05. I Know Him

2.4K 310 2
                                    

Makasih untuk kalian yang udah sabar ngikutin cerita ini dari awal...
Makasih juga buat yang udah vote sama comment

Aku sangat menghargai apresiasi kalian semuaa

Waaah pokoknya aku seneng, huhu T___T
Makasih banyaaak yaaaa
Aku sayang kalian💕😘

Don't forget to always vote and comment

Happy reading~

©soobincredible

"Kak Jungwoo kenal sama dia?!" Todongku pada kak Jungwoo yang tengah menyantap nasi gorengnya.

"Kenal dong Nar, dia adeknya Yeonjun. Tau Yeonjun, kan?"

"Eh Yeonjun? Kak Yeonjun?! Lho... kok aku baru tau, sih?!"

"Nggak penting juga lo tau." Acuh Soobin.

"Kak?!" Desakku meminta penjelasan pada kak Jungwoo.

Aku menahan gelak tawaku. Aku berbohong yang bodohnya Soobin percaya saja, saraf di otaknya sedang tidak beres, ada kesalahan. Aku tau siapa Soobin, bagaimana sifat dan wataknya yang selalu berubah-ubah, keluarganya yang termasuk kak Yeonjun yang sangat baik kepadaku.

"Ya ampun! Kak Yeonjun ganteng ya! Baik lagi! Masa adeknya kaya gini, sih?!"

Bukan menghina, aku hanya memberi opiniku, menyalurkan apa yang ada di kepalaku pada Soobin. Yang kuucapkan barusan itu juga objek, bukti yang nyata.

"Licin banget mulut kamu, Nar." Ujar kak Jungwoo, si Soobin hanya menatapku jengkel.

"Ih, serius amat sih, bercanda tau! Tapi soal yang aku nggak percaya kalo Soobin adeknya kak Yeonjun itu beneran, kak! Beneran deh, aku aja bingung sendiri kenapa sampe nggak percaya kaya gini." Aku berdusta, kak Jungwoo hanya menatap Soobin dan aku tidak percaya.

"Lama-lama gue juga nggak yakin kalo lo itu adeknya kak Jungwoo sama kak Tae." Telingaku berjengit mendengarnya, kenapa dia membalikkan keadaan?

"Ish, kok gitu?!" Ujarku meminta penjelasan.

Dia sedikit berpikir, jari telunjuknya mengetuk meja dengan ketukan yang tak beraturan. Lalu ia mulai bicara, "kak Taeyong orangnya nggak banyak omong, terus kak Jungwoo baik, dari cara ngomongnya aja keliatan kalo dia orangnya lembut. Gue nggak ngomong lo itu orangnya gimana, tapi—"

Otak di kepalaku berjalan secara otomatis, jadi maksud Soobin aku itu... "maksud lo gue bawel, kasar, jahat. Gitu?!"

"Kan gue nggak ngomong begitu. Idiot."

"Sama aja! Kalo gini ngejek secara nggak langsung namanya!"

"Nah itu sadar."

"Ish, kak Jungwoo!" Seruku kesal, kak Jungwoo satu komplotan dengan Soobin kali ini.

"Bin, lo mau tau nggak? Tadi pagi ada yang teri—"

"YA! POKOKNYA ITU DEH!" Sergahku panik dan beranjak dari bangku saat itu juga. "Kakak ngomong aja sama Soobin, aku mau ke kelas! Jangan lupa bayar!"

Buru-buru aku melenggang pergi dari sana, sebelum Soobin dan kak Jungwoo menyudutiku yang akan merubah wajahku menjadi tomat rebus.

***

Aku mengubur kepalaku di bawah lipatan tangan dan menyumpal telingaku memakai earpod yang sama sekali tidak tersambung dengan ponsel ataupun iPod. Kalau kata manusia jaman sekarang, aku sedang galau.

Aku rindu mama sama papa, lima bulan— ah tidak, lima setengah bulan aku tidak bertatap muka dengan mereka. Entah, kepalaku pusing.

