulang lah sebelum matahari terbenam." Pak Taeil pergi setelah itu.
Aku melihat keadaan luar dari jendela.
Kupikir lima menit yang akan datang pun matahari sudah tenggelam.
"Mau nginep lo?" Ujarnya menyampirkan tas di bahu kanan dan melewatiku dengan tak berperi kemanusiaan.
Aku hanya diam, memijat kakiku untuk menetralisir rasa sakitnya.
Dia itu manusia sialan! Sungguh!
"Lebay, gitu aja nangis. Dasar cengeng."
-TBC-
YAAAAA!!!!
Aku seneng banget finally mereka debut!
Sampe nangis karena nggak kuat!
Ok segitu aja curahan aku, huhu...
BABAY!
Vomment sayangku😭😭
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth; Choi Soobin
Fanfiction"Selama ini, hidupku terlalu sempurna. Sampai pada akhirnya, aku tau kebenarannya." ©2019 by soobincredible 10/05/19 #1 in soobin 12/05/19 #1 in tomorrowxtogether 12/05/19 #1 in tomorrowbytogether