Aku bingung kenapa setiap aku mencoba menghubungi mereka lewat aplikasi Skype, selalu saja tidak ada jawaban. Kalau pun di telepon, jawabannya selalu,

"sabar ya Nara, mama sama papa sebentar lagi pasti pulang! Kalau pekerjaan mama, sama proyek papa udah selesai, kita pasti pulang, ok? Udah dulu ya sayang, nanti mama telfon lagi."

Dan berujung tak ada kabar... sampai sekarang. Iya, itu percakapan terakhir antara aku dan mama, stok untuk lima bulan ke depan yang bahkan lebih 15 hari termasuk hari ini.

Bangku di sampingku berdecit kasar, menandakan perasaan galau ini akan musnah digantikan dengan hawa panas dalam hitungan det—

"WOY!" Serunya tepat di samping telingaku yang tertutup rambut, membuatku sedikit terperanjat.

"Kenapa lari tadi? Panik banget lagi." Lanjut Soobin sambil menyingkap rambutku di sela-sela telinga.

"Nar, jangan pake earpod terus! Tuli nanti!" Ucapnya memberi peringatan, namun aku tetap tak menjawab seperti sebelumnya.

"Kim Nara!" Kupejamkan mataku, menahan emosi yang sudah ada di ubun-ubun.

Kadang aku suka bingung sendiri dengan sikap Soobin yang sudah aku pahami dan aku telaah dari dulu.

Namun tetap saja aku bimbang, seringkali ia menjadi Soobin yang suka sekali mencari perihal denganku, seperti musuh. Sampai aku harus keluar masuk ruang BK dan bosan setiap kali melihat wajah pak Taeil, juga hukuman yang diberi hanya itu-itu saja. Namun, terkadang Soobin juga baik seperti teman untukku dan perhatian seperti ini kepadaku.

"Nar—"

"Apa Soobin? Mau ngajak ribut lagi? Please ya, nggak kali ini, gue lagi gaada mood sama sekali." Aku menghela napas berat dan kualihkan pandanganku kearah lain. "RENJUN!" Panggilku.

"Ada apa?" Anak laki-laki berambut cokelat gelap itu mendekat lantas tersenyum kecil menanggapi raut wajahku yang terlihat kesal.

"Kamu jangan kemana-mana dong! Sini aja! Duduk terus diem, bisa nggak, sih?!"

"Tadi Soobin nyuruh aku buat pergi, yaudah aku pergi."

"Bisikan setan gak usah didengerin! Dosa! Kamu tau, kan?!"

"Iya. Maaf, ya?" Kepalaku mengangguk antusias, aku mengibaskan kedua tanganku di udara, menyuruh Soobin untuk pergi segera.

"Sana lo! Trenggiling!"

"Bacot." Sinisnya meninggalkan kursi yang seharusnya ditempati oleh Renjun.

***

"Nar, tadi kak Jungwoo kesini?" Mataku melirik Jeno yang barusan bertanya, namun fokusnya tetap pada layar ponsel dipantau dua iblis di pundaknya, Haechan dan Jaemin. Tanpa minat aku mengangguk sebagai jawaban.

"Tadi kalau nggak salah liat, lagi sama kak Soobin deh kak... ngapain?" Kali ini Heuningkai yang bertanya.

Adik kelas innocent yang sangat menarik untuk dijadikan teman. Dengan berteman dengannya, aku tidak akan terpengaruh ke dunia hitam dengan pergaulan bebasnya yang tak bisa dikendalikan seperti Jaemin, Haechan dan Jeno.

"Aku nggak tau Kai, pas Soobin dateng aku langsung pergi... hehe, males liat muka dia."

"Kenapa kak? Kok males, sih?"

"Panas bawaanya..."

"Panas kenapa?"

"Aku kaya liat penghuni neraka."


-TBC-

The Truth; Choi SoobinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang